Emosional pada hal-hal yang tidak benar dihadapan adalah sesuatu kebaikan. Misal, dikarenakan membela aspek hak atau kebenaran maka emosi dalam hal ini dan kadar tertentu diperlukan.Â
Tindakan ini kadang diperlukan. Namun akan menjadi momok jika selalu dituruti dalam setiap aspek kehidupan. Lama-lama kita akan menjadi manusia emosianal. Tentu ini tidaklah baik.Â
Kita tak mampu mengubah garis takdirÂ
Seperti halnya kejadian alam yang alami, sifat dan keadaan orang terdekat kita adalah sopntanitas kejadian yang telah terjadi. Tak ada kuas untuk menghindari dan mengubahnya seketika.Â
Lalu apa hal yang bisa kita lakukan selain menerima dan mengambil sikap tenang dibubukan "toping" bodo amat sedikit saja. Sebuah ungkapan menarik pernah saya dengarkan, "kita tidak akan pernah mampu mengubah orang lain, yang bisa kita lakukan adalah mengubah diri sendiri lebih baik secara terus menerus".Â
Kita hanya mampu mengubah diri kita menjadi lebih baik. Menyadari hingga mengakui kelemahan diri bukanlah hal yang mudah.Â
3 langkah sebagai seni pengendalian emosi
Faktanya sebagian besar orang yang memiliki kekayaan wawasan. Mereka memiliki kestabilan emosi yang baik.Â
Pertama, memakai "topeng" bodo amat.Â
Ini penting dikarenakan emosi kita selalu tidak stabil akibat topeng kita terlalu menangkap realitas terlalu dalam.Â
Padahal tidak semua hal harus ditanggapi maka peran bodo amat di sini sangatlah penting. Orang yang bodo amat dalam hal-hal tak penting, maka dialah pemenangnya untuk hal-hal penting.Â
Kedua, menggunakan jurus "salam" pikiran.Â
Terinsipirasi dari definisi salam bisa diartikan selamat dan bisa juga berarti salaman alias jabatan. Pikirin butuh salaman, tukar pikiran.Â
Setidaknya dengan tukaran pikiran, apapun mediumnya baik diskusi, ngobrol dan melahap pikiran dari buku ini juga bagian dari pukirian yang bersamalaman. Menyulam pikiran lain dan diolah lalu dianalisis oleh pikiran sendiri.Â
Ini berkaitan dengan emosi yang terkendali. Semakin bangak perspektif yang masuk, maka emosi kita terkendali.Â