Dunia kepenulisan. Menarik bagi saya memperbincangkan terus menerus.
Alasan terkuatnya tentu karena banyak alasan. Baik alasan idelaisme sebagai anak muda, hingga alasan praktis untuk bersaulatnya diri secara finansial.
Menulis dijadikan sumber penghasilan mungkin terdengar naif, seolah kaki ini tidak pernah ke toko-toko buku besar yang sudah berkamuflase tidak lagi menjual buku.
Kenaifan dan ketidak tahuan inilah jadi alasan terkuat saya tetap menulis. Api harapan menulis itu akhirnya menyala akibat kebodohan, kenaifan dan semua sebutan bernotasi tidak tau apa-apa.
Selain kenaifan hal lain yang membuat saya ingin terus menulis. Dikarenakan "rakus"nya saya membeli buku. Semoga makin rakus juga dalam membacanya.
Ada banyak alasan lain. Menulis selalu punya alasan untuk memulai namun tak ada ada alasan untuk berhenti.
Pernah berhenti menulis beberapa tahun lalu dikarenakan kesibukan mengajar. Ternayata ini adalah kesalahan dan pengalaman berharga untuk tidak melakukan kesalahan demikian.
Suatu kesempatan hati terteku malu. Pernah berkenalan dengan penulis disabilitas beberapa waktu lalu. Mereka beberapa penulis diantaranya penulis yang rajin.
Mulai detik itu juga saya mulai menekatkan diri. Menjadi penulis. Ya, benar sekali terkesan nekat dan tanpa perhitungan.
Menulis adalah pilihan bagi saya yang bodoh. Dan baru memulai. Tanpa ragu dan selalu percaya bahwa pembaca kian membuka mata.
Setidaknya goresan pena ini. Jadi alarm untuk terus berkarya di manapun dan dalam bentuk apapun.
Meminjam apa yang pernah di torehkan oleh JS Khairan bahwa menulis itu menghidupan api peradaban. Untuknya izinkan goresan ini jadi lilin kecil kian menerangi sekitar.
Alasan terkuat menulis. Adanya cahaya kecil perlu memberi terang.
Rasanya tak ingin berlama-lama mengutuk gelap. Lebih bahagia jika mampu menyediakan lilin kecil tidak hanya jadi penerang namun juga mampu memberi hangat.
Tulisan-tulisan sederhana, mencoba mengurai makna, jauh dari kata menggurui, mencoba menjalin persabatan. Harapannya sebuah cercah tinta memberi kehangatan.
Tidak hanya menghangatkan hati, tapi membakar jiwa untuk melangkah pasti pada tujuan dan kebermaknaan.
Akhirnya sejuta alasan kenapa menulis. Saya hanya manuruh satu alasan, menulis karena kebahagian. Memberi kebermaknaan yang lebih.
Salam.
Disadur dari www.albarr.art.blog
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H