Bermula dari Pendemi Corona, kemudian ditegaskan dengan istilah Covid 19, lalu ada varian-varian baru. Sejak bulan Mei 2019 saya benar-benar menjadi seorang yang menganggur. Hotel tempat kami puluhan tahun sebagai sawah/ladang satu-satunya sumber penghasilan tiba-tiba tutup, meliburkan seluruh karyawan termasuk sekuriti dan engineering staf, yang perusahaan memilih mempekerjakan melalui jasa outsourcing.
Kami tidak ada kejelasan status, kemudian kami karyawan yang rata-rata bekerja puluhan tahun, sepakat mengajukan PHK. Dengan harapan kami bisa mendapatkan pesangon yang setimpal sesuai UU Tenaga Kerja  yang berlaku waktu itu. Proses mediasi berbulan bulan, tak lupa kami menggunakan jasa Pengacara.Â
Setahun lebih di pertengahan tahun 2020, kami secara kekeluargaan mendapat pesangon yang nominal perhitungannya jauh dibawah ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan, seperti yang semula kami ajukan, cara pembayarannya pun di cicil per bulan selama 6 bulan.
Dengan kondisi demikian saya pribadi tidak bisa berbuat banyak karena selama bekerja belum mempunyai pekerjaan sampingan dan tabungan yang cukup. Malah kami harus menutup kewajiban-kewajiban Bank, Koperasi, Kartu Kredit, Leasing Kendaraan.Â
Uang Pesangon habis, Biaya hidup keluarga dan anak sekolah  sedikit tertolong Pencairan BPJS Ketenagakerjaan.  Sampai sekarang kami harus berjibaku dengan peluh keringat. Istri saya yang biasa mengurus rumah dan pendidikan anak meneruskan usaha jajan pasar untuk dititipkan ke lapak orang.Â
Saya yang semula sebagai staf Akunting yang biasa dengan komputer, kalkulator, buku Laporan, berusaha melamar pekerjaan tetapi sangat sulit diterima. Dengan alasan usia saya sudah menjelang pensiun.Â
Banting setir, banting tulang memeras keringat akhirnya harus saya lakukan. Saya sempat sekarang ini sering menangis terharu bukan karena susah , tetapi menangis betapa sulitnya mencari pekerjaan walaupun hanya sebagai kuli bangunan. Jarang ada yang mengajak.Â
Saya mencoba dengan skill apa adanya mandiri memulai dari tetangga yang memerlukan tenaga saya hanya sekedar bersih- bersih rumah, kebun, mengecat, mengganti genteng bocor, talang , memperbaiki kompor dan lain-lain.
Jadi keadaan bangkrut atau pailit dan miskin adalah bagi saya beda tipis. Pengajuan Bantuan Langsung Tunai dari Dinas Sosial tidak akan menyentuh keluarga kami. Karena ukuran penilaian survey adalah keadaan rumah, bukan keadaan financial.
Yang Kami sampaikan adalah keadaan sebenar-benarnya. Kami bukan mengeluh dan putus asa. Tetapi kami menyampaikan keadaan yang sebenar-benarnya. Kami tetap berjuang, berusaha dengan bermodal tenaga dan keringat, walaupun tanpa modal financial.
Semoga kita selalu bersyukur dengan keadaan yang sudah kita nikmati. Amin.