Mohon tunggu...
Albert Wijaya
Albert Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Follow my Twitter : @daridebubintang

Follow my Twitter : @daridebubintang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan Seorang Millenial: Soe Hok Gie (Otentisitas, Keberanian Hidup, dan Gunung)

15 November 2018   14:12 Diperbarui: 3 Juli 2019   22:50 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, otentisitas dan keberanian untuk menyuarakan yang benar tanpa kompromi adalah hal yang langka dalam kehidupan kita hari ini. Kita lebih suka memoles diri kita supaya disukai orang lain. Kita lebih suka berdiam diri terhadap ketidakadilan yang sedang terjadi karena tidak mau terlibat dalam risiko yang akan menggangu keamanan dan kenyamanan kita.Kita bahkan lebih suka mengkompromikan kebenaran agar kita terhindar dari konfrontasi. Kiranya keberanian dan otentisitas Soe Hok Gie boleh menjadi panutan bagi kita sebagai generasi muda penerus bangsa.

Satu hal lagi yang menurut saya dapat dipelajari dan diteladani dari kisah hidup seorang Soe Hok Gie adalah kecintaannya terhadap naik gunung dan puisi. Bagi kita para millennial yang hidup di era Industry 4.0, teknologi, media sosial, online shopping, jalan-jalan ke mall dan ngopi di tempat yang hits dan cozy adalah hal-hal yang telah menjadi denyut nadi kita yang hidup di kota besar setiap hari. Memang tidak ada yang salah dengan semua itu karena zaman berubah dan kita harus senantiasa menyesuaikan diri dengannya. 

Namun yang bisa kita pelajari dari Gie adalah bahwa dunia ini bukan hanya tentang media sosial, mall dan tempat-tempat nongkrong yang cozy. Sangat sayang kalau masa muda kita hanya dihabiskan untuk hal-hal tersebut saja. Gie memang adalah seorang yang kecanduan untuk naik gunung. Dia bersama beberapa rekan-rekannya adalah penggagas dan pendiri Mapala di Universitas Indonesia. Berbagai puncak gunung di Pulau Jawa telah ditaklukkan oleh Gie dan koleganya. 

Di gunung pulalah, sisi-sisi romantisme dan sastra Gie meluap lewat puisi-puisi indah yang ditulisnya. Saya sendiri adalah pemula dalam soal mendaki gunung. Baru Gunung Papandayan dan Gede yang pernah saya coba daki. Namun saya sendiri merasakan bahwa naik gunung memang dapat menimbulkan kecanduan. Selain itu ada banyak nilai-nilai yang saya pelajari ketika naik gunung. Dengan naik gunung saya dapat mengagumi Pencipta saya lebih lagi. 

Di hadapan lembah-lembah yang megah saya menyadari betapa kecilnya saya di semesta ini. Memandangi langit malam di luar tenda yang dipenuhi jutaan (atau bahkan miliaran) bintang membuat hati saya kagum sekaligus hangat karena menyadari bahwa hidup saya yang begitu kecil dibandingkan luasnya jagat raya ini berarti dan berharga di hadapan Pencipta jagat raya ini. Naik gunung juga mengajarkan kepada saya tentang solidaritas, keberanian, kerja sama, persahabatan dan bahkan pengorbanan. 

Naik gunung bukanlah pekerjaan seorang diri melainkan kerja sama seluruh anggota pendakian. Saya sangat menyarankan kepada para generasi millennial yang membaca tulisan ini agar mencoba untuk mendaki gunung setidaknya sekali dalam seumur hidup. Karena di gunung kita bisa belajar banyak hal yang tidak kita dapatkan di tempat lainnya.

Saya mengakhiri tulisan ini dengan sepenggal bait dari puisi Soe Hok Gie yang berjudul Mandalawangi-Pangrango :

"Hidup adalah soal keberanian

Menghadapi yang tanda tanya

Tanpa kita bisa mengerti, Tanpa bisa kita menawar

Terimalah, dan hadapilah"

15 November 2018

Oleh Albert Wijaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun