Berbicara ramadan di Indonesia alias sejak dulu di nusantara. Memiliki keunikan tersendiri.Â
Negri ini bisa dibilang negri berbudaya. Khususnya fenomena ramadan  terkesan jadi tradisi budaya yang tinggi lagi mulia.Â
Tidak hanya umat Islam, tak jarang bukber alias buka bareng dalam satu meja di bulan ramadan berbeda agama ada kawan yang ingin bukber itu sangat lumrah. Bukan hal aneh di negri ini.Â
Ramadan, bulan puasa ini akhirnya milik semua. Untuknya momen ini menghantarkan toleransi semakin cair bahkan sangat mengalir.Â
Rahmat bagi semua, belanja sore dengan istilah ngabuburit sangat marak. Memasyarakat dan semua bebas rela berbelanja tanpa melihat ia muslim atau tidak.Â
Dalam ragam ramadan. Contoh satu atau dua kasus di atas. Makna ramadan akhirnya begitu universal. Jadi berkah untuk sesama.
 Sejatinya puasa?
Puasa tidak lagi berbicara tahan lapar dan haus. Tapi lebih dari sekedar menahan dahaga di rongga.Â
Refleksi panjang tahun ke tahun menjalani ibadah puasa. Saya melihat satu sisi penting, betapa puasa adalah mengasah empaty.Â
Lihatlah sekeliling kita, dengan kondisi lapar. Bagaimana saudara-saudara kita yang saban hari menahan lapar tanpa harus menunggu bulan puasa.Â
Jangankan bicara mereka yang memang marjinal. Coba perhatikan sekitar! bisa jadi ada mahasiswa alias pelajar pas-pasan hanya makan sekali sehari dengan ragam pertimbangan.Â