Malam itu berdisukusi ringan dengan kawan. Singkatnya pembahasan seputar dunia kepenulisan. Membuka obrolan malam itu.
Setidaknya kami paham bahwa ada dua tipe penulis secara general. Penulis yang menulis untuk membangun portofolio alias personal branding. Kemudian penulis pesanan dimana menulis kerja target untuk dibayar satu platform online.
Satunya murni menulis untuk menularkan makna sedang satunya untuk mencari uang demi sesuap nasi. Bagaimana pun menulis adalah sesuatu yang sulit sebagai profesi menjajikan secara finansial. Beberapa artikel yang saya tulis sebelumnya tegas hal ini diungkapkan.
Saya akan fokus menyoroti bahwa menulis adalah sebuah hobi juga harapan. Jika dihubungkan dengan diskusi di atas maka menulis sebagai hobi bisa diartikan penulis yang sedang membangun portofolio atau personal branding.
Entah akan membangun personal branding dengannya atau tidak. 2016 lalu saya menulis melalui media sosial juga di salah satu majalah kecil. Rasanya memulai serius menulis kisaran di tahun itu.
Menulis dan menulis dan akhirnya hari ini masih manulis. Media sosial yang kita miliki sejatinya bisa jadi penguat otot menulis
Menulislah saban hari dan dimanapun. Biarkan tintanya terlanjur basah, rasakan manfaatnya. Gores saja kebermaknaan yang bisa digores tiap harinya.
Ada sosok tokoh yang tidak pernah percaya pada mitos bahwa menulis itu tungggu inspirasi. Kala hari itu diniatkan untuk menulis maka kapanpun proses menulis dimulai. Tanpa menunggu apa-apap lagi. “Mau pagi, siang, sore dan malam bahkan dini hari menulis ya tinggal menulis”.
(Sapardi Djokodamono, 2020)
Menjalani kehidupan sebagai penulis. Adalah membasahi tinta, dan biarkan tinta itu telanjur basah. Riset, analisa, memikirkan ulang setiap kata yang dirangkai. Dan banyak lagi. Adalah kehidupan menulis sekali lagi.
Jika Chrisye dengan album lagu “kidung abadi” dan dia adalah penyayi the one only menyanyikannya menurut saya. Lagunya “abadi” di hati.