Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni Mengendalikan Emosi

1 Oktober 2024   14:14 Diperbarui: 1 Oktober 2024   14:18 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentang aturan main bagaimana emosi tak jadi petaka. Ia hanyalah sebuah permainan dan memiliki seni tersendiri untuk terus dan terus mengendalikannya. 

Pagi dan prahara emosinya

Suara burung berkicau, ayam berkokok dan lain sebagainya adalah sebuah pristiwa pagi yang alami. Sudah ditakdirkan dan kita tidak bisa merubahnya. 

Nah sahutan berikutnya adalah suara omelan entah dari ibu, istri, saudara dan lainnya. Emosi pagi hari mulai menguak, padahal pagi hari itu agenda mencari sejuk embun pagi, bukan mencari bara emosi. 

Sejatinya embun pagi itu mengajarkan kita untuk berprangai sejuk. Memberi hawa dingin lagi menyegarkan. Tapi apalah daya teriakan itu tiba hehehehe. 

Jangan emosi karena sebuah teriakan

Pagi buta itu terdengar teriak. Ya, teriak dari orang yang paling mencintai anak bujang laki-laki satu-satunya. Teriakan merdu sang ibunda tersayang.

"Nak jangan tidur pagi hari, orang bangun siang rezekinya seret". Teriakan ini adalah terikan mesrah yang dirindukan kala anak laki itu sedang jauh merantau. 

Sebuah emosi saat lelah pagi menyapa. Udara pagi tak lagi segar namun dapat teriakan "menjengkelkan" itu. Tapi tidak perlu mengedepakan emosi, ini teriakan cinta sebagai pemyambut hari. Percayalah!

Perlukah emosi?

Emosi adalah satu hal yang bisa menjerumuskan. Namun di sisi lain jika terkendali ia akan menjadi sesuatu yang berharga. 

Hidup dengan lika-likunya, sudah barang tentu emosi perlu dikendalikan. Dari pagi hingga sore hari akan ada saja distraksi mempengaruhi emosi kita. Ya, inilah hidup. 

Hidup yang emosional ada baik dan tidak. Tidak selamanya buruk. 

Emosional pada hal-hal yang tidak benar dihadapan adalah sesuatu kebaikan. Misal, dikarenakan membela aspek hak atau kebenaran maka emosi dalam hal ini dan kadar tertentu diperlukan. 

Tindakan ini kadang diperlukan. Namun akan menjadi momok jika selalu dituruti dalam setiap aspek kehidupan. Lama-lama kita akan menjadi manusia emosianal. Tentu ini tidaklah baik. 

Kita tak mampu mengubah garis takdir 

Seperti halnya kejadian alam yang alami, sifat dan keadaan orang terdekat kita adalah sopntanitas kejadian yang telah terjadi. Tak ada kuas untuk menghindari dan mengubahnya seketika. 

Lalu apa hal yang bisa kita lakukan selain menerima dan mengambil sikap tenang dibubukan "toping" bodo amat sedikit saja. Sebuah ungkapan menarik pernah saya dengarkan, "kita tidak akan pernah mampu mengubah orang lain, yang bisa kita lakukan adalah mengubah diri sendiri lebih baik secara terus menerus". 

Kita hanya mampu mengubah diri kita menjadi lebih baik. Menyadari hingga mengakui kelemahan diri bukanlah hal yang mudah. 

3 langkah sebagai seni pengendalian emosi

Faktanya sebagian besar orang yang memiliki kekayaan wawasan. Mereka memiliki kestabilan emosi yang baik. 

Pertama, memakai "topeng" bodo amat. 

Ini penting dikarenakan emosi kita selalu tidak stabil akibat topeng kita terlalu menangkap realitas terlalu dalam. 

Padahal tidak semua hal harus ditanggapi maka peran bodo amat di sini sangatlah penting. Orang yang bodo amat dalam hal-hal tak penting, maka dialah pemenangnya untuk hal-hal penting. 

Kedua, menggunakan jurus "salam" pikiran. 

Terinsipirasi dari definisi salam bisa diartikan selamat dan bisa juga berarti salaman alias jabatan. Pikirin butuh salaman, tukar pikiran. 

Setidaknya dengan tukaran pikiran, apapun mediumnya baik diskusi, ngobrol dan melahap pikiran dari buku ini juga bagian dari pukirian yang bersamalaman. Menyulam pikiran lain dan diolah lalu dianalisis oleh pikiran sendiri. 

Ini berkaitan dengan emosi yang terkendali. Semakin bangak perspektif yang masuk, maka emosi kita terkendali. 

Ketiga, tertawakan pikiran sendiri. 

Kepulan asap sore hari dengan nuansa kretek tembakau sesuai selera masing-masing bagi yang ahli hisab pasti ngerti. Sembari kita pikirkan lagi naifnya cara berpikir kita, kemudian lahirnya banyak tindakan aneh. Betapa naifnya sekali lagi, lalu tertawakanlah hal tersebut. 

Hal di atas mampu membuat emosi kita lebih terkendali. Selain tertawa itu menyehatkan, menertawakan pikiran naif kita adalah koreksi diri lagi menyehatkan dan menyegarkan pikiran itu sendiri. 

Informasi tulisan

*Tulisa di atas jadi artikela Highlight pada laman SISIPAGI. Tayang pada 29/09/2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun