Untuk perjalanan turun bukan perkara yang mudah. Jalur yang terbuka bagi sebagian orang menimbulkan ketakutan tersendiri. Apalagi jika orang tersebut phobia ketinggian. "Kudu njlungup" begitulah perasaan orang yang baru pertama. Hati-hati adalah kunci, minimal menjaga agar tidak terpeleset untuk menghindari malu.
Ibu yang berjualan di sekitar Puncak Bayangan sedang bersiap pulang ketika saya menyapanya. Tim kami masih tertinggal di belakang, 2 orang, namun karena tidak cidera dan kebetulan juga suami istri. Sang suami telah berpengalaman, beberapa kali naik gunung ini. Mereka minta agar ditinggal saja.
Setelah puncak bayangan jalur sudah menjadi medan tanah, lebih mudah untuk menuruninya. Kami sempat bertemu dengan seorang pendaki cilik berumur 5 tahun bernama Ilona berasal dari Surabaya. Anaknya  cantik, ceria dan ramah. Mendaki bersama ortu dan pamannya. Ilona tampak menikmati sekali pendakian kelimanya.
Perjalanan turun bisa dinikmati dengan enjoy. Jarak untuk mengambil nafas lebih panjang, lebih jarang berhenti.
Warung Depan Pos 2 || Cerita dari Penanggungan
Sebagian besar rombongan kami sudah sampai di base camp tempat awal berangkat, sudah mandi dan beribadah. Ketika kami bertiga mampir di warung yang banyak menyediakan tempat rebahan ini. Disinilah kami bertemu dengan seorang lelaki pemilik warung ini yang menyebut dirinya Bapak.
Sambil menemani kami menikmati segelas besar teh hangat, beliau bercerita banyak hal tentang Gunung Suci ini. Salah satu yang menjadi bahan adalah proses evakuasi anggota mapala yang namanya terukir di tugu peringatan dekat Pos 4 tersebut. Tidak perlu saling menyalahkan atas kejadian tersebut. Kami hanya bisa berdoa dalam hati untuk almarhum.
Beliau rupanya seorang relawan penjaga gunung, yang selalu hadir pada setiap kejadian. Yang terakhir adalah ikut memadamkan kebakaran di Puncak.