Berbicara tentang guru maka mari kita uraikan sejenak definisi guru. Tepat 25 November di Indonesia diperingati sebagai hari guru nasional mungkin khusus bagi guru formil di satuan sekolah atau kampus. Ini tentu tidak masalah dan tidak  harus menyishkan debat.Â
Izinkan saya mengurainya secara sederhana definisi guru. Lebih luas dan semoga sarat makna.Â
Guru berdasar pengamatan saya sejalan dengan apa yang diwariskan Ki Hadjar Dewantara. Bahwa semua tempat adalah sekolah dan semua orang adalah guru.Â
Saya ingin tambahkan, setiap peristiwa apapun. Saat mengamati  fenomena dan berinteraksi dengan siapapun maka jadikanlah semua itu guru untuk kita terus belajar.Â
Lantas jika demikian semua orang adalah pengembara ilmu alias murid. Tentu iya jawaban tegasnya.Â
Belajar hingga masuk ke kuburan baru berhenti ini tidak hanya jargon. Â Dia adalah pengamalan sepanjang hayat. Belajar dan terus belajar!
Seringkali banyak yang menanyakan untuk apa terus-terusan melanjutkan sekolah kalau toh akhirnya bertani dan berkebun lagi. Lontaran pernyataan ini selalu menyerang saya pribadi.Â
Ya saya tanggapi bercanda seala kadarnya sesuai orang yang nyerang. Kalo dia belum paham cukup beri senyum. Sesimpel itu.Â
Namun dipikiran terngiang Allahyarham Imam Syafii bahwasanya ada hujjah dan anjuran beliau: Jika tak ingin merasakan pahitnya kebodohan. Maka rasakan  pahitnya belajar.Â
Hujjah sang imam ini membawa refleksi mendalam. Betapa ilmu itu luas, bahkan kita menjadi guru sekalipun adalah esensi belajar itu sendiri. Guru mutlak adanya belajar lagi dan lagi. Alias berguru sepanjang masa. Â