Tak sampai di situ, 12 pemuda yang mengikuti gelaran PBSLI membuat gelar karya baru di bulan Agustus 1975 yang diberi tajuk Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB). Dalam artikel Tirto, pameran tersebut dibuat untuk memberi kesempatan seniman Indonesia menghasilkan karya tanpa harus berpatokan kepada pakem atau standar yang dianut dalam dunia seni.
Meski GSRB hanya eksis selama empat tahun, namun melalui gerakan ini, para pencetus tampaknya ingin menunjukkan bahwa seni dapat digunakan sebagai alat untuk menilai taraf kehidupan masyarakat dan sebuah negara.
Hikmah dari Desember Hitam
Lalu, seberapa penting peristiwa Desember Hitam bagi kita? Dari peristiwa ini, kita dapat belajar bahwa sesungguhnya setiap manusia berhak untuk menuangkan ide apapun menjadi sebuah karya yang memiliki pesan bagi khalayak.
Seni lukis dapat menjadi salah satu wadah untuk menyampaikan ide atau pendapat mengenai sebuah fenomena yang sedang berlangsung di tengah masyarakat. Selain itu, peristiwa ini juga memberi pesan bahwa seni bukanlah sesuatu yang kolot, melainkan dalam perkembangannya, perlu menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat.
Bagi kita kaum awam, nilai universal yang bisa kita ambil dari peristiwa Desember Hitam ini ialah siapapun memiliki kebebasan untuk mengekspresikan pemikiran dan menuangkannya dalam bentuk yang bebas.
Dan yang tak kalah penting, bagi generasi muda, peristiwa ini dapat menjadi pelajaran bahwa mereka bisa menjadi agen perubahan di tengah masyarakat dengan melakukan hal-hal yang kreatif dan mampu memecahkan permasalahan.
Semoga anda benar-benar bisa mengambil hikmah dari 'permenungan' Desember Hitam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H