Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebelum Menikah, Ada Satu Imaji yang Melekat

22 September 2024   05:53 Diperbarui: 22 September 2024   05:58 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak alias disebut juga buah hati. Beredar kabar tentang sesuatu yang meresahkan kita semua. Isu fahterless alias hilangnya sosok ayah dalam bangunan rumah tangga semakin marak terjadi. 

Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan angka fatherless menembus 99%. Hanya ada 1% keluarga di negri kita memiliki sosok dan peran ayah yang signifikan.  

Untuk itu keresahan saya sebagai penulis menyiapkan sesuatu sebelum menikah. Ya imaji tentang memiliki buah hati tentang bagaimana boanding dan bisa lekat dengannya itu jadi sebuah imaji melekat tersendiri. 

Sekilas pengamatan tentang pernikahan

Saya tidak ingin bicara pengalaman pernikahan (iyalah menikah aja belum hehehehe). Nah, mari kita sama-sama bicara tentang pengamatan pernikahan. 

Tentu masing-masing diantara kita memiliki pengamatan bahkan ada juga yang sudah berpengalaman berbeda-beda. Tentang apa yang kita sebut dunia pernikahan. 

Artinya pengamatan saya tentu akan bias dengan hal subjektif berdasarkan apa yang saya lihat baik dari orang terdekat, teman-teman, hingga sepintas lalu meneropong dunia pernikahan. 

Terakumulasilah semua yang saya lihat dan pernikahan menurut saya adalah sebuah rumah besar lagi panjang. Ada perjuangan panjang dan ada kelapangan dada yang teramat lebar. 

Tidak sedikit saya menyaksikan pernikahan selesai karena disebabkan tidak sabarnya salah satu pihak atau bahkan saling tidak sabar. Lalu, ada juga yang berakhir di 10 tahun pernikahan karena tidak ada kelapangan dada. Salah satu tidak romantis menurut salah satu pihak akhirnya ini menjadi acuan untuk berakhirnya bahtera pernikahan. 

Fatherless dan kasih yang tak sampai

Sepakat kita semua bahwa patah hati adalah satu hal yang menyakitkan. Hal ini pengecualian untuk mereka yang bodo amat dan buru-buru mencari lagi dikarenakan mudah mengagumu. Ini lain cerita ya. 

Patah hati kali ini saya ingin membahas tentang seorang anak kepada orang tuanya. Baiklah kita lupakan pembahasan sebelumnya tentang sekilas pernikahan yang berujung pisah karena dua hal ketika saya mencoba mengamati. 

Seorang anak yang kehilangan sosok ayah atau bahkan ibu adalah patah hati terhebat yang barangkali tidak disadari secara penuh. Anak akan tumbuh dengan kekurangan kasih sayang alias memilihi hidden need rasa sayang berlebih ketika dewasa nanti. 

Anak perempuan dengan isu fatherless akan membawa dampak panjang. Iya akan mencari bahkan ketika mendapatkan sosok laki-laki sebagai pasangan maka tuntutan akan hidden need kasih sayang berlebih terjadi. Lelaki akan mengalami kelelahan dan rasa beban berat kelak nantinya jadi bom waktu tersendiri. 

Imaji dan ketakutan 

Saya menaruh ketakutan tersendiri ketika imaji tentang memiliki seorang buah hati kelak. Maaf tulisan terkesan membawa saya jauh menghayal. Untuknya saya memilih kata imaji. 

Kembali, ketakutan terbesar saya adalah ketika tanpa sadar menjadi sosok ayah yang menyebalkan. Ketika anak saya kelak tak ingin bercerita, tak mau ngobrol cair dari bercanda hingga hal-hal lebih dalam atau anak sekarang menyebutnya deep talk. Maka inilah ketakutan tersendiri dalam imaji saya. 

Melekat kuat akan gagalnya menjadi sosok yang tak mampu membuka obrolan, tidak bisa merangkul atau menjadi lapangan paling nyaman berlari sang anak. Utopia sekali, berlebihan memang tapi inilah keadaan pikiran kini tentang imaji terbangun. 

Pada akhirnya: Kita hanya bisa berbenah 

Isu fatherless, tentang relationship yang tak tentu arahnya lagi betapa mahalnya hubungan bisa bertahan. Dampak dari kesetian dan kemauan menjadi sosok ayah hadir bagi buah hati adalah sebuah tantanga. 

Tak perlu kawatir atau jadi beban pikrian. Akhirnya tersisa satu asa tentang bagaimana berbenah dan mempersiapkan. Semua kesiapan tentu dengan ilmu pengetahuan. 

Menjadi pembelajar lalu terus berbenah demi satu asa dan cita bahwa kelak kita tak lagi menjadi momok bagi buah hati. Ia hidup dalam pola asauh penuh kasih. Penuh sayang dan tidak lagi mengemis kasih sayang dalam jangka waktu lama lagi meresahkan. 

Salam. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun