Bekel lagi??
Itu yang saya ucapkan ketika rapat kecil siang itu memutuskan untuk kembali naik ke gunung kecil sebelah barat penanggungan itu. Rapat kecil yang diadakan mendadak karena pendakian milik Tahura R Soerjo ditutup akibat kebakaran hutan dan Gunung Pundak adalah salah satunya.
Perjalanan kali ini akan berbeda, jika  dua pendakian sebelumnya lewat jalur umum atau jalur yang sama dengan pendakian Gunung Penanggungan via Jolotundo. Kali ini akan mencoba lewat jalur satunya, yang di peta tampak lebih pendek, Jalur Candi Kendalisodo. Yang pindah gunungnya masih dibawah.
Hari H
Cukup banyak yang ikut pendakian kali ini, 21 orang. Dengan 5 orang yang baru pertama kali mendaki. Â Si paling junior, anak kelas 4 SD yang kemarin ikut ke Puthuk Gragal kali ini ikut kembali, saya kira akan kapok ternyata tidak. Seniornya, anak kelas 6 SD yang absen ke Puthuk Gragal, juga ikut, ini pendakian ke 3 nya ke Gunung Bekel. Pendakian ini menjadi genap karena driver Elf yang kami sewa juga penasaran terhadap gunung ini. Total yang ikut naik 22 orang terdiri dari rentang usia dari anak-anak, remaja, dewasa awal, dewasa akhir dan lansia awal (pembagian usia menurut Depkes 2009).
 Pendakian yang begitu rame, yang sekaligus juga sebagai launching jersey alias pamer kaos baru ASPALA. Maka tak heran, sebagian besar peserta pendakian memakai seragam yang sama. Karena hal ini pula,pendaki yang berpapasan dengan kami menyebut kami sebagai komunitas.Awalnya saya kaget. Saya baru tahu, karena kalau di kalangan pesepeda/ goweser kumpulan seperti itu disebut Club. Untungnya bukan paguyuban atau malah gerombolan.
BC Jolotundo/Pos Pendaftaran --> Batu-batu  (+/- 1 Jam 20 Menit)
Seperti yang pernah saya sebutkan di tulisan terdahulu, pendakian di Bekel maupun Penanggungan via Jolotundo unik, tidak menggunakan pedoman pos sebagai panduannya. Yang digunakan adalah candi, pohon (akar seribu) dan warung untuk yang lewat jalur Candi Bayi. Sedangkan untuk jalur Candi Kendalisodo menggunakan patokan candi, batu-batu dan petilasan.
Hampir jam 08.20 ketika selesai briefing, berdoa, berfoto dan mulai melangkah melewati gapura. Seperti biasa, 10 menit awal perjalanan masih berjalan beriringan.
Perjalanan mulai terpecah ketika menghadapi tanjakan awal. Salah satu peserta pendakian, anak SMA yang cewek, yang baru pertama kali mendaki, sempat terhenti agak lama. Belum punya pengalaman mendaki ditambah jarang olahraga, membuat mentalnya drop. Alhamdulillah, berkat motivasi dari semua tim, dia mau melanjutkan perjalanan.
 Seperti biasa rute yang kami hadapi adalah rumpun bambu. Jalurnya relatif landai, baru kemudian menanjak ketika belok kiri dan memasuki hutan tropis. Setelah melewati pertigaan pertama, sedikit berjalan  beberapa meter sebelum Akar Seribu, kita kan bertemu dengan papan petunjuk pilihan jalur.
Kami belok kiri, memilih jalur C. Kendalisodo. Setelah belokan kita akan mendapat bonus, turunan yang lumayan panjang. Cukup teduh, karena hutannya yang rapat. Jalurnya berupa tanah jadi cukup nyaman dikaki.
Jangan pernah bahagia berlebihan ketika mendapat bonus, karena setelah turunan pasti ada tanjakan. Dan betul, setelah melewati sungai kering kita harus naik lagi ke punggungan gunung. Setelah itu jalur kembali menanjak tipis.
Selesai menerabas hutan di punggungan kembali kita diberi bonus turunan. Tepat diujung turunan yang merupakan jalan landai. Dengan vegetasi campuran antara pohon besar dan bambu-bambu terdapat banyak sekali tumpukan batu-batu dari berbagai ukuran. Inilah yang disebut di peta sebagai batu-batu.
Tempatnya nyaman untuk istirahat, karena sangat teduh. Dengan batu-batu yang besar dan berlumut, pohon-pohon besar dengan akar yang unik diselingi hutan bambu merupakan spot menarik untuk berfoto-foto. Suasananya terasa "singup" atau "samun", jadi lebih baik tidak berlama-lama disini. Selain jin atau hantu, tempat ini juga nyaman dijadikan markas oleh hewan yang melata, terutama ular.
Tidak ada yang beristirahat disini, kami memilih naik lagi, ditempat yang sedikit terbuka namun terasa nyaman untuk berhenti sejenak.
Batu-batu --> Petilasan 1 (+/- 30 Menit)
Trek menuju petilasan 1 merupakan jalur menanjak, hampir tidak ada jalur landai. Kalaupun ada maksimal hanya sekitar 10 meter saja. Disini kembali kita akan ketemu dengan pilihan jalur. Jika memilih jalur 2 bisa lurus dan sepertinya landai tapi tidak tahu kemana, jika kekanan menuju candi kendalisodo dan menanjak. Sesuai peta kami memilih jalur kendalisodo, otomatis melalui tanjakan lagi.
Tidak ada yang istimewa dari jalur ini, hanya hutan dan semak dengan kerapatan tinggi. Menunjukkan kalau jalur ini jarang dilewati orang. Kami sempat bertemu dengan rombongan pendaki yang akan turun, hanya basa basi seperlunya, kami tidak mau menanyakan estimasi karena kadang jawabannya sekedar PHP saja.
Setelah bertemu dengan pendaki, kami memilih istirahat disebuah tempat yang lumayan landai, untuk sekedar makan snack dan minum kopi tentunya juga merokok beberapa hisapan untuk para ahli hisap.
Saat sedang beristirahat ada dua orang trail runner dari Surabaya melintas, yang ternyata bapak anak. Mereka akan menjelajah naik ke Bekel kemudian ke Penanggungan dan finish di Tamiajeng. Sang bapak yang berusia 60 tahun tampak masih bersemangat walaupun tidak secepat anaknya.
Setelah cukup beristirahat perjalanan kami lanjutkan. Tidak jauh, hanya 5 menit naik dari tempat kami beristirahat sudah ketemu dengan Petilasan 1 . Petilasan tersebut terdiri dari batu candi yang ditata persegi 4. Mungkin reruntuhan candi yang belum bernama.
Petilasan 1 --> Petilasan 2 ( +/- 5 Menit)
Lagi-lagi peta tidak bohong, ternyata petilasan 2 tidak jauh. Hanya sekitar 4 menitan. Bentuknya sama, segi empat yang merupakan susunan reruntuhan batu candi. Tempatnya agak menjorok keluar jalur. Jumlah batunya lebih sedikit dari pada petilasan 1.
Petilasan 2 --> Candi Kursi dan Gua Kursi (+/- 10 menit)
Setelah itu jalur masih menanjak, kita akan menemui sekumpulan batu yang disusun, tapi bukan petilasan. Sepertinya tempat tersebut akan dibangun sebagai posko. Selain batu tersebut, juga ada tempat istirahat berupa lincak bambu.
Di tempat terbuka, yang banyak tumbuh bunga matahari puncak bekel terlihat masih menjulang tertutup kabut. Menandakan kita sudah setengah jalan. Atau baru dapat setengah jalan. Tinggal kita bagaimana menilainya.
Setelah masuk kembali ke dalam hutan, disisi tebing batu dengan pohon yang tumbuh didindingnya. Tepat dibawah pohon tersebutlah Goa Kursi terletak. Sebuah goa sederhana yang tertutup/ sengaja ditutup oleh batu dan sedikit pintu masuk. Didalamnya terdapat altar yang diatasnya diletakkan batu yang kemungkinan sisa candi. Dan seperti biasa banyak bunga dan dupa sisa para peziarah.
Beberapa meter didepannya, terdapat pohon tumbang dengan tulisan relief NOGO ROJO GINI. Sebuah tempat dari batu yang dibelah, simetris. Saya dan kawan-kawan sempat bingung mencari letak reliefnya. Ternyata relief terdapat didalam batu yang dibelah hingga mirip kursi . Relief yang berbentuk 2 ekor naga bermahkota. Saya tidak tahu apakah relief tersebut berasal dari jaman kuno atau perbuatan sesorang yang ingin tempat tersebut kian mistis. Dan harapannya akan semakin banyak yang berkunjung di tempat tersebut.
Walaupun tempatnya penuh misteri dan terkesan mistis, kami tetap menyempatkan berfoto-foto disini. Karena ini merupakan moment langka. Kalaupun naik ke bekel lagi, kecil kemungkinan akan lewat jalur ini lagi.
Candi/Gua Kursi --> Gua Biyung (+/- 10 Menit)
Setelah itu kami segera melanjutkan lagi perjalanan, karena yang lain sudah berjalan duluan. Kami berjalan dengan santai. Jalurnya relatif landai diselingi menanjak yang tidak terlalu ekstrem. Kembali kami menemui batu-batu besar yang berserakan yang kemungkinan bekas sungai yang mengering.
Tak lama, pada sebuah belokan kembali kami menemui sebuah dinding tebing dengan ceruk yang ditutupi oleh batu segi empat. Dan ada juga pohon yang akarnya  menjalar ke bawah menutupi sebagian tebing. Tempat itu adalah Goa Biyung, seperti yang disebutkan di peta pendakian.
Yang menarik, didepan gua terdapat sebuah benda dari batu dengan enkripsi tahun. Kemungkinan batu tersebut merupakan sebuah dudukan arca. Namun arcanya sudah hilang.
Melewati batu tersebut kami menuju kedalam gua. Berbeda dengan Gua Kursi, Goa Biyung ini lebih luas dan kosong tanpa ada altar. Bunga dan dupa diletakkan di dekat mulut gua.
Yang mengenaskan adalah dinding dari batu yang di vandalisme dengan tulisan "PAK HARTONO" dan beberpa nama lain. Vandalismenya bukan sekedar cat, namun dipahatkan pada dinding batu tersebut. Entah apa maksudnya, mungkin dinding batu tersebut dibuat oleh Pak Hartono itu. Suatu perbuatan yang tidak elok sama sekali.
Kembali kami berfoto-foto disini, betul sebuah tempat yang eksotis. Kami hanya berfoto diluar, tidak masuk kedalam.
Gua Biyung --> Candi Kama III (+/- 15 Menit)
Perjalanan kembali kami lanjutkan dengan jalur yang landai dengan variasi tanjakan curam. Jalur masih teduh dengan pohon khas hutan. Kembali disebuah persimpangan kami sampai di Candi Kama III. Â Dibawah pohon yang meneduhkan, sebuah candi kecil tegak berdiri utuh. Dibelakangnya nampak sisa batu yang kemungkinan itu adalah sebuah pagar.
Candi Kama III ini mirip sekali dengan bangunan pagar. Dibelakang candi ini menempel sisa batu yang disusun rapi membentuk sebuah tembok. Candi ini mengingatkan pada bangunan pagar dirumah rumah era modern. Yang tiap beberapa meter ada batasnya, minimal bangunan yang menonjol.
Bisa jadi juga ini merupakan sisa bangunan tembok penahan tanah, dibelakang candi merupakan sebuah lereng. Kami tidak berfoto bersama karena bangunannya kecil dan kurang menarik.
Candi Kama III --> Candi Kendalisodo (+/- 20 Menit)
Jalan menuju ke candi berikutnya berada di belakang Candi Kama III ini. Artinya kami harus menaiki sebuah lereng. Dan betul perjalanan kami semakin berat, karena harus melewati lereng yang cukup curam. Vegetasi di jalur ini semakin terbuka, sudah berubah menjadi ilalang dan semak belukar. Yang menadakan bahwa kami sudah berada di kawasan puncak.
Bukan lagi jalan setapak, tapi menjadi tangga setapak akibat curamnya medan yang kami lalui. Puncak bekel sudah semakin terlihat. Teman-teman kami juga sudah terlihat dari tempat kami berpijak. Mereka sedang berfoto, disebuah tempat yang ada bendera merah putih dengan view pemandangan kota Ngoro dan sekitarnya.
Ujung tangga setapak ini merupakan sebuah persimpangan. kekiri adalah Candi Kendalisodo dan kekanan ke arah puncak.
Kami memutuskan untuk mampir dulu, tempatnya sangat menarik.
Candi Kendalisodo ini mirip dengan candi putri, candi naga dan candi pura, berbentuk punden berundak. Jika candi didataran rendah , candi perwaranya adalah candi lebih kecil. Disini perwaranya berupa candi didalam gua.Â
Berbeda dengan candi lain di lereng gunung Penanggungan dan sekitarnya, di candi ini terdapat relief yang masih utuh. Sekilas relief tersebut menceritakan kehidupan sebuah keluarga di sebuah desa atau kerajaan yang mempunyai laut dan gunung.
Disini juga ada pohon yang tumbuh diatas tebing. Ini mengingatkan pada candi Angkor Wat di Kamboja. Cukup lama kami berfoto-foto disini.Â
Kami tersadar ketika lamat-lamat terdengar suara masjid yang sudah memperdengarkan suara sola-sola, tanda akan masuk waktu Dhuhur.
Candi Kendalisodo -- Puncak Bekel
Selepas candi ini kami menemui tiang bendera tempat teman-teman kami berfoto ria. Tempatnya memang indah. Pantas jika tadi mereka heboh disini. Kami pun tak ketinggalan ikut mengadakan sesi foto.
Selepas tiang bendera ini, vegetasi sudah sepenuhnya ilalang. Bisa dibayangkan sendiri bagaimana panasnya sengatan matahari. Pun jalur yang kami lalui juga sangat curam. Seperti jalur Puncak Bayangan- Pawitra di Gunung Penanggungan.
Untungnya tidak sepanjang jalur di Gunung Suci tersebut. Hanya beberapa menit kami bisa melewati jalur yang hampir 90 derajat ini.
Gunung Penanggungan juga sudah terlihat gagahmenyapa kami. Didepan kami juga sudah tidak terlihat lagi pohon atau ilalang yang lebih tinggi dari tempat kami berdiri. Kami hanya perlu menyusuri jalan setapak ini.
Dan setelah 4 jam, saya dan teman teman menjadi tim terakhir yang sampai di Puncak Bekel.
Puncak Bekel
Seperti biasa kami berfoto-foto dan membuat konten. Tentunya kami melakukan itu setelah selesai makan siang dengan bekal yang kami bawa. Membuka bekal di puncak bekel. 4 jam berjalan kaki tentunya sangat melelahkan. Tapi di puncak terbayar tuntas.
Puncak bekel sudah sepi, hanya beberapa pendaki saja yang masih bertahan disana. Mungkin sebagian sudah turun karena saat itu hari minggu, persiapan untuk aktivitas hari Senin.
Perjalanan Pulang { 65 Menit (lari) -- 120 Menit (Jalan santai sekali)}
Kami memutuskan untuk melalui jalur umum untuk kembali ke basecamp Jolotundo. Jalur melalui Kendalisodo sangat berbahaya untuk turun karena curamnya medan. Selain itu, jika lewat tempat itu kembali, kami akan menghadapi tanjakan dibawah, yang saat berangkatnya menjadi bonus. Jalur lama hampir tidak ada tanjakan ketika turun. Jalurnya juga landai dan nyaman untuk pendaki pemula. Juga ada warung untuk sekedar melepas lelah.
Perjalanan pulang bervariasi, yang tercepat adalah tim runner termasuk anak kelas 6 SD, full berlari dari puncak sampai base camp dengan waktu 1 jam 5 menit. Yang terakhir adalah rombongan saya, kebanyakan adalah yang pertama kali mendaki. Mereka kesulitan menahan kaki sehingga menyebabkan sakit di lutut. Waktu turun rombongan ini 2 Jam 30 menit, termasuk berhenti diwarung untuk minum es dan ngopi.
Alhamduillah semuanya dapat menyelesaikan ini dengan lancar tanpa kurang suatu apapun. Walaupun harus memaksa diri untuk mencapai limit dari tubuh yang sebenarnya mampu. Kebanyakan yang tidak mampu karena ragu-ragu terhadap kemampuanya sendiri.
Review Jalur Bekel Via Candi Kendalisodo
Jalur ini bukan pilihan utama pendaki menuju Gunung Bekel. Tidak banyak pendaki yang akan kita temui ketika melewati jalur ini. Walaupun di peta jalur lebih dekat tetapi dari sisi pencapaian waktu  kurang lebih sama jika melewati jalur ramai via Candi Bayi.
Seperti hukum mendaki, semakin dekat jalur maka pendakian akan menghadapi medan yang lebih curam.
Jika memungkinkan jangan mendaki jalur ini sendirian, kecuali jika punya niat ingin menyepi. Â Jangan ikutan usil dengan menambah vandalisme di dinding gua Biyung, atau candi lainnya. Taati peraturan untuk tidak naik ke candi. Karena jika tetap nekad naik candi dan diekspos ke medsos, yang ditegur adalah para pengurus di basecamp.
Selamat mendaki, Bawa Turun Sampahmu.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H