Alasan mendasar sebenarnya bukan hanya masalah membuat rokok sesuai selera namun lebih daripada itu. Ini merupakan bentuk kecil dari sebuah perlawanan terhadap harga rokok yang semakin melangit.
Secara tidak sengaja menjalankan ajaran Gandhi dengan swadesinya. Atau masih tertanam ajaran Bung Karno dengan berdikarinya. Bahkan mungkin juga terpengaruh motivasi Jack Ma yang mengatakan jika kita tidak bisa membelinya maka ciptakanlah.
Para perokok tidak pernah protes ketika harga rokok naik berpersen-persen. Mereka adalah orang-orang yang sebenarnya teraniaya. Orang-orang paling "nrimo". Tidak ada demo untuk menentang itu. Selalu ada cara untuk menyikapinya. Yang paling umum adalah dengan berpindah ke rokok yang harganya lebih murah.
Membuat rokok sendiri atau dalam istilah dulu disebut "tingwe" merupakan bentuk baru dari penyikapan harga rokok yang semakin menggila dari tahun ketahun.
Saya melalui malam itu dengan mencicipi berbagai rokok hand made buatan mereka. Untuk sementara rokok Inter yang selalu saya hisap sejak diterima bekerja akhir tahun 2000, kembali masuk kedalam saku. Saya tawarkan pun, tidak ada yang mau, padahal biasanya selalu saja ada yang meminta.
Karena sudah malam, saya pamit untuk pulang duluan. Dengan senang hati menawarkan rokok yang mereka buat. Tidak hanya 1 batang tapi puluhan yang dibungkuskan untuk saya. Alhamdulillah, 3 hari kedepan tidak perlu beli rokok.
Seperti saya, mereka adalah orang-orang yang masih setia dengan rokok konvensional terutama kretek. Yang tidak punya pikiran sama sekali untuk beralih ke vape. Bahkan untuk beralih kerokok putih pun bukan suatu pilihan. Bau wangi asap tembakau yang terbakar ditambah suara kretek-kretek adalah "roso"yang ngangeni. Ditambah dengan kopi tubruk, dan gorengan menjadikan kita yang sebenarnya kita.
Merokok kretek jika sendirian adalah sebuah meditasi. Jika beramai-ramai di warkop adalah sebuah terapi dengan metode jagongan gayeng. Rokok adalah bahasa universal. Persahabatan bisa tumbuh berawal dari rokok. Yang mengakhiri persahabatan adalah korek api.
Merokok itu sebuah "klangenan".
Sambil berjalan pulang di tengah malam saya mendendangkan sepenggal lagu Galang Rambu Anarki dengan lirik berbeda "cukai membumbung tinggi, rokok tak terbeli. tarif cukai tinggi, kami buat sendiri"