Mohon tunggu...
Albert Tarigan
Albert Tarigan Mohon Tunggu... -

penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bentrok di Rempoa

1 Agustus 2010   01:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:24 2988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya kecewa betul sama Polsek Ciputat. Saya telepon tiga kali enggak datang-datang. Sampai saya akhirnya telepon Elshinta."

Begitu kata Prastawaningsih (49), istri Ketua RW 7 Kelurahan Rempoa, Ciputat Timur, Tengerang Selatan saat ditemui di teras rumahnya.

Rumah bercat cokelat di Jalan Garuda Nomor 2 itu masih gelap gulita. "Kami matikan tadi waktu orang FBR datang. Takut diserang. Tapi ternyata masih dilempari juga," katanya dengan suara meninggi.

Usai mengelap keringat dan merapikan jilbab birunya, ia melanjutkan. Pada saat ratusan massa Forum Betawi Rempug, kira-kira pukul 20.00, dengan golok, samurai, bambu dan dan batu merangsek masuk dari arah Jalan Veteran, Prastiwiningsih sedang bermain dengan cucunya di depan televisi di ruang tengah rumah.

Di sana ada juga anak perempuan dan laki-lakinya. Seperti ibu-ibu kebanyakan, mereka menonton sinetron di salah satu televisi swasta. Ibu Ningsih tak ingat judul sinetron yang mereka tonton.

Suasana di rumah tiba-tiba gaduh. Mereka mendengar suara ramai massa FBR yang mulai berbelok ke arah kanan dari Jalan Pahlawan menuju Jalan Garuda. "Ada yang teriak wooiwoiowooi. Rame," katanya.

Ibu Ningsih yang rumahnya tepat terletak nomor 2 dari jalan, di belakang sebuah gudang, beringsut dari ruang televisi menuju teras. "Matikan lampunya...matikan lampunyaaa," teriaknya pada anaknya.

Suaminya, Mahmud, yang sejak dua bulan belakangan menderita sakit gula dan kesulitan berjalan tiba-tiba bangkit dari kamar tidur. Ia melepas sarung dan mengenakan celana pendek hitam dan dengan lancar melangkah ke teras.

"Ini keajaiban. Saya tiba-tiba bisa jalan," kata Mahmud.

Di Jalan Garuda selebar 2 meter itu, Mahmud menyaksikan ratusan orang telah berhadap-hadapan dan bentrokan pecah. Saling lempar batu, botol memukul dengan benda tajam dan tumpul.

"Anak saya yang perempuan sampe ngelempar juga dengan batu. Dan bambu karena rumah kami dilempari," kata Ibu Ningsih melanjutkan.

"Lihat itu," katanya seraya menunjuk ke arah truk yang terparkir di garasi yang menyatu dengan teras rumah. Kaca truk itu tampak retak dilempar batu. Demikian juga dengan dua unit Metromini milik Ibu Ningsih. Di lantai tak jauh dari truk terlihat tetesan darah. Entah darah siapa.

Saat massa FBR kian merangsek masuk. Ibu Ningsih panik. Ia lari ke dalam rumah dan menyambar gagang telepon.

"Hallo Polsek Ciputat. Saya Bu RW Rempoa Pak. Saya kepepet, rumah saya ancur keluarga saya luka, tolong."

"Iya Bu. Sabar. Sedang dalam perjalanan," kata suara di ujung telepon.

Sekira setengah jam berlalu polisi belum datang. Ibu Ningsih kembali menelepon. Jawabannya tetap sama.

"Sedang dalam perjalanan terus. Sampai 3 kali saya ngulang sampai saya menangis. Sampai saya laporin ke Radio Elshinta habis saya putus asa. Kemana meminta bantuan saya butuh kok bukan segera gitu lo. Polisinya bilang, bentrok bukan di rumah ibu saja," kata Ibu Ningsih menggebu-gebu.

Dua jam berlalu ratusan polisi mulai tiba di lokasi termasuk Brimob Polda Metro Jaya. Mereka menembakkan gas air mata untuk membubarkan bentrokan. Massa FBR mundur. Namun sial bagi dua orang anggotanya karena motor yang mereka tumpangi tiba-tiba mati. Takut jadi bulan-bulanan massa, mereka meninggalkan Bajaj Pulsar itu di jalan kemudian dirampas masyarakat Rempoa dan dibakar di tengah jalan.

Hingga kini belum ada penjelasan resmi mengenai penyebab bentrokan. Sebagian saksi mata mengatakan FBR rebutan lahan parkir dengan Pemuda Pancasila, Kembang Latar dan Forkabi di pusat perbelanjaan yang pembangunannya bahkan belum dimulai. Pusat perbelanjaan itu tepat berada di depan Gang Jalan Garuda.

Sebagian saksi mata juga menyatakan Mahmud adalah Ketua Forkabi setempat. Namun, saat dikonformasi ia membantah. "Saya masyarakat biasa. Nama saya tidak usah ditulis deh," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun