Menulislah dan Hidup untuk Peradaban

Sudah lama tidak sharing perjalanan menulis. Kali ini kita urai secara sederhana saja. 

Seberapa penting menulis? Dan menuliskan perjalanan menulis haruskah? 

Pertanyaan di atas mendasar sekali. Mari kita kembali ke masa lalu berabad lamanya. Satu hal mengagetkan ketika wahyu atau perintah pertama turun adalah perintah membaca. 

Baca juga: Menulislah Saban Hari untuk Hidup Berabad "Abadi"

Sedang masa itu 14 abad lalu Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang ummi tidak melek huruf bahkan ia bergetar menerima perintah membaca ini. Malaikat Jibril AS tetap melaksanakan perintah bahwa harus Iqro. Alias bacalah!Kata perintah dan tegas. 

14 abad lalu itu masyarakat Quraisy di dataran jazirah arab bahkan mayoritas tidak bisa baca tulis. Kenapa membaca begitu penting sebagai perintah dalam Islam. Sebuah pertanyaan kritis harusnya? 

itu sekelumit kisah 14 abad lalu. Gimana dengan hari ini. Jika saja wahyu dan perintah  Allah masih turun mungkin perintahnya adalah kewajiban menulis. 

Sebegitu pentingnya membaca bahkan menulis. Saya menulis sejak remaja kira-kira usia SMP kelas 2 lanjut di SMA hingga kuliah dan kini masih tetap menulis. Merasakan betapa menulis adalah kehidupan. 

Baca juga: Kabar Duka, dan Cerita di Balik Gelar Sir dari Ratu Elizabeth II untuk Prof. Azyumardi Azra

Kawan-kawan terdekat saya bahkan turut merasakan keluhan saya jika beberapa hari saya tidak menulis. Pasti curhat bahkan "ngeluh" ke mereka. Resah kali. 

Baca juga: Buku, Kamu, dan Rumah Pilu

Hari-hari ini kita memiliki banyak media untuk menuliskan apa saja. Menulis sejatinya harus dipahami sebagai sesuatu yang amat penting. Sebegitu pentingnya saya selalu memilih tidak makan untuk beli buku bacaan guna menambah kekayaan sebuah tulisan. 

Saya selalu ditanamkan oleh Abi atau ayah bahwa menulis itu kerja peradaban. Dan kata Abi hidupkanlah peradaban dengan menulis.