Mohon tunggu...
Albi Faqih
Albi Faqih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

anak baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Antara Teori Sosiologi Komunikasi dengan Kejadian G30S PKI

8 Juli 2024   02:48 Diperbarui: 8 Juli 2024   04:13 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Muhammad Albi Faqih

NPM : 22010400184

Dosen Pengampu : Drs, Donny Kurniawan, M.I.Kom

Tugas UAS Sosiologi komunikasi

Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965 adalah salah satu momen paling kontroversial dalam sejarah Indonesia. Pada saat itu, Jenderal Abdul Haris Nasution, yang merupakan tokoh militer terkemuka pada masa itu, menjadi salah satu korban dari peristiwa tersebut. Dalam artikel feature opini ini, kita akan menggali lebih dalam tentang peran A.H. Nasution dalam G30S PKI dan mencoba mengaitkannya dengan teori sosiologi.

Sebagai seorang pemimpin militer yang berpengaruh, Nasution memiliki banyak pengalaman dan pengaruh dalam membangun dan mempertahankan stabilitas politik dan sosial di Indonesia. Namun, peristiwa G30S PKI mengguncang fondasi negara dan menyebabkan kekacauan sosial yang luar biasa. Bagaimana kita dapat memahami peran Nasution dalam konteks sosiologis

Teori sosiologi yang relevan untuk mengkaji peristiwa ini adalah teori konflik. Teori ini menekankan bahwa konflik sosial adalah bagian alami dari masyarakat dan kehidupan manusia. Dalam konteks G30S PKI, konflik sosial terjadi antara pihak militer yang dipimpin oleh Nasution dan gerakan komunis yang dipimpin oleh PKI. Salah satu faktor yang dapat dikaitkan dengan konflik ini adalah ketidaksetaraan sosial dan politik. PKI, sebagai partai komunis, memiliki visi egalitarianisme di mana mereka berusaha mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Namun, visi ini bertentangan dengan kepentingan elit militer dan politik yang ada saat itu.

Konflik juga dapat dipahami melalui lensa kekuasaan dan kontrol. PKI saat itu memiliki basis massa yang kuat dan merupakan partai politik terbesar di Indonesia. Hal ini membuat militer khawatir akan kehilangan kendali dan kekuasaan mereka. Nasution, sebagai salah satu tokoh militer terkemuka, merasa perlu untuk melindungi kepentingan dan stabilitas negara dengan menghadapi ancaman yang dirasakan dari PKI.

Dalam Teori Tindakan Komunikatif, Habermas menekankan pentingnya pemahaman bersama dan proses diskursif dalam mencapai kesepahaman. Dalam konteks G30S PKI, tindakan komunikatif yang dilakukan oleh A.H Nasution dan pemerintah saat itu dapat dilihat sebagai upaya untuk mencapai pemahaman bersama tentang ancaman yang dihadapi oleh negara dan untuk memobilisasi dukungan dari masyarakat.

Teori Dramaturgi, yang dapat dikaitkan dengan peristiwa G30S PKI dan peran A.H Nasution dalam beberapa aspek. Teori ini menggambarkan kehidupan sosial sebagai panggung sandiwara, di mana individu memainkan peran tertentu untuk mencapai tujuan tertentu dan memberikan kesan yang diinginkan kepada penonton. Dalam konteks G30S PKI, teori dramaturgi dapat dilihat sebagai cara untuk memahami peran yang dimainkan oleh individu dan kelompok dalam peristiwa tersebut. A.H Nasution, sebagai seorang jenderal dan tokoh penting dalam pemerintahan saat itu, dapat dipandang sebagai aktor yang berperan dalam pertunjukan kehidupan sosial. Ia berusaha memainkan peran yang mempertahankan stabilitas dan melawan ancaman yang dihadapi oleh negara.

Teori komunikasi simbolik menyoroti pentingnya simbol, bahasa, dan interaksi dalam membentuk makna dan identitas sosial. Dalam kasus Nasution, perannya dalam menyampaikan narasi tentang bahaya PKI dan pentingnya kesatuan nasional melalui pidato dan komunikasi publik memainkan peran penting dalam memobilisasi dukungan publik terhadap tindakan militer untuk menjaga stabilitas. Komunikasi simbolik membantu memahami bagaimana Nasution menggunakan simbol dan bahasa untuk mempengaruhi persepsi publik dan membangun konsensus tentang langkah-langkah yang harus diambil

Teori pertukaran sosial juga menyoroti pentingnya perhitungan biaya dan manfaat dalam hubungan sosial. Dalam konteks G30S PKI, A.H Nasution dan pemerintah harus mempertimbangkan biaya pengorbanan yang mereka lakukan, seperti risiko keamanan dan potensi konflik, serta manfaat yang mereka harapkan, seperti pemeliharaan stabilitas dan kekuasaan.Selain itu, teori ini juga menekankan pentingnya hasil dalam pertukaran sosial. Dalam konteks G30S PKI, hasil yang diharapkan oleh A.H Nasution dan pemerintah adalah pemeliharaan stabilitas dan kekuasaan negara, sementara hasil yang diharapkan oleh kelompok pemberontak adalah penggulingan pemerintahan yang ada. Pertukaran ini mencerminkan perbedaan tujuan dan kepentingan antara kedua belah pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun