Mohon tunggu...
albarian risto gunarto
albarian risto gunarto Mohon Tunggu... Freelancer - saya datang saya lihat saya lalui saya tulis

bapak-bapak yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Merbabu Tak Pernah Abu-Abu Walau Berselimut Debu (via Selo)

26 September 2024   16:25 Diperbarui: 26 September 2024   23:19 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Remidi Merbabu pada Hari Sabtu via Selo

Cerita keindahan merbabu masih membuat kami penasaran. Tepat setahun kemarin kami belum diijinkan mencapai puncak Merbabu (Baca: Mendaki Merbabu via Suwanting Itu Something) melalui jalur Suwanting. Maka kali ini kami kembali lagi mencoba lewat jalur yang kata orang lebih landai, Jalur Selo.

Secara ketinggian memang basecamp jalur Selo sudah start lebih tinggi dibandingkan Suwanting. Selo 1800 Mdpl, Suwanting 1300 Mdpl, selisih 500 mdpl adalah sesuatu. Kami juga masih teringat kata kata Kang Ambon, Jika sudah mendaki lewat Suwanting maka pasti bisa mencapai puncak Merbabu lewat jalur lainnya.

Berbeda ketika mendaki via Suwanting. Sekarang kondisi kami sudah lebih terlatih, waktu setahun kami manfaatkan untuk berlatih mendaki beberapa gunung di bawah 3000 mdpl. 

Selain itu setiap harinya juga berlari maupun jalan kaki secara mandiri. Bahkan 2 minggu sebelum berangkat Kami mengikuti Gerak Jalan Ngoro Jombang yang jaraknya 20 Km, ini sangat membantu sekali.

Beberapa dari kami juga ikut event Merbabu Sky Race jadi bisa memperkirakan bagaimana kekuatan yang dibutuhkan untuk mendaki merbabu.

Jalur Pendakian Via Selo (Dok. pribadi)
Jalur Pendakian Via Selo (Dok. pribadi)

Berangkat ke Selo

Dengan menyewa Hiace kami berangkat menuju ke Selo. Tim Aspala sebenarnya yang fix terdaftar untuk ikut dalam ekspedisi kali ini 15 orang. Ada mitos mendaki tidak boleh ganjil dan pengalaman sebelumnya, jika jumlahnya ganjil, satu orang akan batal ikut. Entah kebetulan atau tidak itu terjadi lagi, satu orang tiba-tiba mengundurkan diri karena alasan yang malu jika disebutkan di sini.

Basecamp Kang Har Siang Hari (Dok. pribadi)
Basecamp Kang Har Siang Hari (Dok. pribadi)

Dengan diantarkan anggota Aspala lainnya dan diiringi derai airmata dari teman yang batal ikut pada saat Jam J, kami meninggalkan basecamp kota santri tepat Pukul 17.00 WIB. Perjalanan Full Toll, seperti biasa istirahat di Rest Area 519 B saat waktu masih Pukul 20.00 WIB.

Basecamp Selo yang terletak di sebelah timur Merbabu mengharuskan kami keluar Pintu Tol Boyolali, kemudian naik terus dan terus dan akhirnya belok kanan melewati jalan Desa yang semakin sempit namun halus. Sebelum pukul 22.00 kami sudah masuk kawasan Basecamp Selo.

Setelah membayar retibusi kami segera menuju Base Camp Kang Har. Kedatangan kami disambut oleh Kang Har yang sedang Live Tik Tok. Kang Har memang unik, dia selalu menyambut tamunya dengan live di tiktok. (Ini saya ketahui beberapa hari setelahnya, tidak segaja Si Thole sedang scrool tiktok melihat dan menyapa Kang Har ketika sedang live).  

Base Camp Kang Har (Dok. pribadi)
Base Camp Kang Har (Dok. pribadi)

Tidak salah kami memilih Base Camp Kang Har ini, rumahnya yang masih asli berbentuk Joglo Jawa terdiri dari tiga wuwung. Cukup luas untuk menampung banyak pendaki yang mampir disitu. Kamar mandinya juga ada 3 yang airnya mengalir deras. Berbeda dengan Suwanting yang susah air, di sini air cukup melimpah.

Yang pertama kali kami lakuakan ketika tiba di basecamp, seperti halnya ketika mendaki via Suwanting, melakukan registrasi baik personel dan potensi sampah yang akan kami bawa.

Mendata Sampah (Dok. pribadi)
Mendata Sampah (Dok. pribadi)

Setelah beres melakukan berbagai persiapan, kami segera istirahat karena rencananya pendakian akan dilaksanakan Pukul 01.00 WIB. Namun karena dinginnnya yang menusuk tulang, di antara kami termasuk saya,tidak bisa tidur dan hanya tidur "sak sliyutan", tapi itu sudah cukup untuk memberikan tenaga.

Setengah jam lewat tengah malam, satu persatu diantara kami mulai terbangun dan persiapan untuk mendaki. Berdasar dari pengalaman mendaki via Suwanting, kali ini yang kami sewa adalah Portir yang membawakan kami stok minum dan makanan, agar tidak kekurangan logistik ketika di atas.

Persiapan (Dok. pribadi)
Persiapan (Dok. pribadi)

Brifieng adalah Kunci

Pukul 01.30 WIB kami berkumpul didepan rumah Kang Har untuk menerima Briefing dari Kang Har, dalam briefing itu disebutkan gambaran jalur dan estimasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tiap posnya. (Kami sempat ditawari untuk naik ojek sebesar 70 ribu sampai pos 1 tapi kami menolak)

Entah kenapa ketika briefing pasti rasanya nervous banget, padahal sudah berapa kali kami melakukan pendakian.

Kang Har -kiri- Sedang memberikan briefing (Dok. pribadi)
Kang Har -kiri- Sedang memberikan briefing (Dok. pribadi)

Setelah briefeing kami ber-Enam Belas berangkat berjalan meyusuri jalan yang terbuat dari cor-coran ini. Rombongan bertambah Dua Orang yakni Mas Pri dan Mas Yoko yang menjadi guide sekaligus portir. Kang Har sendiri tidak ikut karena ada acara keluarga.

Awal perjalanan (Dok. pribadi)
Awal perjalanan (Dok. pribadi)

Pintu masuk Taman Nasional Gunung Merbabu tidak jauh dari perkampungan. Jadi belum terlalu capek berjalan. Masih tutup, tapi karena kami sudah bekerjasama dengan Kang Har, jadinya bukan pendaki ilegal.

Setelah melewati gerbang. Yang kami cari adalah Patok Berwarna Oranye khas merbabu yang dipasang tiap 100 meter. Tepat di depan pos pemeriksaan patok tersebut berdiri tegak seolah mengucapkan selamat berjumpa lagi.

Patok 0 Merbabu Via Selo (Dok. pribadi)
Patok 0 Merbabu Via Selo (Dok. pribadi)

Perjumpaan Mbak-Mbak Penunggu Pos 2 dan Bagas (Babi Hutan)

Dari Basecamp menuju Pos 1 relatif landai, hanya sesekali ada tanjakan curam. Karena masih sekitar Pukul 02.00 WIB tentunya gelap di kanan kiri.

Cuaca cukup cerah dan kondisi udara sangat kering. Debu menggantikan kabut menyelimuti kami. Musim kemarau memang sangat berdebu di Merbabu ini. karena sudah pernah kesini, kami sudah siap buff dan kacamata tentunya.

Pos 1 Hemat 70 Rb tapi capek (Dok. pribadi)
Pos 1 Hemat 70 Rb tapi capek (Dok. pribadi)

Tidak ada masalah berarti ketika menyusuri Basecamp ke Pos 1. Dari 1,5 Jam estimasi, kami bisa menyelesaikan kurang dari 1 jam, lumayan menghemat uang 70 ribu per orang.

Di pos 1 kami tidak beristirahat terlalu lama, karena selain belum terlalu capek, situasi di pos ini pada malam hari rasanya kurang nyaman.

Pos 1 (Dok. pribadi)
Pos 1 (Dok. pribadi)

Mas yoko yang berperan sebagai sweeper agak ngos-ngosan mengikuti irama jalan kami. Karena tidak menduga bisa secepat itu, selain juga karena dia membawa logistik. Sedangkan kami hanya membawa vest jadi bisa lebih ringan melangkah.

Menuju pos 2 tanjakan terjal di beberapa tempat selain itu masih landai. Tidak ada pendaki yang kami lihat maupun jumpai hanya ada patok-patok oranye yang setia menemani. Karena masih gelap, situasi dan gambaran tentang kanan kiri jalur tidak dapat terlihat dengan jelas. Debu-debu terlihat beterbangan mirip kabut.

