Mohon tunggu...
albarian risto gunarto
albarian risto gunarto Mohon Tunggu... Freelancer - saya datang saya lihat saya lalui saya tulis

bapak-bapak yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tragedi Kanjuruhan, Salah Niat dan Salah Tanggap yang Berakibat (Sangat) Fatal

2 Oktober 2022   18:41 Diperbarui: 2 Oktober 2022   18:48 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Instagram.com/ unitednetz

Kondisi ini diperparah dengan penembakan gas air mata yang membuat massa lainnya panik dan akibatnya kita tahu, setidaknya yang diumumkan Presiden Jokowi, 129 orang meninggal. (mungkin akan bertambah)

Malam itu yang seharusnya menjadi euforia berubah menjadi malam kelam, seperti saat Ken Arok berhasil menancapkan kerisnya di tubuh Tunggul Ametung.

Prestasi Timnas yang menembus piala Asia dan mengalahkan Curacao langsung luruh seketika.

Tragedi Kemanusiaan terjadi, ratusan orang harus meregang nyawa dalam satu waktu.

Beberapa tanya masih tersimpan di benak ini, kenapa tidak dijaga saja, jangan sampai masuk ke ruang ganti pemain? Kenapa tidak dibiarkan saja mereka (para suporter) menghancurkan stadion, seperti peristiwa di Gelora Delta Sidoarjo beberapa waktu lalu, yang walaupun rusuh tapi tidak ada korban jiwa.

Bagaimanapun korban sudah jatuh, tersangka kemungkinan pasti ada, sanksi dari FIFA pasti menyusul dan harus kita terima, harus dengan ikhlas.

Walaupun ada seribu pernyataan dan (mungkin) tulisan di prasasti yang akan ditempelkan di Kanjuruhan, itu tidak pernah sepadan dengan duka dan airmata orang tua yang kehilangan anaknya, istri dan anak yang kehilangan bapaknya, anak yang kehilangan orang tuanya.

Kedepan masihkah kita membabi buta mendukung apapun? Seharusnya kita sudah sadar tidak ada yang perlu dibela mati-matian. Entah itu Capres, Partai, Tim Olahraga, Sekolah dan lain-lain.

Sudah terlalu lama kita terkotak-kotak. Katanya kita Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu. Tapi nyatanya kita terpecah-pecah sampai ke dalam hal yang semestinya kita tidak perlu mengotakkan diri.

Suporter sepakbola seharusnya setelah tragedi ini semakin mawas diri, tidak perlu lagi ada rivalitas antar suporter yang sebenarnya hanyalah sebuah bentuk primordialisme dan chauvimisme.

Masih mau ada korban lagi setelah Tragedi ini? Duka ini sangat mendalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun