Pendakian Terstruktur di Merbabu
Cerita tentang keindahan Merbabu menggoda kami untuk membuktikannya. Banyak hal sudah kami dengar  maupun kami lihat di media sosial maupun kanal youtube. Semua satu kata, sangat indah.
Merbabu memiliki 5 jalur pendakian resmi yakni Selo (Boyolali), Suwanting(Magelang), Wekas (Magelang), Cunthel (Semarang) dan Thekelan (Semarang). Masing-masing memiliki ciri khas keindahannya.
Suwanting menjadi pilihan kami setelah tahu bahwa Jalur Selo yang katanya jalur terpendek dan bersahabat untuk pemula ditutup. Penutupan tersebut karena ada pembangunan jalan masuk ke Selo oleh Pemerintah Desa Setempat.
Pilihan melalui Suwanting merupakan pilihan yang lumayan beresiko. Karena dari sebagian besar tim Aspala adalah pendaki pemula. Suwanting sendiri di website TNGM bukan pilihan untuk pendaki pemula.
Estimasi untuk mendaki melalui Suwanting sekitar 7-8 Jam, sebuah perjalanan yang panjang. Waktu estimasi pendakian tersebut tidak akan tercapai jika kami harus mendaki sesuai waktu yang ditentukan yakni jam 08.00 WIB, karena kami mendaki Tek-tok tanpa Nge-camp.
Kami merencanakan untuk mendaki mendahului Jam 03.00 WIB. Agar tidak dibilang pendaki ilegal, kami bekerja sama dengan guide lokal, yakni Kang Ambon dan Kang Gondrong dari BC Ambon. Untuk informasi, di desa tersebut terdapat beberapa Base Camp yang melayani keperluan pendaki berupa jasa guide, porter, persewaan alat pendakian, bahan makanan dan tentunya bantuan proses perijinan.
Untuk perijinan mendaki merbabu memang agak kompleks. Pertama untuk mendapatkan kuota harus membuat akun pendaki dulu. Baru setelah itu bisa menentukan tanggal, jika kuota masih ada maka kita bisa membayar simaksi sebesar Rp 10.000,-.
Pada hari hari H kita membayar lagi di Base camp sebesar Rp 35.000,- yang sudah termasuk fasilitas ojek dari Base Camp sampai Pos Batas Hutan.Â
Ojek ini sangat berguna sekali untuk menghemat tenaga. Tarif Ojek bertambah jika kita mendaki malam antara Jam 18.00 -- 06.00 Â WIB yang jadi Rp.15.000.
Disini juga diberlakukan pemeriksaan sampah, intinya apa yang dibawa naik harus sama dengan yang dibawa turun. Jika tidak sama maka akan dikenakan denda.Â
Hal inilah yang sedikit menyita waktu para pendaki. Jadi pastikan membawa potensi sampah seminimal mungkin. Dan jangan lupa untuk membawa sampah turun, termasuk puntung rokok yang dihitung perbatang.
Jalur Suwanting Yang Bikin Mental Pontang Panting
Kami berangkat dari kota santri sesaat sebelum Adzan Maghrib berkumandang. Perjalanan kami lalui Full Tol, jadi bisa lebih cepat. Kami ber-18 orang, terdiri dari berbagai usia. Semuanya sudah siap untuk pendakian kali ini.
Setelah keluar di exit tol Salatiga, kendaraan yang kami tumpangi menyusuri jalan menuju jalan Salatiga-Magelang kemudian belok untuk menuju Desa Suwanting yang sudah masuk wilayah Magelang.
Sampai di BC Ambon kami segera persiapan dengan mendata barang-barang yang akan di bawa ke puncak. Barang bawaan ditulis dalam satu kertas untuk satu kelompok tapi berdasarkan akumulasi barang bawaan pribadi.
Setelah selesai mengisi formulir kami segera beristirahat, karena rencana-nya kami akan mulai mendaki jam 03.00 WIIB.
Tepat jam 02.00 semua sudah dibangunkan, sudah disiapkan juga sarapan untuk karbo loading bagi yang terbiasa sarapan.
Baru Jam 03.20 kami selesai berdoa dan kemudian mulai menyusuri jalan yang menanjak. Kami tidak naik ojek karena fasilitas tersebut baru tersedia jam 08.00. Cukup lumayan menguras energi, karena sudah langsung tanjakan.
Bulan bintang dan siluet Gunung Merbabu menemani perjalanan kami. Di belakang kami tampak gemerlap lampu kota Magelang, yang cukup menghibur.
Pemandangan kiri kanan tidak terlihat karena masih gelap.
Setelah Pos Batas hutan kami mulai meyusuri jalan tanah. Saya sempat muntah di Pos 1 karena sebelum berangkat saya paksakan untuk sarapan. Setelah mengeluarkan isi perut badan terasa ringan.
Mulai batas hutan ini di kiri atau kanan jalur, kita akan menemui patok berwana orange. Patok tersebut dipasang oleh TNGM. Merupakan penanda jalur. Patok tersebut berdiri di tiap 100 m. Puncak Merbabu berada di Pathok 54.
Adanya patok tersebut di bagi orang yang optimis jadi sebuah penyemangat sudah berjalan sejauh mana. Sedangkan untuk orang yang pesimis hanya patok yang menandakan baru sebentar berjalan. Masalahnya, untuk pendaki, mood itu naik turun, kadang optimis kadang pesimis. Yang penting jalan saja.
Di sekitar patok 12 kami berhenti sejenak untuk melaksanakan Sholat Subuh, karena waktu sudah menunjukkan Pukul 05.00 WIB. Siluet Gunung Merapi yang mengeluarkan asap dan lampu kota ada disisi kanan kami, sungguh indah.
Yang kita lewati di jalur ini adalah jalan air, jadi tidak heran di beberapa titik kita akan melalui lorong mirip terowongan air.
Berbeda dengan Lawu via Cemoro Sewu yang jalurnya dari batu, disini full tanah setelah melewati Pos Batas hutan.
Kondisi ini membuat debu di sepanjang jalan. Apalagi semakin keatas kaki kita semakin berat sehingga menyeret ditanah, otomatis debu beterbangan kemana-mana.
Sedikit demi sedikit kami melangkah pada pukul 06.32 kami baru sampai di Pos 2. Sangat terasa Tiga Jam lebih kami berjalan.
Disini tidak berlama-lama dan terus berjalan. Semakin ke atas, pemandangan semakin terbuka. Di sebelah barat tampak gunung Sindoro Sumbing, Dieng dan Gunung Perahu, dibelah Gunung Merbau juga ada gunung tapi saya tidak tahu namanya.
Kami terus berjalan menyusuri jalan yang semakin terjal sambil sesekali melihat pemadangan sekitar kita, karena matahari yang mulai meninggi. Disuatu tempat tampak gerhana merbabu, sungguh unik.
Pelan tapi pasti kami tetap berjalan, sesekali berhenti untuk istirahat untuk menenangkan otot kaki yang semakin kaku. Dan juga menghirup nafas untuk meredam irama jantung sudah mirip bedug takbiran.
Semilir angin merbabu juga turut andil dalam memperlambat langkah kami. Tiupannya yang sejuk membuai mata kami untuk terpejam. Tak heran kadang kami berjalan sambil terpejam. Untung tidak masuk jurang.
Karena ngantuk inilah, ketika sampai di Pos Air, dibawah pos 3, kami ber-Enam yang merupakan rombongan terakhir tidur sejenak.
Setelah tidur sejenak mata kembali berbinar dan badan terasa segar. Siap melanjutkan perjalanan ke pos selanjutnya.
Pos 3 tidak jauh dari tempat kami tidur tadi. Tempat  ini merupakan area camp. Ada dataran luas yang bisa menampung banyak tenda.
Didepan pos 3 tampak tantangan selanjutnya, dataran Sabana. Yang seperti sebuah tembok tinggi menghadang dan harus didaki.
Dari pos 3 tampak di kejauhan rombongan kami berteriak-teriak dari atas memberi semangat.
Setelah perjuangan panjang kami akhirnya berkumpul bersepuluh ditemani Kang Gondrong yang selalu memberi semangat.
Setelah cukup lama kami beristirahat kami segera melanjutkan kembali menuju sabana 1 dan sabana 2. Di sabana 1 ada teman kami yang memutuskan berhenti karena untuk menghemat tenaga ketika turun.
Tujuan kami sudah berubah, yang sebelumnya ingin menggapai puncak Trianggulasi kami cukupkan di Puncak Suwanting saja. Lain waktu kami akan kembali tapi jelas tidak lewat Suwanting.
Merbabu Via Suwanting memang jauh. Sebagai perbandingan kelompok terakhir kali ini hanya beristirahat lama saat tidur di Pos Air saja, berjalan juga lebih tertata namun belum menggapai puncak. Dibandingkan saat ke Lawu dimana lebih lama dan lebih banyak istirahat tapi bisa sampai ke Puncak.
Akhirnya kami stop di Sabana 2, tidak meneruskan ke Puncak Suwanting yang tampak dekat tapi berat di nafas dan pegal di Kaki.
Setelah istirahat, untuk foto-foto kami segera persiapan untuk turun yang tentunya juga membutuhkan tenaga lebih.
Turun Gunung
Sesuai perkiraan kami sebelumnya, melihat kecuraman medan perjalanan turun berat di kaki, terutama ujung kaki yang bersentuhan dengan sepatu.
Semakin turun kami berpapasan dengan banyak pendaki yang ingin menghabiskan malam minggu di puncak Merbabu.
Saling bertegur sapa, saling memuji. Mereka memuji kami yang mendaki Tektok, kami memuji mereka yang kuat membawa tas keril besar untuk mendaki. Memang hidup itu sawang sinawang.
Banyaknya pendaki yang akan naik menghambat kami yang akan turun, ini mengakibatkan kaki kami semakin sakit.
Karena saking sakitnya kaki didalam sepatu, saya dan beberapa teman melepas sepatu dan berjalan tanpa alas kaki. Awalnya geli lama kelamaan semakin terbiasa.
Perjalanan turun ini serasa sangat panjang karena sakitnya kaki. Setelah maghrib, saya yang merupakan rombongan terakhir berhasil mencapai base camp.
Sekira pukul 18.30 kami semua sudah lengkap berada di Base Camp untuk menyantap makan malam yang disediakan oleh istri Kang Ambon. Makan malam yang sangat nikmat.
Memang benar kata orang tentang Suwanting. Bikin Sinting. Tapi mendaki Merbabu via Suwanting itu Something.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H