Sebuah film garapan tahun 2020. Dalam format dokumenter tanpa melupakan sinematika dalam dunia sineas. Menghadirkan Rio Dewanto adalah pilihan tepat film dokumenter ini digarap.
Rio Dewanto sendiri sudah akrab dengan dunia cineas dan spesialnya dengan Filosofi Kopi yang diperankannya di tahun sebelum pembuatan Aroma Gayo ini. Ia sukses menyihir kaula muda untuk cinta pada kopi bersama Chicco Jerikho dan pemeran lainnya. Kita kenal Ben dan Jody di film populer itu. Ada baiknya dikesempatan lain diulas juga.
Kembali ke Aroma Gayo dokumenter yang disutradarai oleh Rahung Nasution berlatar sebagai seniman ini mampu membungkus film tesebut dengan pendekatan Sinematigrafi yang kuat lagi mengesankan naturlnya tiap-tiap shoot.
Beberapa scene begitu alami dalam pengambilan gambarnya sangat menyatu dengan Danau Lut Tawar yang indah secara alam di kota Takengon pesisir Aceh. Ditambah 'berbingkaikan' hutan dan kebun kopi Gayo itu sendiri.
Rio Dewanto menilik Kopi GayoÂ
Dipembukaan dokumenter ini, Rio Dewanto bertanya. Dibalik lembar kagumnya pada satu varietes kopi terenak ini,
"Bagaimana pembuatan kopi terbaik dunia ini?"
Perjalanan Rio Dewanto ke Gayo. Menelusuri lebih jauh tentang kekayaan kopi gayo itu sendiri langsung dari asalnya. Aceh di suku gayo. Gayo itu sendiri adalah suku di Aceh pesisir.
Salah satu sahabatnya yang menunjukan arah perjalanan di Takengon Aceh mengatakan, "Di Gayo setiap orang bekerja untuk kopi".Â
Bertemulah dengan 'aman' panggilan akrab berarti abang di gayo salah satu petani sekaligus nelayan. Aman betapa bertani kopi tidak menjajikan, mereka harus berlayar ke danau dan laut untuk bernelayan.
Rio Dewanto terheran-heran, Â kopi gayo yang pernah memenuhi 90%an kebutuhan starbucks dunia ini ternyata memiliki realitas kesejahtraan yan masih timpang.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!