Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Garis Embara Cinta, Kepergian dan Misterinya

16 Maret 2023   16:32 Diperbarui: 16 Maret 2023   17:36 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terbangun, dari riuh pelupuk mata. Memejam, membuka, lalu entah kemana?

Lalah letih bahkan kian ringkih, mencari-cari. Tapi untuk apa?

Bingung untuk dan demi apa. Aku pun berlabuh ke prahahara romansa. Lagi dan lagi tentang cinta, anatara harapan dan hati yang harus patah.

Cinta berbingkai asamara selalu saja bertutur indah, tapi misteri kepergianya selalu membayangi. Entah pergi karena riuh geloranya telah mati, atau karena kematian itu sendiri!

Garis takdir, garis kelana antara pasrah dan doa di bibir yang basah. Terkejut-mengetuk-terpikat lalu tak mengerti semua ini kejadian apa.

Cinta dan misteri seolah berjodoh. Pencarian seolah-olah pencarian paling alpha akan nyata. Seolah penantian panjang berbuah khayal demi khayal.

Rekat-pilu-pahit tertelan dijamu asmara paling pilu lagi pahit yang selau menjajikan rayu diaduk oleh glukosa berbahan alami capuran kurma dan madu, katanya. Padahal? Racun!

Adakah pujangga yang berani mengutuk asmara? Seolah semua pujangga adalah pemabuk asmara cinta.

Ini berbahaya. Karena pujangga yang menggores tinta disedang mabuk asmara. Berbahaya dan membunuh!

Sang pujangga itu sedang meramu racun berbahan ekpektasi. Semua akan sakau dalam khayal mematikan digaris cinta yang hanya singgah pada ilusi.

Pujangga ini, mencipta ramuan paling bahaya, bahkan lebih berbahaya dari ganja yang tumbuh subur lagi alami dibumi pertiwi saban saat dibakar oleh aparat karena dugaan atau klaim fakta akan bahayanya.

Itulah kenapa aku kagum pada kisah Zainudin dalam novel "Tenggelamnya Kapal Van Derwijk". Kisah romansa jadul ini menampilkan pujangga yang menelan pahitnya romansa, sebagai realitas hidup tapi dihembuskannya terus dengan nafas karya. Ia pun melegenda!

Demikianlah garis embara cinta, kepergian dan misterinya.

Salam,

Albar, 16 Maret 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun