Mereka relaksasi sejenak menenangkan pikiran dari berbagai macam kesibukan dunia, menyadari keberadaanya sebagai manusia yang membutuhkan waktu-waktu sendiri atau menikmati waktu pribadinya. Jikalau demikian, akankah aku merasa dibodohi?Â
Oh tidak-tidak, ini hanyalah sepintas pikiran yang mau mengacaukan kekagumanku kepada Si Senja saja.
Dari sini aku mulai bertanya-tanya, kenapa aku mempunyai perasaan yang begitu besar kepadanya? Kenapa aku seolah-olah terjebak dalam perasaan ini?Â
Apakah kekagumanku itu hanyalah sebuah emosi sesaat? Apakah ini benar-benar kekaguman yang tulus? Apakah Si Senja merasakan hal yang sama dengan diriku? Apakah Si Senja mengetahui bahwa aku mengagumi dia?
Pertanyaan ini terus bergulir di dalam batin ini, entah kenapa, aku terus memikirkan pertanyaan ini. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tinggal tahun saja yang belum.Â
Pertanyaan ini terus aku sadari, aku renungkan setiap saat, ketika aku memikirkan dia. Di samping kekagumanku kepadanya, aku merasa semakin jatuh dalam kebingungan yang hampir kehilangan arah, akan tetapi untunglah si pengagum (aku) disemangati kembali oleh seorang sahabatnya.Â
Sahabat itu mengatakan kepadaku demikian: "Hai kawan janganlah engkau bingung seperti orang galau, setiap pertanyaan pasti suatu saat akan ketemu jawabnya. Biarlah Sang pemberi waktu yang mengatur semuanya, intinya kamu postif tinggking saja, santai saja seperti saya ini." Â
Mendengar pernyataan ini aku seperti tanaman yang disirami air, hingga segar kembali, dengan semangat yang berapi-api aku menjawab sahabat itu, demikian: oke kawan terima kasih sarannya, semoga kamu selalu diberkati dan dicintai oleh orang yang kamu kagumi juga, sembari aku tersenyum.
Seorang filosof besar yaitu Descartes menyatakan demikian: "Aku berpikir maka aku ada". Mungkin sepertinya hal inilah yang terjadi pada diriku, aku berfikir dan bertanya.Â
Aku seolah-olah diajak untuk menemukan hakikat kekagumanku dalam pertanyaan itu. Aku diajak untuk masuk ke dalam ruang diskusi bersama, yaitu dengan diriku sendiri.Â
Maka muncullah sebuah pertanyaan renungan, apakah kekaguman itu? Dari pertanyaan ini, tentu setiap orang akan memiliki perspektif yang berbeda dalam mengartikannya.Â