Maka dari itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah perubahan iklim ini adalah penerapan pola reduksionisme penurunan skala produksi dan konsumsi. Penerapan pola ini kiranya tidak dipandang sebagai kemunduran melainkan kehormatan dan penghargaan kita terhadap lingkungan hidup dan generasi yang akan datang.
Selain penerapan reduksionisme, perlu juga upaya untuk beralih dari sumber energi yang tidak dapat diperbaharui ke EBT. Sebab penggunaan energi yang tidak dapat diperbaharui secara terus menerus akan mengganggu keseimbangan ekologis karena jumlahnya yang terbatas. Menghadapi sumber energi yang terbatas, Wiliam Hugendjik secara ekstrem mengajukan adanya gerak kontraksi terhadap petumbuhan produksi di seluruh dunia.
Jalan keluar dari penerapan reduksionisme dan peralihan ke EBT yakni menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam menata suatu negara. Pola pembangunan berkelanjutan ini menempatkan manusia dan alam dalam kedudukan yang sejajar, manusia sebagai mahluk yang berkembang dengan pemikirannya patut menjadi penanggungjawabnya untuk memastikan manusia dapat hidup bersama dengan lingkungan, pun sebaliknya.
Dan yang terakhir adalah mengarusutamakan kemiskinan sebagai isu sentral yang segera diselesaikan, sebab persoalan kemiskinan dan ketimpangan redistribusi pendapatan menjadi variabel utama yang sangat signifikan terhadap problema lingkungan hidup. Permasalahan ini sering terjadi di negara-negara yang menggantungkan kehidupannya terhadap sumber daya alam, salah satunya Indonesia.
Forum COP26 yang diisi oleh para cendekia tentu akan menghasilkan solusi yang jauh lebih konkret untuk menghasilkan solusi terhadap perubahan iklim yang kian lama kian tak terbendung. Maka, sangat patut dinantikan komitmen dari 197 negera peserta COP26 terutama Indonesia pasca pertemuan tersebut untuk menjaga dan menyelamatkan bumi yang akan kita warisi pada generasi berikutnya.
Mengakhiri tulisan ini, saya mengutip pernyataan tokoh reformis dari India, Mahatma Gandhi yang menyatakan, bumi ini cukup untuk tujuh generasi, tetapi tidak cukup untuk tujuh orang serakah" kiranya manusia serakah yang dimaksud oleh Mahatma Gandi tidak pernah ada dan terlahir sehingga bumi dapat kita wariskan dengan baik bagi generasi berikutnya.
Alboin Samosir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H