Palm Sugar Milk. Tepi jalan raya yang ramai, sangking ramainya untuk satu jalur saja terpisah oleh Kalimalang, sebutan sungai di daerah itu. Kurang lebih di ujung persimpangan jalan raya luar arah Cawang-Jakarta, persisnya perempatan daerah bernama Galaxy-Bekasi.Â
Cafe bergaya retro sederhana, lampu temaram kuning dengan satu-dua pepohonan di ujung teras rumah, dengan kursi dan meja kotak kayu berkerangka stainless, baik outdoor maupun indoor, tertempel plang cukup terlihat "Sorte - Coffee & Gelato".
Tulisku saat itu.
>
Terang mentari siang menembus tirai abu jendela itu.
Beruntung kamera itu dapat memotret kilau matanya.
Setidaknya sang layar Handphone nya lebih beruntung dari layar ketikan tulisan ini.
Yang hanya dapat memotret kilas lekuk pipi berbalut hijab itu.
Aish, berani sekali si meja itu menapak tangannya.
Kelambu jendela pun tak mau kalah dengan mentari, sumbangsih siluet menambah sejuk tuk menatapnya.
Tepatnya ketik tulisan ini turut terkagum-kagum atas potret itu.
Potret si pembuat Palm Sugar Milk saat itu, mempesona.
[Maret 2024]
<
Baik kopi maupun pembuatnya, rasa dan nuansa bagi penikmatnya, tak habis satu dudukan pada segelas kopi itu sendiri. Sendiri saja dibuat menyerah menyingir, apalagi bersama, tak terkira ramai damai nya. Pun susah, resah, gundah, bagi penikmat yang sampai pada istimewahnya sebuah seduhan kopi. Dibuatnya buyar terurai, paling tidak berjarak sejenak dengan bias abu dunia yang penuh kejutan. Mereka yang telah sampai pada kenikmatan cangkir kopi nya, adalah sebagian orang beruntung di dunia, yang telah menikmati dunia terkini dan jalan masa depan, dengan ramu seduhan kopinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H