Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Editor, Writer and Founder of Books For Santri (Khujjatul Islam Boarding School)

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Mental dan Kekayaan Alam Kita

12 Juli 2023   08:32 Diperbarui: 12 Juli 2023   08:35 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nationalgeographic.grid.id

Berangkat dari satu pengalaman berharga bagi diri sendiri. Setelah berbincang dengan orang terdekat.

Ada satu hal yang membuat aku tertampar karena merasa masih belum memiliki banyak pencapain dengan segudang ketakutan. Ini tidak baik kata teman bicara tadi. Ketakutan itu kadang membuat kita lupa memiliki iman  lupa jika kita Bertuhan bahkan. Singkatnya lupa bersyukur akan potensi sekitar yang besar.

Duh tamparan keras itu membuat pagi ini mencoba menata mental optimis lagi. Mengurai tentang mental dan semoga memberi wacana dan wawasan baru. 

Kita mulai diskusi ringan tentang kemiskinan yang melanda negeri. Namun disisi lain kita juga punya kekayaan luar biasa besarnya. Alam kita adalah sebongkah surga yang membuat penjajah betah beratus tahun "memperkosanya". 

Sebuah informasi mencengangkan bahwa Belanda hingga hari ini adalah pemegang arsip paling lengkap tentang tambang Indonesia. Kita hanya bisa mengcopy dan dilarang mengambil arsip aslinya. Karena dalam perjanjian Konvensi Wina tidak ada keharusan negara penjajah mengembalikan arsip yang ada. 

Soal arsip saja kita kalah dan kekayaan arsip ini seharusnya tidak disepelekan. Ini jadi catatan sendiri bagi para pemangku kebijakan demi merawat kekayaan kita bersama. 

Singkat saja, tentu kita semua menyadari bahwa angka kemiskinan di Indonesia begitu tinggi. Tak perlu kita berpatokan pada kenaikan pendapatan negara yang hitung-hitungannya jelimet. Tulisan ini mengajak pembaca semua untuk lebih dekat melihat realitas. 

Data menunjukan hampir 30 juta penduduk Indonesia tercatat masih dibawah garis kemiskinan. Ini yang mampu dicatat dalam data dan laporan tertulis. Dugaan kuat saya angka kemiskinan kita lebih, melihat banyak pengangguran dan sulitnya lapangan pekerjaan. 

Ya tentu saja kemiskinan adalah realitas. Dan sangat nyata bahkan merajalela di negeri yang hampir semua penduduk dunia mengakui kekayaan alam yang dimiliki negeri kita tercinta ini. 

Lalu bagaimana bisa kemiskinan masih merajalela? Jawaban sederhananya karena 2 hal. Pertama, kita masih terjajah oleh diri sendiri semisal korupsi yang kian tahun makin saja terjadi di elit tertinggi hingga menular ke birokrasi terkecil sekalipun. Kedua, karena mental kita sendiri. Karakter untuk merdeka dan jadi manusia merdeka belum terpatri dalam diri. 

Menyelaraskan mental dan kekayaan alam kita adalah dua hal yang perlu. Kita yakini dulu betapa kayanya kita. 

Dan setelahnya mari kita mulai dengan mental tidak menjajah negeri sendiri dan keberanian membangun kerajaan dalam diri. Bahwa kita bisa merdeka dalam banyak hal termasuk merdeka memiliki finansial atau kantong yang sehat hingga ruang kesejahteraan karena memang kemandirian yang kokoh. 

Ini sedikit pandangan saya. Jika memang khalayak pembaca memiliki wacana lain tentang diskusi kali ini, silah beri komentarnya. Saya memberi ruang bebas untuk menuliskan apapun. 

Salam. 


Kwaron, Jombang

AR/12/7/2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun