Mohon tunggu...
Albi Abdullah
Albi Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Ex Philosophia Claritas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Refleksi Pandemi: Tentang Paradoks Rasionalitas Teknologi dan Penghadiran Nilai

29 September 2020   20:35 Diperbarui: 30 September 2020   07:35 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dunia diguncang oleh makhluk mikroskopis berukuran diameter 400-500 mikrometer yang dampaknya menyentuh berbagai sektor kehidupan manusia. Dimulai dengan kebiasaan menggunakan masker, dituntut untuk rajin mencuci tangan, mengurangi tingkat interaksi, menjaga jarak antar individu dan hal lainnya. Berbagai sektor ekonomi terpaksa menghentikan aktivitasnya, tak sedikit pula yang merumahkan pegawainya. 

Ritual keagamaan bahkan tidak bisa leluasa melaksanakan ritualnya karena larangan untuk berkerumun. Sektor pendidikan dengan terpaksa mengubah metode pembelajarannya dari yang biasa tatap muka, kini harus dilakukan via daring dalam ruang-ruang virtual. Tentu itu hanya sebagian kecil fakta yang diungkapkan terkait dampak dari virus Covid-19. 

Melihat fakta bahwa sebagian besar aspek kehidupan mengalami perubahan akibat dari pandemi ini, menurut saya ada pemaknaan-pemaknaan baru yang menarik untuk diangkat dan didiskusikan. 

Pemaknaan ini meskipun berkecenderungan subjektif, namun bukan menjadi halangan untuk diutarakan, melainkan memberikan pandangan yang mendalam terkait fenomena ini.

 Pandangan yang mungkin bisa menjadi kritik tersendiri bagi kita pribadi, pandangan yang menjelaskan tantangan ke depan atau pun sebuah argumen penuh harapan. 

Dalam pandangan seorang filsuf bernama Herbert Marcuse modernitas telah membawa masalah dengan rasionalitasnya. Rasio yang semula bertujuan menjadikan manusia berani berpikir otonom, melayani manusia dan menghasilkan berbagai kemanfaatan, justru kini malah menyerang balik manusia itu sendiri. 

Realitas masyarakat hari ini yang dalam istilah Marcuse bernama masyarakat teknologi memiliki kecenderungan dibuat butuh oleh sistem produksi yang menghasilkan kebahagiaan dan teknologi yang bergerak diluar kontrol manusia membuat manusia pengalami disparitas ekonomi yang tajam dan dampak yang paling mengkhawatirkan adalah manusia mengalami alienasi.

 Kerja yang awalnya bertujuan  untuk memenuhi kebutuhan atau aktualisasi diri, kini malah sebatas memenuhi hasrat konsumsi. Struktur manusia yang sejatinya memiliki aspek rohaniah kini mulai tergeser bahkan hilang karena manusia lebih mementingkan kebutuhan badaniahnya. 

Masyarakat teknologi bertumpu pada rasionalitas teknologi yang mengedepankan efisiensi, produktifitas, dan perhitungan untung rugi. Imperium citra dihasilkan demi memenuhi kebutuhan pasar akhirnya berimplikasi pada penurunan manusia yang sebatas makhluk yang intens mengonsumsi symbol. 

Paparan di atas telah menjelaskan disoerintasi rasionalitas yang dibawa abad pencerahan beserta dampak disorientasinya pada manusia. Namun jika menarik relevansinya dengan keadaan pandemi hari ini kita akan menemukan perspektif lain tentang rasionalitas teknologi, semacam sebuah paradox.

Sebagian besar manusia di era pandemi ini telah menyadari bahwasannya ia harus meminimalisir interaksi dan kerumunan, bahkan lebih baik jika mengisolasi diri. Salah satu upaya untuk memutus penyebaran virus ini adalah berdiam di rumah, namun bukan berarti diam tanpa melakukan apa-apa bukan? 

Kita masih perlu melakukan pekerjaan dan melakukan interaksi. Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan dan interaksi tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya peran teknologi. 

Pendidikan misalnya, untuk melakukan pembelajaran membutuhkan aplikasi virtual, dan masih banyak contoh lain yang menunjukan peran teknologi di masa pandemi ini. Disorientasi yang terjadi pada rasionalitas modern jika disejajarkan dengan konteks pandemi ini akan menemukan paradoksnya. Karena pada saat bersamaan teknologi mengancam manusia dan memberikan manfaat untuk manusia.

Guna menyikapi paradox tersebut, menurut saya perlu adanya nilai yang dihadirkan kembali, apalagi kaitannya dengan modernitas yang mengalami krisis nilai.  Kemajuan yang dibawa modernitas harus dibayar dengan terpinggirkannya nilai moral dan agama. 

Nilai moral atau nilai agama yang dipegang individu akan berguna untuk mengoperasionalkan teknologi sesuai kadarnya. Rasionalitas teknologi yang mencirikan imperium citra misalnya, tak sedikit orang mudah terpengaruh oleh citraan yang ditawarkan pasar untuk menarik konsumen, yang pada akhirnya individu terjebak dalam konsumerisme. 

Nilai moral dan agama yang mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam membeli sesuatu berguna untuk mengurangi dampak imperium citra tadi.  Apalagi dalam konteks pandemi seperti ini, nilai yang diyakini individu bisa menghasilkan kegiatan solidaritas umtuk mereka yang terdampak pandemi.

Untuk cakupan yang lebih luas nilai yang dipegang oleh individu bisa mengantisipasi fenomena dikontrolnya seorang manusia oleh teknologi, ia tidak akan terasing dari kemanusiannya dan ia juga tidak tereduksi dalam kendali teknologi. Mungkin ucapan ini memiliki kecenderungan simplifikasi, namun bukan berararti kits bisa abaikan begitu saja, bahwa nilai yang diiyakini individu bisa mengatasi paradox rasionalitas teknologi. 

Dengan laju perkembangan zaman yang tak terbendung, dengan segala teknologi canggih yang dihasilkannya, manusia mau tidak mau harus menerimanya, alih-alih menyangkalnya. Namun kemajuan teknologi tidak hanya hadir untuk memenuhi kebutuhan manusia, sesekali ia bisa mengancam eksistensi manusia, maka di titik inilah nilai moral dan agama menemukan peranan utuk memberikan batasan-batasan demi mencegah terjadinya disoerientasi teknologi.  

     

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun