Mohon tunggu...
Albi Abdullah
Albi Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Ex Philosophia Claritas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Teologi Pembebasan Hassan Hanafi: Titik Temu Islam dan Marxisme?

29 Desember 2019   16:25 Diperbarui: 29 Desember 2019   16:23 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hassan Hanafi memang menyebutkan bahwa ia mengambil semangat nilai praksis Marxisme untuk merealisasikan tujuannya, tidak hanya sekedar teori untuk melakukan perubahan tetapi diiringi praktek. Pepatah Arab pernah mengatakan "ilmu tanpa amal bagai pohon tak berbuah".

Soekarno dalam konsep Marhaenisme nya meraih simpati kaum Marxis yang sama-sama anti kolonial anti barat. Begitupun Hassan Hanafi, dengan proyek oksidentalisme ia menjukan watak anti baratnya. Oksidentalisme adalah kajian tentang dunia barat dari segala aspeknya.

Oksidentalisme membongkar slogan-slogan barat seperti liberalisme, kapitalisme, dan  rasionalisme yang sebagian ditentang juga oleh kaum Marxis.Dengan paham liberalisme dan rasionalismenya, barat dengan mudah menghegemoni bangsa timur dengan propaganda bahwa timur banyak dipenuhi oleh sifat-sifat takhayul. Implikasinya adalah, menghasilkan wajah kolonialisme baru yang semula eksploitasi fisik kini berubah menjadi eksploitasi pikiran, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.

Struktur sosial kita terhegemoni seolah bahwa yang superior adalah barat yang semata-mata mata benar adalah barat. Sistem ekonomi kita akhirnya samar-samar terlihat seperti kapitalis atau bahkan sudah menjadi kapitalis. Kapitalisme tidak pernah sesuai dengan ajaran Islam, Islam melarang penimbunan kekayaan, Islam memerintahkan untuk selalu berbagi bila mempunyai kelebihan materi, bahkan wajib melakukannya setahun sekali. Dalam upaya merealisasikan keadilan Islam memiliki semangat yang sama dengan kaum Marxis, sama-sama berontak terhadap kapitalisme.

Oksidentalisme hadir bukan tanpa alasan, melainkan sebagai antitesis orientalisme. Dengan orientalismenya barat kerap kali menjadikan timur sebagai objek kajian dan sebagai bangsa inferior, sehingga tak jarang muncul berbagai stigma buruk tentang dunia timur. Jika kita lacak kembali epistemologi rasionalisme yang diagungkan barat yang berasaskan semangat demitologisasi, justru sekarang malah menjadi mitos baru apalagi dengan semakin berkembangnya sains modern. Rasionalitas hanya sebatas mengkaji fakta tidak sampai pada esensinya maka tak jarang yang ada hanya melahirkan dehumanisasi.

Ada baiknya kita menjalankan agama secara 'kaffah' secara keseluruhan, tidak sebatas pada ritus peribadatan tetapi ritus peribadatan sosial supaya terhindar dari kepincangan keagamaan. Mewujudkan keadilan dan kesejahteraan merupakan amanat Tuhan yang diberikan kepada manusia sebagai khalifah. Jika agama dijalankan semacam ini Karl Marx akan berpikir kembali prinsipnya yang mengatakan bahwa agama adalah candu. Islam adalah agama yang menyentuh segala kompleksitas kehidupan, tinggal kita yang menghidupkan gairahnya.

Dalam tulisan ini juga saya menawarkan perspektif baru bahwanya Islam bukan agama yang kaku, jika kita melacaknya justru masih banyak kesamaan antara Islam dan Marxis, meskipun deras stigma yang beredar bahwa kaum Marxis adalah anti agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun