Kesempatan berharga kali ini patut saya syukuri. Menjadi santri kalong di Chujjatul Islam, Mlangi. Adalah anugerah tersendiri.
Walau kuliah awal dahulu rampung. Dan setelahnya menyempatkan diri nyantri di berbagai tempat. Dari beragam guru dan kiyai. Dari al-Madina teman-teman Wahdah hingga ke Krapyak untuk berkenalan dengan kitab kuning fiqih Syafiiyah dan lain sebagainya.
Hari ini, saya masih saja ingin menjadi santri. Di tengah emban penelitian dari kampus, kesempatan menyambangi Kiyai Abdul Manan Syukur di Malang tepatnya di Singosari. Bersama rombongan santri sungguh sebuah kehormatan.
Perjalanan Jogja-Malang. Satu bus dengan santri dan warga Mlangi. Tidak hanya kehormatan tapi semoga bagian dari keberkahan untuk saya yang tidak hanya fakir ilmu sebagai santri kalong tapi juga fakir keberkahan.
Kali ini mendatangi satu ulama alias auliya serta pahlawan bangsa yang mungkin dilupakan oleh sejarah. Dalam catatan sejarah sering luput bahkan tidak tercatat secara serius.
Kiyai Manan sendiri lahir tahun 1924. Beliau ulama kharisma di bidang Quran. Berguru pada Hadratussyikh, tentu juga pada KH. Wahid Hasyim untuknya Kiyai Manan pernah menjadi anggota pergerakan Pemuda Islam kala belajar dan nyatri di Tebuireng, Jombang.
Tidak hanya Jombang, Kiyai Manan menyelesaikan Huffadznya di Krapyak, Jogja. Keulamann di bidang Al-Quran tuntas olehnya berkat berguru pada Kiyai Munawir. Tidak butuh waktu lama, beliau menghafalkan Quran serta sanad keilmuan hanya kisaran 1 tahun lebih. Setelahnya beliau terjun ke lapangan perjuangan.
Akhirnya ditengah lapangan perjuangan melawan penjajah sebagai santri. Beliau juga merintis Pendidikan pesantren berbasis Quran di Singosari, Malang. Kampung halaman beliau.
Singkatnya, 2007 pada usia ke-82 beliau wafat. Guru bangsa dan pahlawan negri di bidang Quran itu pun pergi. Setahun setelah Wafat sang Istri, beliau menyuslnya.
Semoga beliau selalu tersenyum melihat santri-santri beliau yang sowan ke kampung halaman beliau saat ini termasuk saya si fakir yang sedang menggores sedikit catatan tentang beliau, auliya Quran negri ini.
Kiyai Manan sejatinya selalu memberi dauh bagi santri untuk lebih taat dan mendekat pada Quran. Sebab ada keberkahan dan maslahat dalamnya.Â
Semangat mendekat pada Quran. Adalah semangat paling berharga, di dalamnya banyak keberkahan bahkan kemaslahatan. Pesan kedamaian, kemanusiaan bahkan membuat sebuah bangsa berperadaban tinggi lagi mulai diatur jelas dalam pesan-pesannya.
Semangat ini semoga terjaga. Perjalanan saya hingga ke Bangkalan Madura dan Surabaya sempat mampir di pasuruan juga. Melihat makam para ulama dan wali Allah ini. Menggetarkan semangat dekat pada ilmu-ilmu keIslaman. Semoga kita semua dimudahkan dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya. Aaamiin.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H