Satu abad organisasi Islam besar ini. Memantik saya untuk menggores coretan ringan.Â
Sebab kecintaan saya pada oraganisasi ini teramat dalam. Dari keluarga yang amaliahnya dekat dengan Nahdatul Ulama. Hingga tokoh-tokoh besarnya jadi konsen studi akedemik.Â
Saya sendiri dikader resmi belum bergabung. Namun selama di Jogja, Krapyak adalah saksi bisu saya mempelajari ilmu dasar melalui kitab kuning klasik bermazhabkan Sayafiiyah. Bersama santri dan kiyainya.Â
Tidak hanya itu di Krapyaklah saya bertemu deng Gus Lutfi tepat di blok L. Asrama dimana kami mendiskusikan sejarah negri ini hampir tiap satu malam suntuk. Peristiwa ini terjadi kira-kira lima atau enam tahun lalu.Â
Kami sangat kagum dan sepakat bahwa keulamaan ulama Nahdatul Ulama begitu kuat. Dari definisinya NU berarti kebangkitan ulama. Ini sudah menandakan orientasi jelas.Â
Nahdha berakar dalam bahasa arab juga bisa di definisikan secara bahasa berisikan daging utuh. Nahdatul ulama bisa diartikan Ulama alias pemuka Islam atau kiyai yang memiliki ilmu berisi. Bahasa anak muda sekarang "daging semua".Â
Kiyai NU yang saya kenal memang selalu punya isi alias daging semua kala bertutur tentang banyak hal.Â
Pengalaman di krapyak hingga meniliti Kiyai Wahid Hasyim dalam kajian studi. Adalah keberhargaan untuk menyelami betapa Kiyai NU memiliki keilmuan.Â
Tanpa menegasikan ormas lainnya. Kiyai NU yang saya kenal beragam namun keilmuan bahkan kecintaan pada tanah air begitu ejahwantah. Mengalir dikehidipan sehari-hari.Â
Konsep hubul waton minal iman yang artinya cinta tanah air adalah bagian dari iman. Sejatinya dipelopori oleh Kiyai Hasbullah yang turut mendirikan NU bersama Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari dan ulama lainnya kala itu.Â