Mohon tunggu...
Albert Chandra
Albert Chandra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Mercubuana

Albert Chandra Junior - 41522110044, Fakultas Ilmu Komputer, Teknik Informatika, PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB - APOLLO, PROF. DR, M.SI.AK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

21 Juli 2024   00:08 Diperbarui: 21 Juli 2024   00:08 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Edward Coke, seorang ahli hukum Inggris dari abad ke-17, memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan prinsip-prinsip dasar hukum modern. Sebagai salah satu pelopor hukum common law Inggris, Coke memberikan kontribusi besar dalam banyak aspek hukum, dengan dua konsep utama yang dikenalnya adalah actus reus dan mens rea. Konsep-konsep ini kini merupakan fondasi dalam hukum pidana di banyak negara, termasuk Indonesia.

Actus reus, yang berarti "tindakan yang bersalah" dalam bahasa Latin, merujuk pada tindakan fisik yang melanggar hukum. Sementara itu, mens rea, yang berarti "niat yang bersalah", mengacu pada keadaan mental atau niat pelaku saat melakukan tindakan kriminal tersebut. Kedua unsur ini diperlukan untuk menentukan tanggung jawab kriminal, dan membedakan antara tindakan yang dilakukan dengan niat jahat dan tindakan yang dilakukan tanpa niat kriminal.

Dalam hukum pidana, penerapan actus reus dan mens rea sangat penting untuk mencapai keadilan. Konsep ini membantu menentukan apakah seseorang benar-benar bersalah atas kejahatan yang dituduhkan, atau apakah tindakan mereka dapat dianggap sebagai kecelakaan atau kesalahan tanpa niat jahat.

Korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang paling merusak, termasuk di Indonesia. Kasus korupsi sering melibatkan tindakan fisik yang jelas melanggar hukum serta niat jahat untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman dan penerapan actus reus dan mens rea sangat penting dalam penegakan hukum terkait kasus-kasus korupsi.

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan sejarah dan warisan Edward Coke, menguraikan konsep actus reus dan mens rea secara mendetail, serta menganalisis penerapan kedua konsep ini dalam kasus korupsi di Indonesia. Dengan memahami dasar-dasar ini, kita dapat lebih memahami bagaimana hukum bekerja untuk menegakkan keadilan dan mencegah kejahatan, khususnya dalam konteks korupsi yang merupakan masalah besar di banyak negara.

Sejarah Edward Coke

Edward Coke, lahir pada 1 Februari 1552 di Mileham, Norfolk, Inggris, dan meninggal pada 3 September 1634, adalah seorang pengacara, hakim, dan politikus yang berperan penting dalam pengembangan hukum common law Inggris. Setelah belajar di Trinity College, Cambridge, ia melanjutkan pendidikan hukumnya di Inner Temple, salah satu Inns of Court di London.

Karir hukum Coke berkembang pesat, dan ia segera dikenal sebagai pengacara yang brilian. Ia menjabat sebagai Jaksa Agung Inggris dari 1594 hingga 1606 dan menjadi Ketua Mahkamah Agung Inggris dari 1613 hingga 1616. Coke terkenal karena keberaniannya dalam mempertahankan hukum common law melawan kekuasaan monarki, sering berkonflik dengan Raja James I dalam upayanya mempertahankan prinsip-prinsip hukum dan hak-hak individu. Kasus terkenal seperti "Case of Prohibitions del Roy" (1607) dan "Case of Proclamations" (1610) menegaskan batas kekuasaan monarki dalam hukum.

Warisan terbesar Coke adalah karya-karyanya, termasuk "Institutes of the Lawes of England" dan "Reports", yang menjadi referensi penting dalam pengembangan hukum common law dan mempengaruhi banyak sistem hukum di seluruh dunia.

Actus Reus dan Mens Rea

Actus Reus: Actus reus, yang berarti "tindakan yang bersalah", adalah elemen fisik dari sebuah kejahatan. Ini mencakup tindakan nyata atau kelalaian yang melanggar hukum, seperti pencurian atau pembunuhan, atau kelalaian dalam memberikan perawatan yang diperlukan. Dalam hukum pidana, penting untuk menunjukkan bahwa tindakan ini dilakukan secara sukarela dan disengaja.

Mens Rea: Mens rea, yang berarti "niat yang bersalah", adalah elemen mental dari sebuah kejahatan. Ini mencerminkan keadaan pikiran atau niat pelaku saat melakukan tindakan kriminal. Mens rea mencakup berbagai tingkat kesalahan mental, dari niat jahat (dolus) hingga kelalaian (culpa). Dalam banyak kasus, mens rea menentukan tingkat kesalahan dan hukuman yang akan diterima, seperti perbedaan hukuman antara pembunuhan dengan niat jahat dan pembunuhan akibat kelalaian.

Kedua elemen ini harus ada untuk menentukan tanggung jawab kriminal. Tanpa actus reus, tidak ada tindakan yang dapat dihukum, dan tanpa mens rea, tindakan tersebut mungkin dianggap sebagai kecelakaan atau tanpa niat kriminal.

Penerapan Actus Reus dan Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

Di Indonesia, kasus korupsi sering melibatkan tindakan yang jelas melanggar hukum dan niat jahat untuk memperoleh keuntungan pribadi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berperan penting dalam menangani kasus-kasus ini, menggunakan konsep actus reus dan mens rea untuk memastikan keadilan.

Contoh penerapan:

  • Kasus E-KTP:

    • Actus Reus: Penyalahgunaan anggaran dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (E-KTP) dengan manipulasi anggaran dan pengadaan barang yang tidak sesuai ketentuan.
    • Mens Rea: Niat untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok dengan menggelembungkan anggaran proyek, dengan pelaku mengetahui tindakan mereka melanggar hukum.
    • Hasil: Kasus ini melibatkan banyak pejabat tinggi dengan kerugian negara hingga triliunan rupiah. Beberapa pelaku telah dihukum penjara.
  • Kasus Hambalang:

    • Actus Reus: Penyalahgunaan anggaran dalam proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang dengan penggelembungan biaya.
    • Mens Rea: Kesengajaan untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penggelembungan biaya proyek.
    • Hasil: Kasus ini melibatkan pejabat tinggi yang memanfaatkan posisinya untuk keuntungan dari proyek pemerintah. Banyak yang telah dihukum penjara.
  • Kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia):

    • Actus Reus: Penyaluran dana bantuan likuiditas yang tidak sesuai ketentuan, menyebabkan kerugian besar bagi negara.
    • Mens Rea: Kesengajaan untuk menyalahgunakan dana bantuan guna memperkaya diri sendiri dan kelompok tertentu, dengan pelaku sadar tindakan mereka ilegal.
    • Hasil: Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang besar dan melibatkan banyak pihak. Beberapa pelaku telah dihukum, namun banyak yang masih bebas.
  • Kasus Gayus Tambunan:

    • Actus Reus: Menerima suap dari wajib pajak untuk mengurangi jumlah pajak dan menggelapkan dana pajak.
    • Mens Rea: Niat untuk memperkaya diri sendiri dengan menerima suap dan menyalahgunakan wewenang sebagai pegawai pajak.
    • Hasil: Gayus dihukum karena terbukti melakukan korupsi dengan niat jahat, yang menyebabkan kerugian besar bagi negara.

Pentingnya Actus Reus dan Mens Rea dalam Penegakan Hukum Korupsi

Penerapan actus reus dan mens rea penting dalam penegakan hukum korupsi karena:

  • Menjamin Keadilan: Memastikan bahwa penegak hukum tidak hanya fokus pada tindakan melanggar hukum tetapi juga pada niat di balik tindakan tersebut. Ini memungkinkan pemberian hukuman yang adil dan proporsional.
  • Mencegah Kesalahan Penuntutan: Menggarisbawahi pentingnya niat membantu mencegah penuntutan terhadap individu yang terlibat dalam tindakan melanggar hukum tanpa niat jahat.
  • Memberikan Pesan yang Kuat: Menghukum tindakan korupsi secara adil mengirimkan pesan bahwa korupsi tidak akan ditoleransi, memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