Oksigen yang semakin menipis, debu-debu yang cukup pekat serta adanya tanjakan, membuat kami lebih sering berhenti untuk menghirup nafas dan meyelaraskan irama jantung yang sudah seperti bedug barongsai.  

Pos 2 (dok. Aspala)
Pos 2 (dok. Aspala)

Setalah kurang lebih satu jam berjalan, kami sampai di Pos 2 yang ada semacam bale-bale untuk istirahat maupun Sholat.

Area masih berupa hutan, hanya bisa melihat keatas langit dinihari yang penuh dengan bintang gemintang.

Di sela-sela pepohonan tampak cahaya lampu-lampu kota yang mungkin penduduknya masih terlelap. Di saat seperti itu kadang ada pemikiran "ngapain tadi malam-malam naik gunung, mendingan tidur". Abaikan saja, itu sisi melow dirimu yang minta untuk menyerah.

Salah satu teman kami, Bobby, sempat melihat mbak-mbak "penghuni" Pos 2 berdiri di antara pepohonan. Gak tau kenapa mbak-mbak sangat kuat menahan dingin, hanya menggunakan kain putih saja seperti jas hujan ponco. Mungkin dia kaget ketika tiba-tiba kami datang berombongan yang menyebabkan keramaian di pagi hari tersebut. 

Untungnya Bobby tidak histeris dan mbak-mbaknya juga cuma diam tanpa ketawa jadi tidak menimbulkan kehebohan. Sampai sekarang belum dapat dipastikan mbak-mbak itu penunggu pos 2 atau khodam salah satu dari kami.

Foto versi horor (Dok. pribadi)
Foto versi horor (Dok. pribadi)

Hanya sebentar kami beristirahat di sini, kami mulai meniti jalur yang mulai menanjak. Mas Yoko sengaja menjaga jarak dengan kami, dia tadi beristirahat agak lama di Pos 2. Entah apa yang dilakukannya, mungkin ngobrol sama mbak-mbak tadi atau karena dia sedang capek aja.

Rombongan mulai terpecah, tapi seperti biasa akhirnya bisa bertemu kembali di ujung tanjakan.

Ketika semakin ke atas dan tempatnya terbuka, tampak nyala senter barisan pendaki yang akan summit dari Pos 3. Angin juga semakin kencang bertiup sehingga beberapa kali kami harus menggigil kedinginan.

Foto bintang-bintang dilangit (Dok. pribadi)
Foto bintang-bintang dilangit (Dok. pribadi)

Di antara dinginnya malam Mas Andi yang ada didepan di kagetkan dengan "Bagas" (Babi Hutan) yang lewat menyeberang jalur. Untungnya lagi sang bagas gak nengok, dan tidak melihat kami, mungkin dia juga lagi buru-buru jadi gak sempat bersilaturahmi dengan kami.

Sedikit demi sedikit jalur mulai terbuka, ketika memandang di kejauhan tampak nyala lampu dari par pendaki mulai summit. Riuh suara pendaki juga mulai terdengar, juga ada samar-samar suara TOA yang tidak hentinya meminta pendaki untuk membawa sampah untuk turun. Kata Mas Yoko yang tiba-tiba menyahut, itu suara dari shelter, kita sudah dekat dengan POS 3.

Terbuktinya Keindahan Merbabu

Shelter Merbabu (dok. Aspala)
Shelter Merbabu (dok. Aspala)

Pos 3 ini merupakan sebuah lapangan luas dan ada bukit kecil tempat bangunan berbentuk segitiga berdiri. Bangunan tersebut ternayata sebuah shelter yang dibangun oleh salah satu brand outdoor dengan inisial REI.

Kami datang ketika angin sedang kencang-kencangnya bertiup. kami segera menyusup mencari tempat kosong diantara pohon edelweis untuk menahan dinginnya angin Merbabu. Rasa capek langsung hilang setelah menempuh 45 menit perjalanan dari Pos 2 digantikan menahan rasa dingin.

Badan menggigil dan tangan rasanya membeku selama beristirahat sambil menunggu masuk waktu Sholat Subuh. Sambil bergerombol kami memamakan bekal yang kami bawa.

Sholat Subuh Terindah  dan Ter-effort (Dok. pribadi)
Sholat Subuh Terindah  dan Ter-effort (Dok. pribadi)

Si Thole yang baru pertama kali sempat bertanya "Yah, tanganku kayak gak ada rasanya, gak pa pa ta ini?" Saya jawab sambil senyum "gak apa apa nanti hilang sendiri kalau sudah bergerak lagi". Diapun segera jalan kaki keliling dan melihat keadaan sekitar.

Para pemuja keindahan ciptaan-Nya (Dok. pribadi)
Para pemuja keindahan ciptaan-Nya (Dok. pribadi)

Walaupun sebenarnya kami tidak lama berada di sini, tapi karena angin dan hawa dingin, waktu Subuh yang hanya 10 menit terasa satu jam.

Di sini  Pos 3 pendaki sangat banyak, wajar karena ini merupakan camp area. Jadi pendaki yang naik sore atau sehari sebelumnya ngecamp di sini dan kemudian sumit bersamaan dengan kami.

Menikmati keindahan (dok. Aspala)
Menikmati keindahan (dok. Aspala)

Selesai sholat, kami kemudian berniat melanjutkan perjalanan kembali. Tapi ada yang menarik, ternyata di sini pemandangan sangat indah, di depan kami tampak lautan awan merbabu yang sungguh indah.

Malas rasanya melanjutkan perjalanan karena harus meninggalkan pemandangan yang sangat indah dan langka ini.

Sunrise di Merbabu (Dok. pribadi)
Sunrise di Merbabu (Dok. pribadi)

The Real Perjalanan Merbabu Menuju Puncak

Pos 3 dilihat dari atas (Dok. pribadi)
Pos 3 dilihat dari atas (Dok. pribadi)

Selesai berfoto, sambil menahan rasa dingin kami kembali melanjutkan petualangan yang sebenarnya. Dengan melihat hasil yang berhasil mencapai 2,5 jam sampai pos 3, saya sempat menyangsikan kata-kata Kang Har ketika briefing, bahwa mendaki Merbabu Via Selo butuh waktu 7 Jam dengan santai.

Tapi melihat medan dari Pos 3 sampai puncak, ternyata yang disampaikan Kang Har sesuai kenyataan. Pos 3 Menuju Sabana 1 full tanjakan.

Yang harus kami lalui (Dok. pribadi)
Yang harus kami lalui (Dok. pribadi)

Debu, tanah berpasir, dingin, ramainya pendaki lain dan pemandangan indah memperlambat tempo perjalanan kami. Kami berkali-kali harus antri karena jalur sempit. Kami juga berkali-kali berhenti karena berfoto dengan pemandangan yang sangat indah.

Pemandangan yang Indahnya Kebangeten (Dok. pribadi)
Pemandangan yang Indahnya Kebangeten (Dok. pribadi)

Satu jam lebih yang kami perlukan untuk sampai di plang papan nama Sabana 1/Pos 4. Di sini juga tempat camp, jadi banyak tenda berdiri di sini. Di depan sudah terlihat Puncak Kenteng Songo dan Traianggulasi, tapi tempatnya masih sangat jauh.

Akhirnya Sabana 1 (Pos 4) | Dok. pribadi
Akhirnya Sabana 1 (Pos 4) | Dok. pribadi

Saya sempat kena mental ketika menanyai seorang trail runner ketika menyalip kami. "Berapa jam mas samape sini?" Sambil melirik jam tangannya dia menjawab "1 jam 5 menit mas dari basecamp sampai sini (Sabana 1)." Saya hanya bisa menjawab, "hebat mas."

Di sabana satu kami tidak beristirahat, tapi langsung menuju Sabana 2. Jalur yang kami lalui cukup landai beberapa ratus meter, dengan rerumputan di kiri kanan. Pohon Edelweis tumbuh di mana-mana.

Menuju Sabana 2 (Dok. pribadi)
Menuju Sabana 2 (Dok. pribadi)

Saya kira akan landai terus sampai Sabana 2, tapi ternyata ada tanjakan lagi. Dan lagi-lagi langkah kami tertatih-tertatih yang melihat kenyataan bahwa masih ada tanjakan yang harus kami daki.

Saya dan rombongan terakhir sempat istirahat lama dan tidur karena rasa kantuk yang luar biasa. Setelah mata kembali segar kami segera melanjutkan ke Sabana 2 yang sebenarnya tinggal sedikit lagi.

Sabana 2 (Dok. pribadi)
Sabana 2 (Dok. pribadi)

Sesampainya di Sabana 2, Salah satu tempat ikonik di Merbabu, sebuah dataran yang luas dengan rerumputan yang mengering, tampak orang-orang yang berfoto-foto dengan berbagai gaya. Kami juga tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ikut foto dan video.

Foto di tempat ikonik (Dok. pribadi)
Foto di tempat ikonik (Dok. pribadi)

Tanpa membuang banyak waktu kami kembali meneruskan perjalanan di mana puncak semakin dekat. Ada dua pilihan jalur, yang pertama, setalah Sabana 2, naik melalui rerumputan yang elevasinya cukup tegak, hampir 90 derajat, kemudian menyusuri punggungan gunung yang tidak terlalu terjal.

Ikut foto (dok. Aspala)
Ikut foto (dok. Aspala)

Jalur 2, naik dulu melalui hutan edelweis sampai di Watu Lesung, kemudian baru naik yang cukup panjang tapi langsung sampai kawasan puncak.

Kami memilih jalur kedua yang tampaknya sangat ramai. Sebagian besar pendaki lewat jalur tersebut.

Di antara dua pilihan (Dok. pribadi)
Di antara dua pilihan (Dok. pribadi)

Setiap pilihan mengandung resiko, ternyata lewat jalur kedua ini cukup menguras tenaga. Untuk sampai di Watu Lesung saja kami harus banyak beristirahat. Untungnya suasana cukup teduh dan angin tidak langsung menerpa kami.

Sampai di watu lesung kami kembai beristirahat untuk melahap tanjakan terakhir yang cukup menantang ini.

Masih perlu perjuangan (Dok. pribadi)
Masih perlu perjuangan (Dok. pribadi)

Elevasi, debu, panas dan angin yang cukup kencang menjelma menjadi obstacle yang cukup menantang. Irama antara kaki, jantung, dan nafas sudah mulai tidak selaras, dari yang biasanya saya memakai teknik 5 10 (lima langkah berhenti sepuluh detik) di sini ternyata tidak bisa diterapkan. Berganti menjadi 3 10, bahkan 1 10 saat sedang capek-capeknya.

Meruntuhkan mental (Dok. pribadi)
Meruntuhkan mental (Dok. pribadi)

Namun karena atas berkat rahmat Allah SWT dan atas keinginan luhur serta ijin dari Merbabu, saya dan teman-teman berhasil mencapai Puncak Kenteng Songo dan Trianggulasi. Dengan segala keterlambatan dan kesulitan kami masing-masing.

Kenteng Songo (Dok. pribadi)
Kenteng Songo (Dok. pribadi)

Pukul 08.47, di situ teman-teman yang lain sudah menunggu bahkan berfoto-foto. Keindahannya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Setelah berfoto sejenak, di Kenteng Songo kami segera beralih ke Puncak Trianggulasi yang terhubung dengan jalan setapak dan tidak jauh, mungkin sekitar 20 meter.

Puncak Merbabu setelah percobaan ke-2 (dok. Aspala)
Puncak Merbabu setelah percobaan ke-2 (dok. Aspala)

Dari Trianggulasi ini baru kelihatan, jalur yang kami lalui setahun kemarin. Masih jauh dari Puncak. Wajar saat itu Kang Ambon mencukupkan perjalanan hanya sampai di Puncak Suwanting.

Jalur Suwanting dilihat dari atas (Dok. pribadi)
Jalur Suwanting dilihat dari atas (Dok. pribadi)

Setelah cukup puas berfoto-foto kami segera turun karena kami sudah ditunggu oleh Mas Yoko di Sabana 1 untuk menyantap sarapan pagi merangkap makan siang.

Semua harus dirayakan (dok. Aspala)
Semua harus dirayakan (dok. Aspala)

Soto dan Gulai Ayam di Sabana 1

Satu persatu kami turun, menyusuri jalur kami naik. Debu dan angin masih menjadi hambatan. Ketika turun ini kembali rombongan terpecah. Dan karena terpecah tersebut dua anggota kami tertinggal dibelakang. Ini diketahui setelah sampai di Sabana 1 kurang 2 orang, karena saling mengira ikut bersama yang lain.

Menuju soto dan gulai ayam (Dok. pribadi)
Menuju soto dan gulai ayam (Dok. pribadi)

Akhirnya tanpa menunggu waktu yang lama, Mas Andi, Mas Aris dan Mas Yoko kembali naik untuk mencari 2 orang yang tertinggal di belakang.

Alhamdulillah, mereka tidak kenapa-kenapa, hanya tadi sempat beristirahat di bawah pohon dan tempatnya agak rimbun sehingga tidak melihat dan terlihat ketika teman-teman yang  lain lewat.

Akhirnya ketemu lagi (Dok. pribadi)
Akhirnya ketemu lagi (Dok. pribadi)

Di Sabana 1 ini kami menikmati Soto dan Gulai Ayam yang dikemas dalam bentuk POP Mie, rasanya sangat nikmat, ditambah dengan Arem-arem yang dibawa Mas Eko. Sambil menyeruput kopi dan teh buatan Mas Pri dan Mas Yoko.

Tempat kami istirahat di Sabana 1 ini cukup terlindung dari angin, sehingga nyaman. Di sini juga merupakan tempat Camp jika ikut Open Trip Merbabu.

Namun harus hati-hati, karena di sini banyak monyet berkeliaran. Saya sempat melihat "Bos Monyet" yang cukup besar mendekat perkemahan yang dibangun oleh para Porter Merbabu. Sayangnya saya tidak berhasil mengambil fotonya, jadi tidak bisa membedakan apakah monyet atau lutung jawa.

Disini juga, Si Thole menunaikan kebiasaannya -Maaf- BAB  digunung. Mungkin karena masih remaja jadi metabolismenya cukup pendek.

Harus Turun Juga, Tidak Selamanya Berada di Puncak

Setelah cukup beristirahat dan memulihkan stamina, kami segera berkemas dan melanjutkan perjalanan untuk turun.

Perjalanan turun pada dasarnya lancar-lancar saja, namun karena saat itu hari sabtu maka kami seringkali bertemu pendaki. Jalur Merbabu Via Selo yang sempit membuat kami harus berhenti untuk bergantian. Jika weekend memang banyak pendaki yang naik baik mandiri, kelompok atau ikut Open Trip.

Samson Merbabu (Dok. pribadi)
Samson Merbabu (Dok. pribadi)

Tapi tidak mengapa, kami juga tinggal turunnya saja, juga tidak ada beban di pundak kami, karena tektok. Dibandingkan dengan para Samson Merbabu yang membawa lebih dari satu tas carrier para pendaki. Jadi sedikit bersabar ada baiknya.

Setelah Pos 3 di mana jalur landai, langkah kami juga semakin cepat. Beberapa dari kami sudah berlari dan jauh meninggalkan kami yang di belakang.

Di Pos 1 di mana merupakan pangkalan Ojek, di antara kami memilih naik ojek, untuk berbagi rezeki kepada UMKM ojek. Di siang hari, Pos 1 ternyata sangat ramai, selain para tukang ojek, juga banyak keluarga yang piknik disini. Tempatnya nyaman untuk sekedar menikamti hawa pegunungan.

Tepat di Pintu Masuk TNGM, kami satu persatu disambut oleh mas driver yang menunggu sambil membeli pentol. Mungkin dia gabut jika hanya menunggu di Base Camp, karena tidak ada teman ngobrol.

Alhamdulillah (Dok. pribadi)
Alhamdulillah (Dok. pribadi)

Perjalanan turun ini tergolong cepat. Sebelum pukul Adzan Ashar berkumandang, sebagian besar dari kami sudah berkumpul di Basecamp. Hanya menunggu Bobby dan Mas Pri guide yang belum turun.

Pukul 16.00 WIB kami semua sudah berkumpul di basecamp, dan sudah selesai mandi. Jangan tanya bagaimana rupa kami saat turun itu. Definisi sebenarnya berselimut debu, sebagian debu sudah rontok ketika masuk jalan aspal tapi sebaian besar masih menempel.

Setelah semua bebersih, Kang Har menyuguhkan Soto Ayam porsi besar yang sangat nikmat. Kalau situasi normal, sebenarnya soto ini kurang cocok untuk lidah kami yang kurang terbiasa dengan masakan manis.

Menjelang Jam 17.00 kami pamit kepada Kang har untuk kembali ke Kota Santri. Sebelum masuk Tol di Boyolali kami menyempatkan untuk mampir di sebuah kedai Roti Bakar dan Susu di tengah Kota Boyolali. Sebelum pukul 21.30 WIB kami sudah sampai kembali dengan selamat di tempat kami berangkat.

Merbabu sangat indah, tapi gunung tetaplah gunung. Membutuhkan persiapan untuk mendakinya. Jangan hanya modal nekad saja. Tapi juga perlu mandatory gear yang harus dibawa. Selamat mendaki Merbabu. Jangan lupa bawa turun sampahmu.

Sampai Bertemu di Cerita Aspala selanjutnya (Dok. pribadi)
Sampai Bertemu di Cerita Aspala selanjutnya (Dok. pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun