Kami mencoba untuk merenungkan bersama pepatah inspiratif ini. "Enam bulan pertama setelah pernikahan, suami berbicara istri hanya mendengar. Enam bulan kedua setelah pernikahan, isteri berbicara, suami mendengar. Enam bulan ketiga setelah pernikahan, dua-duanya berbicara, tetangga yang mendengar." Pepatah ini dalam tafsiran kami, mau mengatakan bahwa kami mesti saling memberi porsi dalam berbicara dan menyediakan cukup waktu untuk mendengarkan.
Kami bisa saja cenderung menguasai dan mendominasi dalam pembicaraan sehingga absen menguasai diri untuk mendengarkan. Inilah tantangan yang kadang menyelimuti perjalanan keluarga kami juga keluarga-keluarga pada umumnya. Namun, kami sadari bahwa perkawinan yang tidak mengedepankan komunikasi hanya akan menguras banyak tenaga, pikiran dan usaha yang sebetulnya mulia tetapi akhirnya hilang sia-sia.
Kami lantunkan rasa syukur tak berhingga kepada Tuhan karena tanpa penyertaan dan campur tangan-Nya semua belum tentu berjalan seperti yang kami alami hingga hari ini (25/9/2023). Kami sadar, bahwa kami hanyalah alat di tangan Tuhan. Syukur atas hari istimewa ini. Syukur atas saling pengenalan, pengertian dan berani hidup dari hal-hal sederhana, namun prinsip. Kami menyadari bahwa, jika kami bisa mewujudkan surga di bumi, maka kami harus memulainya dari keluarga.
Kami saling berterima kasih sebagai suami dan istri. Sebagai anak dan orang tua. Kami terus membuka ruang untuk saling belajar satu sama lain. Kami yakin, kami mampu menemukan mutiara yang indah yang nantinya akan menjadi nilai yang berharga untuk dihidupi dalam keluarga kami. Kami percaya, dapat menjadi cermin bagi diri diri sendiri dan pasangan. Prinsipnya, kami boleh menjadi berkat bagi sesama.
Sebagaimana syair lagu yang didendangkan dalam sinetron 'Keluarga Cemara' karya Arswendo Atmowiloto kami menyadari bahwa tidak mudah mempertahankan keluarga sebagai "harta yang paling berharga, istana yang paling indah, puisi yang paling bermakna dan mutiara yang tiada tara". Semua itu dapat tercapai dalam sebuah proses komunikasi yang panjang.
Tawaran-tawaran dari luar yang hendak merusak harta berharga, justru menjadikan suasana istana yang indah jadi mencekam. Apalagi, puisi-puisi yang disajikan lebih banyak bernada penderitaan yang mewarnai setiap keluarga. Satu hal yang terus kami refleksikan adalah bahwa mutiara sebelum menjadi berharga, ia melewati proses yang menyakitkan agar nantinya menjadi mutiara yang indah.
Kami saling mengajak, untuk tetap saling setia dan tabah mengalami suka duka bersama, jatuh bangun bersama sambil membuka diri berproses, belajar membentuk diri melalui evaluasi dari waktu ke waktu. Kesalahan dan kelamahan adalah ruang menguji kembali komitmen untuk menemukan diri satu sama lain dalam diri pasangan. Sebuah proses pemurnian dan pembaruan sekaligus transformasi menuju sebuah misi pengudusan seorang akan yang lain.
Terima kasih Tuhan, terima kasih orang tua, terima kasih bapak dan mama saksi, terima kasih teman-teman, terima kasih keluarga, terima kasih tetangga dan terima kasih untuk semua yang telah menghadirkan banyak hal yang menantang. Semua pengalaman yang tersaji, kami rangkul dan jadikan sebagai guru agar terus mendidik kami untuk berproses menjadi lebih baik menuju kesempurnaan. Kami akan terus mengejarnya hingga mencapainya kelak. Terima kasih ama rela wulan dan ina tanah ekan. (*)
Â
Â
Â