Tantangan dalam Menangani Kasus Korupsi di Indonesia

Menangani kasus korupsi di Indonesia menghadapi tantangan seperti:

  • Korupsi Sistemik: Korupsi yang melibatkan banyak lapisan birokrasi dan institusi, mempersulit penegakan hukum.
  • Intervensi Politik: Campur tangan politik yang menghambat proses hukum secara adil dan transparan.
  • Kurangnya Sumber Daya: Keterbatasan dalam tenaga ahli dan teknologi forensik menghambat penyelidikan dan penuntutan.

Upaya Mengatasi Korupsi

Langkah-langkah untuk memperbaiki penanganan kasus korupsi di Indonesia meliputi:

  • Penguatan Lembaga Penegak Hukum: Memperkuat KPK dan lembaga penegak hukum lainnya dengan sumber daya yang memadai.
  • Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Mendorong transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa serta akuntabilitas pejabat publik.
  • Edukasi dan Kesadaran Publik: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak korupsi dan partisipasi publik dalam mengawasi pemerintah.
  • Penegakan Hukum yang Tegas: Menegakkan hukum dengan tegas tanpa pandang bulu, termasuk pejabat tinggi dan tokoh berpengaruh.

Wikipedia
Wikipedia

Kesimpulan

Edward Coke telah memberikan kontribusi yang sangat penting dalam pengembangan hukum pidana melalui pengenalan konsep actus reus dan mens rea. Konsep-konsep ini membentuk dasar untuk menentukan tanggung jawab pidana dengan cara yang adil dan tepat, dengan memperhitungkan baik tindakan fisik yang melanggar hukum maupun niat mental pelaku. Dalam konteks korupsi di Indonesia, penerapan kedua konsep ini menjadi sangat krusial. Korupsi, sebagai salah satu bentuk kejahatan yang merusak, sering kali melibatkan tindakan melanggar hukum yang jelas serta niat jahat untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan publik.

Penerapan actus reus dan mens rea membantu memastikan bahwa penegakan hukum tidak hanya berfokus pada tindakan yang dilakukan, tetapi juga pada niat di balik tindakan tersebut. Ini penting untuk memberikan hukuman yang adil dan proporsional, serta untuk mencegah penuntutan terhadap individu yang mungkin terlibat tanpa adanya niat jahat. Selain itu, pemahaman yang mendalam tentang kedua konsep ini memperkuat keadilan dengan membedakan antara tindakan yang disengaja dan yang tidak disengaja, serta memberikan landasan yang solid untuk penegakan hukum yang efektif.

Namun, penegakan hukum korupsi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti korupsi sistemik, intervensi politik, dan keterbatasan sumber daya. Untuk mengatasi tantangan ini, langkah-langkah seperti penguatan lembaga penegak hukum, peningkatan transparansi dalam proses pengadaan, edukasi publik, dan penegakan hukum yang tegas harus diambil. Dengan memperkuat lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memastikan transparansi serta akuntabilitas pejabat publik, kita dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum.

Edukasi dan kesadaran publik juga memainkan peran penting dalam memerangi korupsi. Dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang dampak negatif korupsi dan mendorong partisipasi aktif dalam mengawasi tindakan pemerintah, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih transparan dan akuntabel. Penegakan hukum yang tegas, tanpa pandang bulu, akan mengirimkan pesan yang kuat bahwa korupsi tidak akan ditoleransi, dan bahwa pelaku akan bertanggung jawab atas tindakan serta niat mereka.

Dengan memahami dan menerapkan konsep actus reus dan mens rea, sistem hukum dapat menjadi lebih efektif dalam menegakkan keadilan dan mencegah kejahatan korupsi di masa depan. Melalui pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan dalam memperkuat mekanisme hukum dan meningkatkan partisipasi publik, diharapkan dapat tercipta sistem hukum yang lebih adil dan transparan, serta lebih mampu menanggulangi tantangan korupsi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun