Anggaran untuk APBD 2020 di DKI Jakarta, menjadi polemik di media belakangan ini, banyak pernyataan yang saling menyalahkan, baik dari anggota DPRD dan eksekutif dari begitu banyak pernyataan tersebut agaknya semua mengarah dari kinerja SKPD yang tidak mumpuni.Â
Dengan menyalahkan ASN, tidak profesional dan sembrono, agaknya menjadi tidak bijak juga karena banyak pihak bertanggung jawab atas anggaran yang sedang dibuat dan dibahas saat ini.Â
Menjadi catatan juga, ASN harusnya bekerja dalam koridor standar profesional, jadi siapapun kepala daerahnya, kinerja ASN tidak berubah, ibarat sebuah mesin yang sudah teruji kehandalannya dan kepala daerah hanya sebagai supirnya.
Kegaduhan
Pernyataan apapun yang dilontarkan oleh pejabat publik dalam hal ini jabatan politik ( Gubernur, Bupati atau Walikota ) selalu digambarkan sebagai pernyataan politik, itu sangat jelas.Â
Dan pejabat publik harusnya tidak tipis telinga (anti kritik) dengan menyalahkan pihak lain dengan dalih apapun apalagi dikaitkan politik. Hal ini harusnya tidak menjadi gaduh jika semua pihak berdiri dalam posisi yang sama dalam melihat masalah, tidak menutup diri, ini bukan politik tapi sudah pada tataran teknis administrasi.
Ini analoginya jika seseorang menunjukan kalau di rumah anda, ada seekor ular masuk, apakah serta merta anda menyalahkan orang tersebut dengan berbagai maksudnya untuk mengelabuhi anda, padahal seharusnya anda akan sangat berterima kasih karena hal tersebut karena bisa membahayakan anda dan anggota keluarga dirumah, dan segera anda mencarinya dengan hati-hati bila perlu meminta bantuan pihak lain untuk hal itu, bukan ?
Karena melihat masalah anggaran dari sisi politik berbeda menjadi saling menyalahkan, ini adalah tataran teknis tidak bisa lagi menyatakan kritik dilihat sebagai motif politik, keterbukaaan informasi menjadi azasnya, agar publik tahu bagaimana anggaran itu digunakan dan manfaatnya.Â
Lebih ngawur lagi, jika begitu besar dan banyaknya mata anggaran dan rincian kerja dalam KUA-PPAS 2020 menjadi tanggung jawab DPRD semata, yang kita tahu jumlah anggota dewan hanya 106 orang dan waktu pembahasan harus selesai diakhir November, impossible.Â
Disinilah perlunya keterlibatan dan partisipasi publik dalam melihat proses sejak dari perencanaan, pembahasan hingga penetapan APBD itu, agar menjadi tanggung jawab bersama, karena itu adalah uang publik dan guna membangun kepercayaan antara publik dan pemerintah agar jalannya pembangunan di daerah menjadi tanggung jawab bersama serta menumbuhkan civil soceity yang kuat.
Transparansi