Mohon tunggu...
Alboin Samosir
Alboin Samosir Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Belajar dan Berjuang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Realita Sosial-Kemanusiaan di Balik Film Squid Game

20 Oktober 2021   01:01 Diperbarui: 20 Oktober 2021   10:45 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca dirlis 17 September 2021 film asal Korea Selatan yang berjudul 'Squid Game' sukses menyita perhatian public. Film bergenre thriller dan survival game ini sukses menduduki peringkat kedua dari seluruh jajaran series Netflix di seluruh dunia. Squid Game saat ini berada di daftar teratas dari seluruh drama korea yang tayang di Netflix. Film ini ditulis dan disutradarai oleh Hwang Dyok Hyuk.

Film ini bercerita tentang 456 orang yang mengikuti permainan demi memperebutkan hadiah sebesar 45,6 milion won atau sekitar 546 miliar rupiah. Mereka yang mengikuti -permainan ini berasal dari latar belakang yang berbeda namun dihadapkan pada permasalahan yang sama yakni, membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Dikarenakan kebanyakan dari mereka sedang terlilit utang.

Seong Gi Hun  merupakan salah satu peserta yang ikut dalam permainan ini, dia sekaligus sebagai pemeran utama dalam film ini. Seong Gi Hun berasal dari keluarga yang sangat sederhana yang tinggal disudut ibu kota seoul. Dia terpaksa bercerai dengan istri dikarenakan alasan ekonomi. Sementara dia juga harus membantu ibunya yang sedang sakit.

Untuk mendapatkan hadiah yang sudah dijanjikan oleh penyelenggara ke 456 orang ini harus melewati 6 permainan. Permianan yang mereka mainkan merupakan permainan tradisional Korea Selatan yang sering dimainkan oleh anak kecil.

Sekilas tidak ada masalah dengan permainan ini, hingga mereka mengikuti permainan yang pertama. Dalam permainan ini setengah dari jumlah mereka meninggal dunia akibat gagal mengikuti petunjuk permainan. Inilah yang membuat mereka tidak menyangka, ternyata tereleminasi yang dimaksud pada saat mendaftar yakni dieksekusi mati.

Banyaknya yang meninnggal pada permainan yang pertama, para peserta memutuskan untuk berhenti, sesuai kesepakatan dalam perjanjian apabila mayoritas tidak setuju permainan dilanjutkan, maka permainan dapat dihentikan. Akhirnya, penyelenggara sepakat untuk menghentikan permainan.

Para peserta yang sebelumnya mengikuti permainan, akhirnya dikembalikan ke tempat masing-masing. Mereka Kembali ke reallita hidup yang dipenuhi dengan rasa frustasi akibat terlilit hutang. Seong Gi Hun harus menghadapi realita dimana selain terlilit utang yang besar, dia juga tidak bisa membawa ibunya untuk berobat, Cho Sang Woo yang terlilit hutang besar akibat kehilangan sahamnya, Kang Sae Byeok yang membutuhkan banyak uang untuk menyelamatkan ibunya dan adiknya yang harus tinggal di panti asuhan.

Dihadapkan kepada realita yang begitu sulit dan harus segera membayar hutang akhirnya mereka memutuskan menerima kembali undangan permainan tersebut.  Dari 201 peserta yang tersisa pada permianan pertama, sebanyak 187 pemain memutuskan ikut Kembali. Alasan mereka Kembali sudah bisa ditebak, yakni berharap memenangkan pertandingan untuk segera membayar lunas utang yang sudah menggunung

Diluar keenam permainan yang sudah disediakan oleh penyelenggara, terdapat kejadian dimana diantara para pemain saling membunuh satu sama lain, hal ini dikarenakan minimnya pasokan makanan dan minuman yang disediakan. Hingga salah satu peserta tertua dalam permainan itu bersuara untuk meminta kepada seluruh peserta untuk berhenti membunuh satu sama lain, akhirnya mereka pun berhenti melakukannya.

Secara tidak langsung kejadian ini mengingatkan kita pada kehidupan yang nyata bahwa sering sekali terjadi Tindakan kejahatan yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya demi mempertahankan hidupnya. Pembunuhan bermotif ekonomi dan utang.

Pada permainan ketiga para pemain untuk membentuk kelompok sebanyak 10 orang, permainan yang dimainkan adalah permainan Tarik tambang, sebuah permainan yang sering dimainkan di Indonesia terlebih Ketika ada event17 agustus.

Seperti pada permainan sebelumnya akan ada yang gugur ditiap pertandingannya, hal yang sama pun terjadi di permainan ini, bedanya dalam permainan ini mereka yang kalah dalam Tarik tambang akan langsung terjatuh dari ketinggian.

Sekali lagi dalam permainan tarik tambang ini, kita diperlihatkan bagiaimana sesama manusia harus membunuh sesamanya. Kejadian inj mengingatkan saya pada sebuah kata-kata yang berasal dari Yunani kuno yang mengatakan, "Homo Homini Lupus" yang artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya, sekaligus menegskan, "Belium Omnium Contra Omnes, yang berarti perang dari sesame melawan sesama.

Dalam permainan ini juga ditunjukkan bahwa ternyata permainan yang mematikan ini digunakan untuk menghibur segelintir orang yang menganggap kematian seseorang menjadi sesuatu yang menyenangkan. Mereka rela merogoh kocek dengan nominal yang luar biasa besar untuk menyenangkan hasaratnya. Tampak raut wajah bahagia dari para konglemerat ini melihat puluhan orang mati terkapar.

Di akhir permainan hanya tersisa dua orang, yakni Soeng Gi Hun dan Cho Sang Woo. Keduanya adalah dua sahabat yang sedari kecil sudah berteman, namun dengan latar belakang yang berbeda. Soeng Gi Hun hanyalah soerang frelance yang tingkat pendidikannya sangat rendah, sedangkan Cho Sang Woo adalah orang dengan latar belakang Pendidikan tinggi di universitas ternama. Namun, keduanya dihadapkan pada masalah yang sama yakni utang.

Sebagai penentu pemenang mereka memainkan squid game atau dalam permainan di Indonesia ini dikenal sebagai gobak sodor. Dilakukan diatas sepetak tanah, batas menang atau kalahnya ditentukan oleh gambar yang berbentuk cumi-cumi. Permainan ini dibagi dua yakni, penyerang dan bertahan. Penyerang dapat dikatakan menang apabila berhasil melintas ujung garis cumi-cumi tersebut. Sementara yang bertahan dapat dikatakan menang apabila berhasil mengeluarkan penyerang dari daerah tersebut.

Di tengah derasnya hujan diantara mereka berdua saling baku hantam satu sama lain, Soeng Gi Hun yang hamper terbunuh dapat membalikkan keadaan. Disaat akan memenangkan permainan Soeng Gi Hun memutuskan berputar arah dan meminta permainan dihentikan. Disaat dia ingin menolong Cho, ia menolak dan memutuskan untuk bunuh diri. Dengan berlinang air mata, Soeng Gi Hun akhirnya memenangkan permainan.

Soeng Gi Hun dikembalikan ke tempat biasa dia hidup. Setiba dirumah dia segera mencari ibunya, ternyata dia menemukan ibunya sudah meninggal dunia, sepertinya ibunya telah meninggal saat dia mengikuti permainan tersebut.

Setahun berselang, Soeng benar-benar tidak menggunakan uang tersebut, dia masih saja dihantui rasa bersalah dan merasa hidupnya tidak berguna, hingga dai bertemu dengan seorang tua yang bermain bersamanya yang ternyata sosok dibalik permainan mematikan tersebut.

Menurut si Kakek alasan dia melakukan permainan tersebut hilangnya rasa kemanusian terhadap sesamanya sembari menunjuk seorang mabuk dipinggir jalan yang akan kedinginan karena tidak akan yang menolang dia. Si kakek beranggapan manusia itu seperti kuda yang layak untuk dipertaruhkan. Manusia terlalu memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan banyak disekitarnya yang harus ditolong, maka dia menginisiasi permainan ini untuk menolong orang-orang yang susah.

Secara tidak langsung film ini ingin meneyampaikan kekayaan berlebih yang dimiliki oleh sesoerang melahirkan obsesi yang berlebihan, dengan kakayaan berlebih yang dimiliki para konglemerat ini mereka tak sungkan untuk menghabiskan uang banyak untuk melihat manusia saling membunuh satu sama lain, terlebih diantara mereka masih ada ikatan persaudaraan.

Hal ini tentu saja berbanding terbalik dengan kehidupan para peserta yang dalam riwayat hidupnya senantiasa dililit utang untuk dapat bertahan hidup. Bertarung dengan mekanisme pasar yang sejatinya merugikan mereka dan hanya akan menguntungkan para kaum pemodal.

Melalui film ada banyak realita dan pelajaran hidup yang bisa kita dapatkan. Kekayaan yang hanya dimiliki oleh segelintir orang dan kerasnya kehidupan dapat menjadi gambaran dalam dunia nyata yang juga dihadapkan dengan problema yang sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun