Indonesia adalah negara yang kaya akan berbagai kekayaan alamnya. Mulai dari hasil bumi, pertambangan, perikanan, dan masih banyak lagi. Dari ujung ke ujung, setiap daerah memiliki kekayaan alamnya masing-masing yang beragam. Sehingga siapapun orang akan membanggakan kekayaan yang ada di Indonesia ini di hampir setiap ada kesempatan berbicara di depan umum. Bahkan seringkali pula menyalahkan pihak-pihak asing yang mengeksploitasi, memanfaatkan, serta mengolah kekayaan alam yang ada disini.
      Akhirnya kemudian, memang benar negara kita ini adalah negara yang sangat kaya. Dan memang benar pula bahwa terdapat pihak ataupun perusahaan yang beroperasi di Indonesia dengan mengeksploitasi, memanfaatkan, serta mengolah kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan mereka. Contoh paling mudah adalah PT Freeport di Papua yang bergerak di bidang eksplorasi pertambangan logam mulia. Banyak sekali narasi-narasi yang kontra dengan apa yang dikerjakan oleh perusahaan tersebut. Serta banyak pula yang berandai-andai berapa jumlah emas yang akan didapatkan apabila seluruh logam mulia yang ada di wilayah pertambangan PT Freeport dibagikan secara merata ke seluruh warga negara Indonesia. Lalu, dimana salahnya?
      Berdasarkan dari apa yang penulis amati, selama ini kita terlalu fokus kepada sumber daya alam yang begitu banyaknya sehingga selalu digaungkan dimanapun dalam berbagai kesempatan. Akan tetapi satu sisi koin lainnya tidak pernah ataupun jarang dibicaran, yaitu sumber daya manusia yang ada. Sumber daya alam hanya akan diam di suatu tempat bila tidak ada sumber daya manusia yang menjadikannya berguna melalui pengolahan. Di saat yang sama, ada orang-orang maupun perusahaan dari negara lain yang sadar bahwa terdapat sumber daya alam yang dapat memberikannya keuntungan serta mengerti bagaimana memanfaatkannya.
      Kita harus sadar bahwa masalahnya bukan terletak pada kekayaan alam yang dieksploitasi asing, tapi kualitas sumber daya manusia yang kita miliki tak banyak yang mampu bersanding dengan pekerja dari luar negeri. Memang apabila kita bandingan dengan masa lalu, jumlah orang berpendidikan dan lulus kian meningkat. Tapi apakah dari semua itu memiliki kompetensi dan pola pikir yang menunjang untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada? Jawabannya pasti ada, tapi kalah jumlah dan tidak terdukung. Sehingga potensi-potensi yang ada dari Indonesia tertimbun dibawah lingkungan yang skeptis.
      Poin yang coba penulis sampaikan disini adalah bahwa fokus terhadap sumber daya manusia harus ditingkatkan. Dengan sumber daya yang berkualitas, kritis, dan memiliki pola pikir cemerlang, semua akan dapat dilakukan. Ini akan menjadi PR besar bagi negara untuk menghasilkan masyarakat yang berkualitas dalam bidang pengetahuan sehingga dapat mengaplikasikannya ke dunia nyata. Ini akan memakan waktu yang lama, setidaknya satu generasi. Oleh karenanya diperlukan pejabat-pejabat negara yang rela berinvestasi di masa yang akan datang dan bukan hanya pada periode jabatan mereka saja. Semuanya berasal dari pendidikan baik di lingkungan rumah, sekolah, hingga tingkat masyarakat. Dan ini akan bekerja dengan bottom up policy bukan up down policy.
      Ini hanya tentang prioritas, apakah pejabat-pejabat lebih mementingkan bangunan fisik yang terlihat mata atau pada infrastruktur pendidikan yang mampu mencetak masyarakat yang beradab, berkarakter, kritis, serta pola pikir yang maju walaupun membutuhkan waktu yang lama. Apabila pemenuhan kebutuhan infrastruktur dan fasilitas pendidikan diprioritaskan, setidaknya akan ada proses dan progress yang berjalan. Memang semua itu tidak akan berjalan mulus, tetap ada naik turun pasang surut dalam implementasinya. Yang terpenting adalah kurva yang dibangun akan naik setiap tahunnya.
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H