Mohon tunggu...
Albi Abdullah
Albi Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Ex Philosophia Claritas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hey, Hidup Hanya Numpang Ketawa: Belajar dari Jason Ranti dan Heraclitus

4 Juni 2020   06:52 Diperbarui: 4 Juni 2020   06:58 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hey hidup hanya numpang ketawa...

Apakah pernah mendengar penggalan lirik di atas?. Bagi pendengar setia musik indie tentu sudah tak asing dengan penggalan lirik tersebut. Ya, lirik itu merupakan lirik lagu milik Jason Ranti yang berjudul Sekilas Info. Penggalan liriknya lugas dan sederhana bahkan tak berisi apa-apa, tapi ketika kita membedahnya lebih dalam lagi, akan kita temukan hal baru didalamnya. Hal yang mungkin jarang terpikirkan oleh orang lain atau bahkan tidak pernah. Tentang bagaimana kehidupan bekerja lalu bagaimana menyikapinya.

Jason Ranti dan Heraclitus

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Jason Ranti dan Heraclitus, saya ingin memberikan sedikit gambaran tentang Heraclitus.
Heraclitus merupakan filsuf yang tergolong pra-sokratik yang lahir pada 540 SM dan meninggal pada 480 SM. Heraclitus dikenal sebagai seseorang yang suka menyendiri, orang-orang menjulukinya sebagai the obscure (pikirannya rumit) dan cenderung misantropik atau menganggap mayoritas orang di sekitarnya bodoh.

Pikiran utama dari Heraclitus adalah tentang perubahan. Panta rhei kai uden menei yang artinya segala sesuatu mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tetap. Bagi Heraclitus tidak ada yang tetap dan satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri.

Mungkin kita sering mengalami perasaan yang selalu berubah-ubah, sikap orang lain yang tiba-tiba juga berubah, realitas yang selalu berubah dan jika kita cermati tentu banyak sekali hal yang berubah. Kita selalu dituntut untuk merencanakan sesuatu dengan matang atau kita dituntut untuk memiliki tujuan tertentu, namun apa daya terkadang kenyataan berkata sebaliknya, alhasil terciptalah perubahan-perubahan rencana atau tujuan yang sudah kita tentukan. Seandainya rencana atau tujuan tersebut tidak berubah, pasti perasaan kita tetap mengalami perubahan.

Hidup memang sebercanda itu. Kita dihadapkan dengan banyak perubahan yang berada diluar kendali kita. Jika kita cermati kembali, kebanyakan rasa kecewa dan sedih adalah konsekuensi dari proses perubahan-perubahan tersebut, maka memahami hidup yang selalu berubah, merupakan salah satu upaya meminimalisir rasa kecewa dan sedih.

Upaya meminimalisir itu bisa dilakukan dengan cara menertawakannya. Bukan tertawa yang diartikan secara tekstual, tetapi tertawa yang diartikan secara simbolik dan maknawi. Tertawakanlah perubahan-perubahan yang berada diluar kendali kita. Sebagai contoh, saya memiliki tujuan untuk masuk ke universitas ternama, belajar dan latihan soal selalu dilakukan setiap hari, ketika hari test tiba saya menaklukkan soal dengan mudah dan yakin akan diterima. Namun ternyata, hasil tak sesuai harapan, saya ditolak dari universitas yang didambakan.

Berubahlah perasaan saya dari semula optimis menjadi penuh kekecewaan. Manusia lupa bahwa kita diberikan kebebasan, kesempatan, dan pilihan untuk menyikapi hal-hal yang tak sesuai harapan. Alih-alih dirundung kesedihan, lebih baik saya menertawakan kenyataan yang terjadi.

Ini berkaitan dengan pikiran utama berikutnya dari Heraclitus yaitu tentang harmoni dan oposisi. Harmoni lahir dari dua hal yang bertentangan. Rasa kenyang timbul karena ada rasa lepar, rasa bahagia muncul karena sebelumnya melalui menderitaan, rasa sehat muncul karena ada rasa sakit, dan berbagai macam pertentangan lainnya.

Rasa kenyang akan bernilai lebih ketika kita pernah merasakan rasa lapar, kita bisa mensyukuri kesehatan jika sebelumnya pernah merasakan sakit, kita bisa merasakan nikmatnya beristirahat karena sebelum merasakan kelelahan. Rasa kecewa ketika saya tidak diterima oleh universitas adalah langkah awal supaya bisa menikmati keberhasilan kelak.

Mengejutkan bukan? Hidup bergerak penuh perubahan dan pertentangan. Jadi marilah kita tertawakan. Seandainya saya tidak bisa menertawakan kegagalan yang dialami, depresi dan berbagai penyakit psikis lainnya akan datang menghantui, bahkan bunuh diri!.

Ungkapan bahwa kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, setelah kegagalan pasti Tuhan menciptakan rencana yang lebih baik, adalah ungkapan yang bukan omong kosong bila kita memakai perspektif harmoni dan oposisi.

Perubahan dan pertentangan merupakan hal yang niscaya, bahkan sebagian besar hidup manusia didominasi olehnya. Dari perubahan dan pertentangan itulah muncul beragam masalah yang menimpa manusia. Kebebasan mutlak ada pada diri kita tentang bagaimana kita akan menyikapinya. 

Apakah dengan dipenuhi rasa kecewa? Atau dengan menertawakannya? Kecewa memang bukan hal yang terlarang, perasaan wajar sebagai manusia, hanya saja jangan sampai terpenjara olehnya. Menertawai masalah bukan berarti meremehkan, tetapi upaya mengatasi rasa sedih, mengatasi rasa kecewa, dan mencoba melihat makna dibaliknya.

Jika hidup ini penuh perubahan dan pertentangan yang menjadi penyebab masalah manusia dan kita memilih tertawa untuk menyikapinya, jadi apakah benar hidup hanya numpang ketawa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun