Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Museum dan Merawat Memori Bangsa

29 Januari 2023   12:01 Diperbarui: 29 Januari 2023   14:24 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara museum dan memori bangsa. Teringat momen dimana kunjungan beberapa tahun lalu dari museum ke museum untuk merawat kekayaan memori sebagai generasi. 

Bagaimana tidak museum menurut definisi liarnya adalah tempat ternyaman menyelami memori sebuah bangsa, artefak dan barang berharga dan lain-lain dirawat dengan baik. Spirit merwat ingatan ini artinya  begitu kuat. 

Untuk itu kenyataan bahwa pengunjung museum di negeri kita memang masih kurang. Pengelolaannya di sana sini masih terdapat kekurangan. Bukan berarti kita berhenti dan menyerah begitu saja. 

Bisa kita berkaca pada Jerman dengan Museum Van Gogh nya. Di sana karya sang maestro lukisan abstarak dunia itu dirawat dengan baik bahkan proses tiga dimensinya terus dikembangkan. 

Di Indonesia juga sejatinya ada Museum Affandi. Ingatan kolektif tentang Maestro hebat satu ini tergambar jelas di museum yang tepatnya berada di Jogja. Sentuhan seni rupa yang khas tak kalah liar dari Van Gogh milik Jerman. Jika terus dikembangkan sejatinya sentuhan mahal maestro ini akan semakin dikenal dunia dan mewariskan peradaban mahal bagi Indonesia. 

Tak gampang memang berbicara soal museum, merawatnya sulit memang. Ini di akui oleh Rusdhy Hoesein dalam Memoarnya sebagai Kurator museum. Uniknya berlatar sebagai seorang dokter ia mendalami sejarah hingga menjadi kurator. 

"Penataan fungsi zona di rumah sakit itu serupa (sulitnnya) dengan pentaan zona ruang di museum". Tertera dalam buku "Memoar Rusdhy Hosein". 

Teringat. Selain berkunjung ke museum Affandi dan melihat langsung Kartika Affandi yang masih saja memegang bahan baku untuk membuat karya seni rupa. 

Saya juga berkesempatan melihat dan mendatangi museum Sandi di kotabaru Jogjakarta beberapa tahun lalu. Kisaran tahun 2017. 

Mengetahui akar sejarah bapak sandi Indonesia. Dengan segala kecerdasaannya. Tak hanya menguasai bahasa sandi untuk keaamanan negara. dr. Robiono Kertapati yang berlatar sebagai dokter militer awal karirnya ini juga ternyata menguasai ragam bahasa asing. 

Mendengar pemaparan akan kehebatan bapak sandi Indonesia. Memori sejarah bangsa kian terwat  kuat. Ingin rasanya menjati-dirikan diri sebgai generasi negri menjadi kekuatan lagi. 

Begitulah kira-kira dampak sebuah museum. Memori tentang jati diri sebagai bangsa tertanam, terpatri begitu kuatnya. 

Indonesia, dulunya Nusantara bahkan kebangsaan Melayu yang khas ini. Bisa dirawat akar sejarah melalui artefak atau teksnya.

Butuh sejarawan, butuh cendikiawan, perlu kurator, bahkan sangat diharapkan politikus di senayan dan istana negara juga turut memberi andil yang signifikan untuk merawat memori bersama ini. 

Kelak generasi kita tak akan lagi kehilangan identitas dan jati dirinya. Mereka kokoh dan percaya diri di taraf dunia. 

Tampil menarasikan kekayaan memori kolektif bagsa, sejarahnya dan banyak hal. Indonesia nantinya kaya dengan ingatan dan pikiran. Inilah harapan yang selalu terasa oleh goresan pena. Akan tertuliskan rapi. Bismillah. 

Salam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun