Mohon tunggu...
albarian risto gunarto
albarian risto gunarto Mohon Tunggu... Freelancer - saya datang saya lihat saya lalui saya tulis

bapak-bapak yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dilema Petugas KPPS, Sudah Capek Level Akhirat Masih Saja Dicela

22 Februari 2024   16:32 Diperbarui: 22 Februari 2024   17:49 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Di Sebuah TPS (dok.pri)

Jangankan hajatan tingkat nasional, hajatan rumahan saja ada saja yang mencela.

Gelaran Lima Tahun sekali ini sudah berlalu lebih dari seminggu. Kesibukan sudah beralih ditingkat Kecamatan. Rekap suara di PPK atau Kecamatan.

Petugas KPPS sudah menerima honor atas kerja kerasnya. Para pahlawan tanpa tanda jasa dalam pemilu.

Untuk pemilu Tahun 2024 ini KPU lebih ketat dalam menerima petugas KPPS. Dari sisi Usia sudah dibatasi antara 17-55 Tahun. Juga ada surat keterangan sehat dari Puskesmas. Setidaknya ini bisa meminimalisir Anggota KPPS yang kurang prima dalam bertugas nantinya.

Yang menjadi keprihatinan tentunya masih ada saja KPPS yang sakit setelah melaksanakan tugas di TPS. Bahkan ada yang sampai meninggal dunia.

Rekrutmen anggota KPPS bisa mendaftarkan sendiri atau bisa juga ditunjuk/ disuruh oleh Pemerintah Desa. Bukan tanpa alasan jika Pemdes harus menunjuk seseorang untuk menjadi anggota KPPS. Desa tentunya tidak mau berspekulasi menugaskan orang-orang tanpa pengalaman untuk menjalankan pesta demokarasi ini.

Penunjukkan biasanya dilakukan kepada orang-orang yang berpengalaman menjadi anggota TPS Baik, Pileg, Pilkada maupun Pilkades sebelumnya. Profesi yang ditunjuk biasanya adalah Guru baik ASN maupun Non ASN, Pegawai Pemda/Kecamatan baik ASN maupun Non ASN, Pegawai Kantoran lainnya, Kader-kader desa (PKK, Karang Taruna, RT/RW dll), dan anggota ormas atau tokoh lain didesanya.

Tekanan dalam tugas sebenarnya tidak lebih berat ketika menjadi anggota KPPS dalam Pilkades, yang rawan sekali berkonflik. Karena para pihak yang berkepentingan ada didepan mata. Yang notabene tetangga sendiri tiap hari ketemu.

Tugas Menjadi KPPS tentunya diawali dengan Pelantikan menjadi anggota KPPS, Kemudian Bintek, Simulasi, Pembagian Undangan Mencoblos dan puncaknya adalah pemungutan suara.

Tugas terberat saat di pemungutan suara. KPU sebenarnya sudah membuat agar tidak terlalu banyak pemilih yang dilayani. Yakni dengan membatasi jumlah pemilih maksimal 300 orang di tiap TPS. Harapannya tentunya agar pelaksanaan proses pemilihan dan penghitungan tidak memakan waktu yang terlalu lama.

Pada kenyataannya menjadi KPPS pada pemilu tahun ini tidak lebih ringan dari pemilu sebelumnya. Juga tidak lebih cepat walaupun jumlah pemilihnya lebih sedikit.

Inilah yang akhirnya para KPPS datang paling pagi dan pulang paling siang, hari berikutnya. Bekerja tanpa henti tanpa tidur selama 24 Jam lebih.

Sistem pemilu ditingkat TPS memang tidak memungkinkan untuk anggota KPPS untuk menunda proses penghitungan suara. Jadi Anggota KPPS harus menyelesaikan tugasnya saat itu juga, jam berapapun dan walaupun sudah berganti hari. Intinya tidak boleh terputus. Sebuah pertaruhan legitimasi.

Jam kerja yang melampaui batas ketahanan tubuh, perangkat IT yang kadang ngadat dan permintaan data dari berbagai pihak. Kemungkinan inilah faktor yang menjadikan Petugas KPPS banyak yang  sakit bahkan meninggal.

Namun perjuangan para anggota KPPS yang sudah sedemikian beratnya, masih ada saja pihak-pihak yang meragukan hasil kerja mereka. Penghitungan belum selesai sepenuhnya, sudah ada pihak yang mengusulkan untuk menggunakan Hak Angket di DPR.

Inilah yang dirasakan oleh Anggota KPPS tekanan bathin karena tuduhan kecurangan pelaksanaan pemilu. Tekanan bathin pasca pencoblosan yang lebih berat dari sekedar tidak tidur selama 24 Jam.

Masih ada waktu 5 tahun untuk memikirkan bagaimana pemilu yang efektif dan efisien bisa dilaksanakan.

Masih ada waktu untuk membangun kepercayaan public jika akan menggunakan sistem pemilu digital. Untuk saat ini memang belum waktunya untuk memakai sistem pemilu digital.

SIREKAP yang dijadikan sebagai alat laporan awal hasil pemilupun masih tidak bisa diandalkan. Malah dijadikan dasar dari pihak-pihak untuk menunjukkan bahwa pemilu curang. Padahal kita sama-sama tahu itu bukan dasar untuk hasil pemilu.

Masih ada 5 Tahun untuk mebangun sistem terpercaya agar Pemilu tidak lagi menjadi momok bagi Masyarakat yang terpilih menjalankan Tugas Negara menjadi Petugas KPPS.

Kalau Tidak Percaya, Hitung Sendiri Saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun