Rasanya percuma sedari kecil kita diajari bahwa membuang sampah harus pada tempatnya sesuai kategori. Hijau untuk sampah organik, Kuning untuk sampah non-organik, dan Merah untuk sampah berbahaya dan beracun.Â
Sejak di sekolah maupun lingkungan rumah, ajaran untuk membuang sampah sesuai tempatnya merupakan hal yang sering digaungkan. Tujuannya adalah agar sampah-sampah yang sudah terisahkan sesuai kategorinya ini dapat dengan mudah dikelompokkan dan diolah berdasarkan kategori sampah-sampah tersebut.
Sekilas tujuan yang ingin dicapai dengan pemisahan kategori sampah ini sangat bagus. Yaitu untuk memudahkan pagi para pengelola sampah dalam mengelola sampah-sampah yang ada sehingga dapat diputuskan apa yang harus dilakukan untuk menangani itu semua.Â
Contohnya sampah-sampah plastik yang sudah dipisahkan dan diolah menjadi benang-benang sebagai bahan pembuatan kain seperti yang dilakukan oleh produsen perlegkapan olahraga asal Amerika Serikat, Nike.
Namun, seperti yang kita tahu bersama-sama di kenyataannya memang sudah banyak dari masyarakat yang tertib dalam membuang sampah sesuai tempatnya dan begitu juga sebaliknya.Â
Lalu dimana letak masalahnya? Jawabannya adalah proses sesudahnya, yaitu pengangkutan. Sampah-sampah yang sebelumnya sudah tersortasi berdasarkan warna wadah tempat sampah maupun yang belum akan dicampur begitu saja kedalam gerobak sampah, bak sampah, bahkan mobil pengangkut sampah. Lalu apa gunanya edukasi "membuang sampah pada tempatnya" Â digaungkan?
Permasalahan ini sangat jarang muncul ke permukaan sebagai tema diskusi ataupun perhatian. Seolah-olah pengelolaan sampah tidak mengalami masalah. Sampah yang begitu banyak setiap harinya apabila hanya dibiarkan menumpuk di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) maka kian hari kian bertambah banyak jumlahnya. Artinya polusi tanah dan udara akan merugikan bagi kita sendiri sebagai masyarakat, bahkan menjadi sarang penyakit.
Permasalahan pengelolaan sampah ini juga kerap dilupakan sebagai tema pembicaraan di kancah politik di berbagai tingkatan dari rendah hingga tinggi. Seharusnya isu ini juga menjadi topik perbincangan bagi para politisi yang hendak maju di tahun 2024 mendatang. Di era menjelang Pemilu Nasional pada 14 Februari 2024, para pasangan calon presiden dan wakil presiden diharapkan melirik isu ini sebagai isu yang darurat untuk ditangani.
Ide-ide untuk mengatasi permasalahan sampah sangatlah dibutuhkan sebagai program kerja nasional yang tersinergi antar daerah hingga tingkat pusat. Ini akan menjadi tantangan besar bagi para pasangan calon presiden dan wakil presiden. Memang ini memerlukan waktu dan tidak akan mungkin optimal dalam dua periode kepemimpinan. Akan tetapi disiniliah ujian bagi para pasangan calon seberapa ikhlas dan visioner mereka untuk masa yang akan datang.
Kini kita akan melihat seberapa peduli para politisi terhadap pengelolaan sampah. Sehingga sampah-sampah yang ada tidak sekedar menumpuk di tempat pembuangan akhir, menunggu membusuk hingga ratusan tahun.Â
Langkah ini dapat dimulai dari mengatasi pengelompokan sampah yang tidak hanya berhenti di tong sampah, tetapi juga pengangkutan serta pembuangannya harus dikelompokkan. Begitu pula tempat pembuangan akhir pun haruslah memisahkan sampah berdasarkan kategorinya.Â
Ide besar dari tulisan ini ialah diperlukannya pengelolaan sampah yang sistematis sehingga mudah untuk didaur ulang. Diperlukan kendaraan pengangkut sampah yang berwarna sama dengan tong sampah berdasarkan kategorinya, begitu pula dengan tempat pembuangan setelah sampah-sampah itu diangkut. Bahkan jika perlu dibentulah sebuah BUMN yang khusus menangani sampah dan mengubahnya menjadi bentuk pendapatan negara.
Albert Rizqullah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H