Mohon tunggu...
Albert Chandra
Albert Chandra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Mercubuana

Albert Chandra Junior - 41522110044, Fakultas Ilmu Komputer, Teknik Informatika, PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB - APOLLO, PROF. DR, M.SI.AK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Premis Ketaatan Hukum Francis Ivan Nye

30 Mei 2024   21:16 Diperbarui: 30 Mei 2024   21:16 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Francis Ivan Nye adalah seorang kriminolog yang dikenal dengan teori kontrol sosialnya. Nye berpendapat bahwa ketaatan hukum dipengaruhi oleh kekuatan kontrol sosial, yang mencakup empat jenis kontrol: internal, langsung, tidak langsung, dan alternatif. Berikut penjelasan rinci masing-masing jenis kontrol:

  • Kontrol Internal
    Kontrol internal merujuk pada kendali yang berasal dari dalam diri individu. Kontrol ini dibentuk oleh nilai-nilai moral, rasa bersalah, dan kesadaran hukum yang telah tertanam sejak dini melalui pengaruh keluarga dan pendidikan.
    • Nilai-Nilai Moral: Nilai-nilai moral adalah prinsip-prinsip yang mengarahkan individu untuk membedakan antara yang benar dan salah. Nilai-nilai ini sering kali diajarkan oleh orang tua, guru, dan tokoh masyarakat, serta diperkuat melalui agama dan norma budaya. Misalnya, nilai kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab dapat membentuk dasar perilaku individu sehingga mereka cenderung mematuhi hukum.
    • Rasa Bersalah: Rasa bersalah adalah perasaan tidak nyaman yang muncul ketika seseorang melanggar norma atau aturan yang telah mereka internalisasikan. Rasa bersalah ini bertindak sebagai penghambat untuk melakukan perilaku menyimpang. Ketika seseorang mempertimbangkan untuk melanggar hukum, rasa bersalah yang diharapkan muncul dapat mencegah tindakan tersebut.
    • Kesadaran Hukum: Kesadaran hukum adalah pemahaman dan penerimaan individu terhadap pentingnya aturan dan hukum dalam masyarakat. Kesadaran hukum yang tinggi berarti individu memahami konsekuensi dari pelanggaran hukum, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat luas. Pendidikan hukum dan informasi tentang konsekuensi hukum dapat meningkatkan kesadaran ini.
  • Kontrol Langsung
    Kontrol langsung merujuk pada kontrol yang berasal dari tindakan langsung pihak lain, seperti hukuman dan penghargaan yang diberikan oleh orang tua, guru, dan pihak berwenang. Kontrol ini melibatkan tindakan segera yang diambil untuk mengarahkan atau mengoreksi perilaku individu.
    • Hukuman: Hukuman adalah konsekuensi negatif yang diberikan kepada individu yang melanggar aturan atau hukum. Hukuman ini dapat bersifat fisik, seperti penahanan atau denda, atau bersifat psikologis, seperti rasa malu atau penyesalan. Hukuman yang konsisten dan proporsional dapat menciptakan rasa takut akan konsekuensi yang mencegah individu dari melakukan tindakan ilegal.
    • Penghargaan: Penghargaan adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada individu yang mematuhi aturan atau hukum. Penghargaan ini dapat berupa pujian, penghargaan, atau insentif lainnya. Dengan memberikan penghargaan kepada individu yang berperilaku baik, masyarakat dapat mendorong ketaatan dan memperkuat perilaku yang diinginkan.
  • Kontrol Tidak Langsung
    Kontrol tidak langsung merujuk pada pengaruh yang berasal dari hubungan sosial dan afiliasi, seperti rasa hormat terhadap orang tua dan keinginan untuk mempertahankan hubungan yang baik dengan keluarga dan teman.
    • Hubungan Sosial: Hubungan sosial yang kuat dengan keluarga, teman, dan komunitas dapat berfungsi sebagai penghalang terhadap perilaku menyimpang. Individu cenderung tidak ingin mengecewakan orang-orang yang penting bagi mereka atau merusak hubungan yang mereka hargai. Misalnya, seorang remaja mungkin menahan diri dari perilaku ilegal karena tidak ingin mengecewakan orang tua mereka atau kehilangan teman.
    • Dukungan Sosial: Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima individu dari jaringan sosial mereka. Dukungan ini dapat berupa dukungan emosional, finansial, atau praktis. Kehilangan dukungan sosial, seperti dicap buruk atau dijauhi oleh teman dan keluarga, dapat menjadi konsekuensi yang signifikan dan menghalangi individu dari berperilaku menyimpang.
  • Kontrol Alternatif
    Kontrol alternatif merujuk pada keterlibatan dalam kegiatan yang berharga dan bermakna, seperti pekerjaan, pendidikan, dan kegiatan sosial. Kontrol ini mengurangi waktu dan kesempatan untuk melakukan tindakan ilegal.
    • Keterlibatan dalam Pekerjaan: Memiliki pekerjaan yang stabil dan memuaskan dapat mengurangi kemungkinan individu terlibat dalam perilaku ilegal. Pekerjaan tidak hanya menyediakan pendapatan tetapi juga memberikan rasa tujuan dan pencapaian. Individu yang terlibat dalam pekerjaan cenderung lebih fokus pada tanggung jawab mereka dan kurang memiliki waktu atau dorongan untuk melakukan kejahatan.
    • Pendidikan: Pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk perilaku individu. Melalui pendidikan, individu belajar tentang norma sosial, nilai-nilai moral, dan konsekuensi hukum. Pendidikan juga membuka peluang untuk masa depan yang lebih baik, mengurangi insentif untuk terlibat dalam kegiatan ilegal.
    • Kegiatan Sosial dan Komunitas: Partisipasi dalam kegiatan sosial, seperti organisasi komunitas, olahraga, dan kegiatan sukarela, dapat memberikan rasa keterikatan dan identitas positif. Keterlibatan ini membantu individu membangun jaringan sosial yang mendukung dan mengurangi isolasi sosial yang dapat mendorong perilaku menyimpang.

Implementasi Teori Kontrol Sosial dalam Konteks Modern

Dalam konteks modern, implementasi teori kontrol sosial Nye dapat diterapkan untuk mengurangi perilaku menyimpang dan meningkatkan ketaatan hukum. Beberapa langkah praktis yang dapat diambil meliputi:

  • Pendidikan Moral dan Hukum: Menyediakan program pendidikan yang menekankan nilai-nilai moral dan hukum sejak dini di sekolah-sekolah. Ini dapat mencakup kurikulum yang mengajarkan etika, tanggung jawab sosial, dan konsekuensi dari tindakan ilegal.
  • Penegakan Hukum yang Konsisten: Meningkatkan konsistensi dalam penegakan hukum dengan memberikan hukuman yang adil dan proporsional kepada pelanggar hukum. Hal ini menciptakan rasa takut akan konsekuensi yang dapat mencegah perilaku ilegal.
  • Penghargaan untuk Perilaku Baik: Mendorong perilaku yang sesuai dengan memberikan penghargaan kepada individu yang mematuhi hukum dan norma sosial. Ini bisa dalam bentuk penghargaan publik, sertifikat, atau insentif lainnya.
  • Penguatan Hubungan Sosial: Membangun dan memelihara hubungan sosial yang kuat dalam keluarga dan komunitas. Program-program yang mendukung interaksi positif antar anggota keluarga dan komunitas dapat membantu mengurangi isolasi sosial.
  • Fasilitasi Kegiatan Positif: Mendorong keterlibatan dalam kegiatan positif melalui penyediaan fasilitas dan program komunitas yang berfokus pada olahraga, seni, dan kegiatan sukarela. Keterlibatan dalam kegiatan ini dapat memberikan alternatif yang bermakna dan mengurangi peluang untuk perilaku menyimpang.

Dengan memahami dan menerapkan konsep-konsep ini, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang mendukung ketaatan hukum dan mengurangi tingkat perilaku ilegal.

 

Implementasi dalam Konteks Korupsi

Korupsi merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Premis ketaatan hukum Francis Ivan Nye dan teori kontrol sosial Travis Hirschi dapat diterapkan untuk mengurangi korupsi melalui pendekatan yang mencakup penguatan kontrol internal, peningkatan kontrol langsung, memperkuat kontrol tidak langsung, dan mendorong kontrol alternatif. Berikut adalah penjelasan rinci masing-masing pendekatan:

1. Menguatkan Kontrol Internal

Menguatkan kontrol internal melibatkan penanaman nilai-nilai moral dan kesadaran hukum dalam diri individu sejak dini. Hal ini bisa dilakukan melalui:

  • Pendidikan Anti Korupsi:
    • Kurikulum Pendidikan: Pendidikan anti korupsi harus diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Mata pelajaran yang mencakup etika, nilai-nilai moral, dan dampak negatif korupsi harus diajarkan secara komprehensif.
    • Pelatihan dan Seminar: Menyelenggarakan pelatihan dan seminar yang berfokus pada integritas dan etika kerja untuk para pegawai negeri dan swasta. Program ini harus mencakup studi kasus nyata tentang korupsi dan cara menghadapinya.
  • Penanaman Nilai-Nilai Moral:
    • Peran Keluarga: Keluarga sebagai unit dasar masyarakat harus berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak. Orang tua harus menjadi teladan dalam menunjukkan perilaku etis dan jujur dalam kehidupan sehari-hari.
    • Agama dan Budaya: Memanfaatkan pengaruh agama dan budaya dalam masyarakat untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan kejujuran. Pemuka agama dan tokoh masyarakat dapat memainkan peran penting dalam menyebarkan pesan anti korupsi melalui ceramah, khutbah, dan kegiatan kebudayaan.
  • Kesadaran Hukum:
    • Kampanye Publik: Mengadakan kampanye publik yang luas mengenai pentingnya mematuhi hukum dan dampak negatif korupsi terhadap masyarakat. Kampanye ini dapat dilakukan melalui media massa, media sosial, dan kegiatan lapangan seperti seminar dan lokakarya.
    • Pengembangan Modul Pendidikan Hukum: Menyusun modul pendidikan hukum yang mudah dipahami oleh semua kalangan masyarakat, termasuk masyarakat pedesaan. Materi ini harus mencakup pengetahuan dasar tentang hukum, hak dan kewajiban warga negara, serta konsekuensi hukum dari tindakan korupsi.

2. Meningkatkan Kontrol Langsung

Peningkatan kontrol langsung melibatkan penegakan hukum yang tegas dan pemberian sanksi yang jelas terhadap pelaku korupsi. Ini mencakup:

  • Penegakan Hukum yang Tegas:
    • Hukuman Berat: Menetapkan hukuman yang berat dan konsisten bagi pelaku korupsi untuk menciptakan efek jera. Hukuman ini harus mencakup penjara, denda yang signifikan, dan penyitaan aset hasil korupsi.
    • Penguatan Lembaga Penegak Hukum: Memperkuat lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, dan kejaksaan dengan memberikan sumber daya yang memadai, pelatihan berkelanjutan, dan perlindungan dari intervensi politik.
  • Pemberian Sanksi yang Jelas:
    • Transparansi Proses Hukum: Menerapkan proses hukum yang transparan sehingga masyarakat dapat melihat bahwa pelaku korupsi diproses dan dihukum secara adil dan terbuka.
    • Pengumuman Publik: Mengumumkan nama-nama pejabat yang terlibat dalam korupsi beserta hukuman yang dijatuhkan, untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat dan mempermalukan pelaku. Ini juga berfungsi sebagai pencegah bagi orang lain yang mungkin mempertimbangkan untuk melakukan korupsi.
  • Pengawasan dan Audit:
    • Audit Reguler: Melakukan audit reguler terhadap penggunaan anggaran oleh lembaga pemerintah dan perusahaan swasta. Audit ini harus dilakukan oleh badan independen yang memiliki reputasi baik untuk memastikan objektivitas dan integritas.
    • Penguatan Sistem Pengawasan Internal: Meningkatkan efektivitas unit pengawasan internal di setiap lembaga pemerintah dan perusahaan untuk mendeteksi dan mencegah praktik korupsi sebelum terjadi.

3. Memperkuat Kontrol Tidak Langsung

Memperkuat kontrol tidak langsung melibatkan pembangunan budaya integritas, dan penghargaan terhadap perilaku etis di masyarakat. Ini mencakup:

  • Budaya Integritas:
    • Program Integritas: Mengimplementasikan program integritas di lembaga pemerintah dan perusahaan yang mencakup kode etik, pelatihan rutin tentang integritas, dan komitmen dari pimpinan untuk menegakkan standar etika. Program ini harus mencakup mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia bagi pelanggaran etika.
    • Pendidikan Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam program pendidikan yang menekankan pentingnya integritas dan peran mereka dalam memerangi korupsi. Ini bisa dilakukan melalui LSM, komunitas lokal, dan inisiatif masyarakat yang berfokus pada transparansi dan akuntabilitas.
  • Penghargaan terhadap Perilaku Etis:
    • Penghargaan dan Insentif: Memberikan penghargaan dan insentif kepada individu dan organisasi yang menunjukkan integritas tinggi dan berkontribusi dalam pemberantasan korupsi. Penghargaan ini bisa berupa pengakuan publik, sertifikat, atau bonus finansial.
    • Promosi Berdasarkan Integritas: Memastikan bahwa promosi di lembaga pemerintah dan perusahaan didasarkan pada integritas dan kinerja, bukan hubungan personal atau politik. Ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang adil dan kompetitif berdasarkan meritokrasi.
  • Penguatan Hubungan Sosial:
    • Komunitas Anti Korupsi: Membentuk komunitas atau kelompok masyarakat yang berfokus pada pemberantasan korupsi. Kelompok ini dapat berfungsi sebagai pengawas sosial yang melaporkan dugaan korupsi dan mendukung transparansi.
    • Dukungan Sosial dan Psikologis: Menyediakan dukungan sosial dan psikologis bagi pelapor korupsi (whistleblower) untuk melindungi mereka dari intimidasi dan represaliasi. Perlindungan ini harus mencakup aspek hukum, finansial, dan emosional.

4. Mendorong Kontrol Alternatif

Mendorong kontrol alternatif melibatkan keterlibatan individu dalam kegiatan yang positif dan bermakna untuk mengurangi peluang terlibat dalam korupsi. Ini mencakup:

  • Keterlibatan dalam Kegiatan Positif:
    • Program Keterlibatan Masyarakat: Mendorong keterlibatan masyarakat dalam kegiatan yang bermakna seperti pekerjaan sukarela, program sosial, dan kegiatan komunitas. Keterlibatan ini dapat membangun rasa tanggung jawab dan mengurangi kesempatan untuk terlibat dalam korupsi.
    • Keterlibatan Pegawai Negeri dan Swasta: Mengajak pegawai negeri dan swasta untuk berpartisipasi dalam program-program sosial dan kemasyarakatan yang dapat meningkatkan rasa keterikatan mereka dengan nilai-nilai integritas dan etika kerja.
  • Keterlibatan dalam Pekerjaan dan Pendidikan:
    • Peluang Karir dan Pengembangan Profesional: Menciptakan peluang karir yang jelas dan program pengembangan profesional bagi pegawai negeri dan swasta. Ini membantu mereka fokus pada pencapaian karir yang sah dan mengurangi godaan untuk melakukan korupsi.
    • Beasiswa dan Pelatihan: Menyediakan beasiswa dan pelatihan bagi individu yang berpotensi tinggi untuk belajar tentang etika kerja dan integritas. Ini tidak hanya membantu dalam pengembangan pribadi tetapi juga menciptakan generasi baru yang lebih sadar akan pentingnya integritas.

Premis Ketaatan Hukum menurut Francis Ivan Nye dan Teori Kontrol Sosial yang diajukannya membahas tentang bagaimana manusia bisa diberdayakan untuk menjaga ketaatan terhadap hukum dan norma sosial. Berikut adalah poin-poin penting dari premis tersebut:

  1. Kendali Terhadap Pelanggaran: Menurut Nye, manusia diberi kendali baik secara internal maupun eksternal agar tidak melakukan pelanggaran. Ini berarti individu memiliki kemampuan untuk mengendalikan dorongan atau keinginan yang mungkin melanggar hukum atau norma sosial.
  2. Proses Sosialisasi yang Adekuat: Nye menekankan bahwa proses sosialisasi yang memadai dapat mengurangi terjadinya perilaku delinkuen atau menyimpang. Sosialisasi melalui pendidikan, lingkungan keluarga, dan interaksi sosial lainnya membentuk pola pikir dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
  3. Pendidikan Pengekangan Keinginan: Salah satu aspek yang penting dalam premis ini adalah pendidikan terhadap individu untuk melakukan pengekangan terhadap keinginan (impulse). Hal ini berarti individu diajarkan untuk mengendalikan emosi, dorongan, atau hasrat yang dapat mendorong mereka untuk melakukan tindakan melanggar hukum atau norma.
  4. Kontrol Internal dan Eksternal: Premis Nye menegaskan pentingnya kontrol baik dari dalam diri individu (kontrol internal) maupun dari lingkungan eksternal (kontrol eksternal). Kontrol internal berkaitan dengan nilai-nilai, moral, dan kesadaran individu terhadap aturan-aturan yang berlaku, sementara kontrol eksternal melibatkan pengawasan dan penegakan hukum dari pihak yang berwenang.
  5. Ketaatan terhadap Hukum (Law Abiding): Tujuan dari premis ini adalah membangun ketaatan terhadap hukum (law abiding) di masyarakat. Ketaatan ini tercipta ketika individu secara sadar dan sukarela mematuhi aturan-aturan yang berlaku tanpa perlu dipaksa atau diawasi secara terus-menerus.

Jadi, premis Ketaatan Hukum Francis Ivan Nye dan Teori Kontrol Sosial yang diusungnya menekankan pentingnya kontrol internal dan eksternal, sosialisasi yang adekuat, serta pendidikan dalam menekan keinginan yang dapat memicu perilaku menyimpang, dengan tujuan utama membangun ketaatan terhadap hukum dan norma sosial dalam masyarakat.

Ketika kita menyatukan berbagai topik yang telah kita bahas, dari kasus korupsi hingga premis ketaatan hukum menurut Francis Ivan Nye dan teori kontrol sosial, kita dapat melihat bahwa upaya pencegahan korupsi dan membangun ketaatan terhadap hukum memiliki keterkaitan yang erat dengan faktor-faktor sosial, psikologis, dan budaya. Kesimpulan dari semua ini adalah bahwa pencegahan korupsi dan membangun ketaatan terhadap hukum merupakan tugas bersama yang melibatkan berbagai aspek dari individu, lembaga, dan masyarakat.

Kesimpulan
Pertama-tama, kasus korupsi yang sering terjadi menunjukkan bahwa ada kelemahan dalam sistem pengawasan dan pencegahan korupsi di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena kombinasi dari kurangnya transparansi, kurangnya penegakan hukum yang tegas, serta kurangnya budaya integritas di lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Korupsi yang melibatkan pemimpin tingkat tinggi, seperti kasus yang melibatkan Ketua KPK, menunjukkan bahwa tidak ada jaminan absolut terhadap integritas individu, dan kontrol sosial yang kuat sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Dari perspektif Francis Ivan Nye, pemahaman bahwa manusia memiliki kontrol internal dan eksternal penting dalam mengendalikan perilaku menyimpang, termasuk korupsi. Pendidikan anti korupsi, penanaman nilai-nilai moral, dan proses sosialisasi yang adekuat menjadi kunci dalam membangun ketaatan terhadap hukum. Kontrol internal, seperti nilai-nilai moral dan kesadaran hukum, harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan dan lingkungan keluarga. Sementara itu, kontrol eksternal, seperti penegakan hukum yang tegas dan adil, memainkan peran penting dalam memberikan konsekuensi bagi pelaku korupsi.

Teori kontrol sosial juga menyoroti pentingnya kontrol internal dan eksternal dalam membangun ketaatan terhadap hukum. Kaidah-kaidah sosial dan proses sosialisasi yang memadai berperan dalam membentuk perilaku individu. Budaya integritas dan penghargaan terhadap perilaku etis juga merupakan elemen kunci dalam memperkuat kontrol sosial yang dapat mencegah korupsi.

Pencegahan korupsi dan membangun ketaatan terhadap hukum merupakan tantangan yang kompleks dan memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai faktor dari berbagai sektor. Dalam konteks ini, pendidikan dan sosialisasi memegang peran penting dalam membentuk karakter individu dan memperkuat nilai-nilai moral serta kesadaran hukum. Pendidikan anti-korupsi yang efektif dan inklusif harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi. Hal ini tidak hanya mencakup pemahaman akan bahaya dan dampak negatif korupsi, tetapi juga pembentukan karakter yang mengutamakan integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.

Selain itu, penegakan hukum yang tegas, adil, dan transparan juga merupakan pilar utama dalam upaya pencegahan korupsi. Pemberantasan korupsi harus dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk pada level yang tinggi di dalam struktur pemerintahan. Lembaga-lembaga penegak hukum, seperti KPK, harus diberikan kewenangan dan dukungan yang memadai untuk melakukan tugasnya tanpa intervensi politik atau tekanan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan.

Selain upaya dari pemerintah dan lembaga penegak hukum, partisipasi aktif dari masyarakat sipil juga sangat penting. Masyarakat harus didorong untuk melaporkan kasus korupsi dan menjadi agen perubahan dalam membangun budaya integritas. Komunitas-komunitas anti-korupsi, LSM, dan aktivis hak asasi manusia memiliki peran strategis dalam mengawasi kinerja pemerintah dan lembaga-lembaga publik, serta menyuarakan aspirasi dan tuntutan untuk transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi.

Di sisi lain, sektor swasta juga memiliki tanggung jawab dalam membangun tatanan bisnis yang bersih dan etis. Penerapan praktik tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) termasuk dalam upaya mendorong budaya integritas di sektor bisnis. Swasta juga harus berperan aktif dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi, misalnya dengan tidak memberikan suap atau fasilitasi yang melanggar hukum.

Dalam rangka menciptakan lingkungan yang lebih bersih, adil, dan berkeadilan bagi semua orang, kerja sama dan koordinasi yang erat antara pemerintah, lembaga penegak hukum, masyarakat sipil, dan sektor swasta menjadi kunci. Sinergi antara semua pihak ini akan menciptakan sistem yang lebih efektif dalam memerangi korupsi dan membangun ketaatan terhadap hukum. Dengan demikian, fondasi yang lebih kuat dapat dibangun untuk mencapai tujuan bersama dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil, terpercaya, dan berdaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun