Sejuta Keraguan, Cukup Satu Keyakinan
Bukanlah Isra Mi'raj mengajarkan kita tentang sebuah peristiwa. Perjalanan yang tak bisa dinalar oleh akal manusia kala itu.
Baginda Nabi SAW, manusia agung itu, mengabarkan bahwa keajaiban alias adanya kekuasaan Ilahi Rabbi. Beliau dimampukan untuk sampai ke langit ke-7 dengan Buraqnya dalam satu malam.
Sontak masyarakat yang mayoritas jahiliyah, tak hanya buta huruf tapi masih kelam dalam tindakan, di mana kejahatan serta kebiadaban begitu maha dahsyat. Tak hanya hati yang masih kelam, pikiran pun jauh dari kata terbuka.
Dari kejahiliyahan itu lahirlah sejuta keraguan. Mereka mempertanyakan, "Apa mungkin?" Diikuti cemoohan bahkan intimidasi, menuduh bahwa Baginda tercinta lagi mulia itu telah gila.
Mereka lupa, sang pembawa cinta tidak goyah oleh sejuta keraguan itu. Cukup satu kemantapan hati bahwa syariat dan perintah salat itu Baginda SAW bawa ke bumi dari langit tertinggi sebagai perintah maha agung.
Satu Sahabat Mulia dan Satu Keyakinan
Tepatnya, peristiwa Isra Mi'raj itu dari Makkah, Masjidil Haram ke Palestina, Masjid Al Aqsa, hingga naik ke Sidratul Muntaha. Dalam hadis sahih juga tercatat dalam Sirah Nabawiyah bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq RA meyakini benar adanya dengan satu keyakinan yang teramat kuat.
Kaum Quraisy memanfaatkan momen ini untuk mengejek Nabi . Mereka mendatangi Abu Bakar RA dan berkata, "Apa pendapatmu tentang sahabatmu yang mengatakan bahwa ia telah pergi ke Baitul Maqdis dan kembali lagi dalam satu malam?"
Tanpa ragu, Abu Bakar menjawab, "Jika itu dikatakan oleh Muhammad SAW, maka aku percaya. Aku bahkan percaya sesuatu yang lebih besar daripadanya, yakni bahwa ia menerima wahyu dari langit."
Inilah yang menyebabkan sahabat mulia satu ini digelari Ash-Shiddiq, karena cukup satu keyakinan kokoh yang menegasikan atau melawan sejuta keraguan.
Kita Semua Belajar: Arti Sebuah Perjalanan Tanpa Keraguan
Peristiwa besar lagi agung ini mengajarkan kita semua bahwa kebenaran adalah perjalanan sesungguhnya. Sedahsyat apa pun keraguan itu, bahkan jutaan cercaan, maka tapak kaki selalu berpijak pada jalan-jalan kebenaran.