Sampai segitunya aku merenungi. Mungkin sebagian kita akan berpikir. Ah itu berlebihan ilusi yang saya bangun. Tapi pena itu misteri rasanya.Â
Semenjak kehilangannya. Aku tak pernah lagi memaki dalam diam di secarik kertas tua teruntuk mengutuk rezim firaun misal. Sekali lagi ini misal.Â
Toh firaun hanya sebuah gelar raja di mesir kuno dulu. Soal yang diabadikan dalam Al-Quran itu beda hal. Sudahi dulu masalah ini, kembali ke pena yang misteri.Â
Setelah kehilangan pena misteri itu. Aku tersentak pada kepedulian untuk terus menulis. Tak ingin mengutuk secara berlebihan dalam diam. Â Toh akhirnya akan terdiam dan pergi mengilang sendirinya.Â
Terakhir, saya belajar dari pena ini adalah. Tentang menulis adalah hal misteri. Sering sekali artikel atau tulisan lama yang pernah digoreskan saya dulu seoalah bernyawa.Â
Ia tak hanya mengembalikan kita di suatu waktu kapan hal itu dituliskan melainkan membakar semangat untuk tetap menyelami tinta sampai kapanpun.Â
Begitulah perjalanan penulis dan pena penuh misteri itu. Unik saja, dan yang  bisa merasakan hanya penulisnya. Terserah mereka yang menganggap itu hal berlebihan.Â
Semoga penulisnya adalah pena berjalan. Mampu menangkap realita, fenomena, dan apa saja yang ada di sekitar menjadi buah tulisan indah.Â
Dari hal misteri tak ada salahnya berdoa. Apalagi doa tentang hidupnya sebuah karya. Sekali lagi semoga kisah misteri ini memberi sedikit cercah harapan untuk semua yang ingin menulis dan mewariskan tulisan untuk peradaban masa depan.Â
Salam.Â