Akibat dari hukum-hukum tersebut, manusia mulai memutar otak mereka untuk menciptakan hal yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi dunia, seperti "tenaga nuklir". Dilansir dari wikipedia, kini tenaga nuklir ikut menghasilkan hampir 6% dari seluruh kebutuhan energi dunia, dan 13-14% di antaranya digunakan untuk kebutuhan listrik dunia. Hal inipun diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman.
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin hari semakin "mengagumkan", dan pada saat yang sama juga "mengerikan". Contohnya pengembangan neuralink yang dilakukan Elon Musk, yaitu sebuah teknologi micro chip yang dipasangkan pada otak untuk mengobati berbagai penyakit seperti skizofrenia dan autisme yang dianggap akan menjadi terlalu berbahaya untuk diciptakan karena akan adanya faktor kecenderungan untuk disalahgunakan jika tidak digunakan oleh para tenaga medis.Â
Ada juga pengembangan sel punca (stem cell) yang dapat digunakan untuk melakukan kloning makhluk hidup dan sudah dilakukan pada seekor domba bernama dolly pada tahun 1996 yang kemudian mati pada tahun 2003 dan menyebabkan pengembangan ini dihentikan karena banyak orang yang menentang penelitian ini dengan alasan ketidak etisan dalam penggandaan makhluk hidup.Â
Bahkan baru-baru ini, ada juga penelitian yang mengatakan bahwa plasma darah dapat digunakan untuk mengobati dan menyembuhkan covid-19, namun banyak orang yang mengkhawatirkan hal ini karena dianggap dapat dijadikan ladang perekonomian atau bisnis secara tidak bertanggung jawab oleh oknum-oknum tertentu.Â
Seperti yang bisa dilihat, perkembangan-perkembangan teknologi tersebut menjadi terhambat karena adanya hukum yang kurang kuat, kurang tegas, kurang adil, kurang fleksibel, serta kurang lengkap dan kurang kompleks dalam mengadili permasalahan perkembangan teknologi ini.
Setelah melihat perkembangan teknologi di dunia, sekarang kita akan melihat perkembangan teknologi dalam negeri, Indonesia. Contoh yang paling sederhana adalah penggunaan hewan kerbau oleh para petani untuk membajak sawah yang kini telah berganti menjadi mesin traktor yang lebih efisien dan tidak memakan banyak waktu.Â
Selain itu, munculnya banyak perusahaan-perusahaan rintisan (start-ups) yang telah membuka jalur perekonomian digital Indonesia agar bisa lebih mengglobal, hal ini dibuktikan dengan adanya 6 perusahaan rintisan yang berstatus unicorn, yaitu perusahaan rintisan yang memiliki nilai valuasi mencapai lebih dari 1 miliar USD, diantaranya seperti Tokopedia, JD.ID, OVO, Bukalapak, Traveloka, dan Gojek.Â
Dan juga, mulai meluasnya jaringan 4G yang bahkan sekarang ini dikatakan sedang dalam proses pengembangan menjadi jaringan 5G. Penggunaan gawai-gawai dan peranti-peranti canggih seperti drone dan penggunaan cahaya hologram pada upacara pembukaan Asian Games 2018 di Indonesia yang menyita perhatian dunia juga telah membuktikan bahwa perkembangan teknologi di Indonesia dapat dikatakan cukup pesat.
Lalu bagaimana dengan perkembangan hukumnya? Di Indonesia sendiri hukum sudah mengalami banyak perubahan dan perkembangan, contohnya adalah kemunculan UU ITE yaitu undang-undang yang mengatur tentang informasi dan transaksi elektronik, serta teknologi informasi secara umum.Â
Hal ini juga ditandai dengan adanya Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) yang merupakan satuan kerja Bareskrim Polri yang bertugas untuk melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan siber seperti computer crime (kejahatan yang menggunakan komputer sebagai alat utama) dan computer-related-crime (kejahatan yang menggunakan komputer sebagai alat bantu).
Perkembangan teknologi yang pesat ini tentu saja selalu dilakukan dengan tujuan utama yang positif dan bermanfaat. Namun, sama seperti perkembangan teknologi di dunia, perkembangan teknologi di Indonesia yang cukup pesat ini tentunya banyak memiliki pro dan kontra.Â