Mohon tunggu...
AlbertusAP
AlbertusAP Mohon Tunggu... Buruh -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Awan Mendung

27 Juni 2016   16:01 Diperbarui: 27 Juni 2016   17:24 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cangkir kosong...

Tampaknya hari ini pun cuaca tidak menjadi semakin baik. Masih seperti kemarin, matahari masih enggan menyapaku pagi ini. Jutaan titik-titika air hujan beradu dengan atap seng restoran cepat saji ini dengan ganasnya menghasilkan orkestra alam yang gemuruh dan liar tak beraturan.  Suara berisik itu membangunkan ku. Rupanya aku tertidur di atas meja makan tanpa menghabiskan kentang gorengku. Cangkir dihadapanku masih tetap berada di tempatnya tanpa bergeser sedikitpun, dan tentu saja masih kosong. Ada kekosongan yang aneh setiap kali aku longok ke dalamnya. Sebuah kekosongan yang menjadikan cangkir itu sebuah cangkir. Mungkin tanpa kekosongan itu cangkir itu tidak akan disebut cangkir melainkan disebut dengan sesuatu yang sama sekali berbeda dengan cangkir. Jadi kurasa dalam batasan tertentu kekosongan tidak jelek juga. Paling tdiak begitualh pikirku. 

Seperti kekosongan yang kualami sekarang, atau lebih tepatnya kesendirian. Sendiri di dunia yang luas ini.  Paling tidak bisa kupastikan di kota ini hanya aku makhluk hidup yang bisa kutemui, entahlah dengan kota lain. Mungkin aku pelru memeriksa kota-kota terdekat segera untuk memastikannya. Aku sama sekali tidak mengerti mengapa aku mengalami semua ini, kekosongan atau kesendirian ini terasa terlalu banyak untuk ku tanggung sendiri. TIdak seperti kekosongan cangkir yang menjadikannya cangkir, aku sama sekali tidak mengerti kekosongan dunia ini. dan mengapa hanya ada aku yang mengisinya. Suatu misteri yang harus aku cari maksudnya segera apabila aku ingin keluar dari kegilaan ini. 

Tepat pukul 11 hujan diluar sudah mulai berhenti. Namun sang awan mendung masih bercokol di atas sana dengan gagahnya. Kemana gerangan matahari, apakah dia tak mampu mengusir bayangan awan mendung dengan sinarnya? Atau mungkin dia enggan untuk bersusah payah memberikan sinarnya untuk bumi yang kosong ini. Kembali kukendarai mobilku untuk memeriksa situasi di kota ini. Belajar dari pengalama kemarin tidak lupa aku bawa beberapa potong ayam dan kentang goreng bersamaku untuk bekal dijalan. Ditambah satu gelas ukuran besar kopi hitam. Perjalanan kemarin menghabiskan hampir semua bahan bakar mobilku dan terpaksa aku harus mengisinya lagi untuk melanjutkan perjalananku. 

Sesampainya di SPBU kukira akan kudapati alat SPBU yang tidak bekerja karena ketidakhadiran operator yang biasa melayani pengisian bensin, namun ternyata semua berfungsi dengan baik seolah-olah tidak terjadi apapun. Aneh rasanya mengisi sendiri bensin mobilku. Mulai dari memasukkan nominal dengan keypad pada mesin pompa bensin, kuketikkan 450000 lalu kutekan enter untuk memasukkan nilai itu ke dalam sistem. Kemudian aku masih harus mengambil gagang berwarna biru dan menarik tuas pada pegangannya untuk mengeluarkan bensin ke dalam tangki mobilku.  Sambil menunggu aku coba berjalan keliling SPBU untuk sekedar memeriksa situasi. 

Ada sebuah mini markat di bagian belakang SPBU, aku coba memeriksa ke dalam. Barang-barang terdisplay rapi di rak-rak minimarket itu. mungkin hal yang lumrah untuk sebuah minimarket untuk memajang barang-barang dangannya dengan rapi dirak-rak, namun agak sedikit menyeramkan mengingat tidak ada seorangpun di sini. Seolah-olah barang-barang itu bisa merapikan dirinya sendiri ke atas rak-rak itu. Memikirkan itu saja membuat bulu kudukku sedikit merinding. Di bagian pojok sebelah kiri mini market itu ada seuah ATM dan terlihat dari kejauhan ATM tersebut beroperasi. Dengan penasaran kudekati mesin ATM itu dan aku keluarkan kartu ATMku untuk mencoba apakah ATM tersebut masih berfungsi. Kembali aku dibuat terheran-heran, aku sukses menarik sejumlah uang dari rekeningku.

Sampai detik ini aku bisa menyimpulkan beberapa hal. Yang pertama dan tak dapat dipungkiri adalah tidak ada seorangpun selain diriku di kota ini, entahlah di kota-kota lain. Yang kedua semua fasilitas publik, paling tidak restoran cepat saji, lampu lalu lintas, mesin SPBU dan ATM berfungsi dengan baik sebagaimana fungsinya masing-masing. Smartphoneku juga tampaknya tidak mengalama kendala dan masih bisa kugunakan dengan baik, hanya saja setiap kali aku cari berita apapun tentang absennya orang-orang dari kota ini selalu memberikan halaman ERROR 404, dan data di internet terakhir kali diupdate adalah 2 hari yang lalu tepat tengah malam sebelum aku terbangun dan mendapati tinggal aku sendirian yang ada di kota ini. 

Jaringan telepon masih berfungsi namun tidak ada satupun nomor telepon yang merespon bahkan nomor telepon darurat pun tidak merespon, hanya memberikan nada sambung. Televisi dan radio sudah dpat kupastikan tidak berfungsi atau lebih tepatnya tidak ada siaran sama sekali. Dan yang ketiga, dalam dua hari ini sama sekali tidak ada sinar matahari, hanya awan mendung yang menggantung di atas sana. 

Dan yang masih tidak dapat kumengerti adalah barang-barang di rak mini market yang terlalu rapi untuk ukuran mini market di area SPBU, bahkan dengan kehadiran pelayan toko yang setiap kali merapikan barang-barang itu tidak pernah serapi sekarang ini. Dari sini aku bisa memastikan tidak terjadi bencana post-apocalypse yang sering dijadikan tema film-film sci-fi tidak sedang terjadi di sini. Setidaknya apa yang digambarkan di film-film tersebut tidak terjadi di sini. 

Setelah selesai mengisi bensin, aku tinggalkan beberapa lembar uang yang aku ambil dari ATM di meja kasir dekat mesin pompa bensin untuk membayar bensin yang aku isikan. Aku ragu haruskah aku membayar bensin ini, toh tidak akan ada orang yang peduli apabila aku tidak membayar. Bahkan tidak ada seorangpun di sini untuk memusingkannya entah aku membayar atau tidak. Tapi tetap saja aku tinggalkan beberapa lembar uang itu. Hari ini aku berencana untuk memeriksa kota sebelah apakah hal yang sama terjadi juga di sana.

Dan masih saja awan mendung itu menggelayut di atas sana. Bagai tirai yang menyembunyikan sepsang mata yang mengawasi dari baliknya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun