Kedua kalinya dalam dua tahun berturut-turut Aspala kembali mendaki gunung yang disucikan oleh Majapahit. Gunung ini seolah memanggil setiap kali kami melakukan pendakian gunung/ bukit di sekitarnya.
Kapok lombok sebuah ungkapan yang pantas untuk kami. Berat tapi "ngangeni" makanya kami mendaki  gunung yang namnya dibadikan dalam prasasti kuno ini kembali. Tetap dengan cara yang sama "tek-tok" sekali jalan.
Ba'da subuh, seperti biasa berkumpul, kali ini kami menyewa elf yang harga sewanya naik  mengikuti harga solar. Ber 15 yang ikut naik elf ini, Dua orang lainnya naik mobil pribadi dan akan bergabung di basecamp.
Dengan jumlah rombongan yang lebih banyak, 17 orang. Lebih rame lebih seru. Anggota rombongan dari berbagi usia dan pengalaman serta kondisi fisik yang berbeda pula. Menghadirkan cerita tersendiri.
Sayangnya si anak SD yang beberapa kali pendakian mengatakan gunungnya kurang tinggi tidak bisa turut. Karena seminggu sebelumnya jatuh di got ketika naik sepeda, ditambah dengan terserang Flu Singapura yang membuat kakinya bentol dan penuh bercak plus bengkak.
Cahaya matahari sudah terik kala kami masuk ke kawasan Pendakian Via Tamiajeng. Setelah prepare peralatan -yang perempuan sibuk mengoleskan sunscreen- serta urusan perijinan sudah beres kami melangkahkan kaki melewati Gapura.
Base Camp -- Pos 2 || Jalan Kaki di Jalan Kampung
Jalan yang dilewati merupakan jalan desa yang berupa makadam yang di berbagai tempat batunya sudah lepas dari ikatan. Kiri kanan merupakan perkebunan penduduk jadi tidak heran kadang kita akan disalip maupun bersimpangan dengan motor-motor mereka.
Bonus turunan di awal walaupun anda tahu, mendaki itu pasti selalu naik. Dan benar saja perlahan menjadi menanjak secara konstan ditambah jalan yang lurus membuat seolah tak berujung.
Ternyata itu semua hanya fatamorgana, dari kejauhan ketika kita sudah bisa melihat pepohonan disitu pula Pos 2 berada. Bangunan Pos 2 sendiri mirip sebuah Pos Kamling yang berada disebelah kiri jalan sedangkan dikanan berdiri beberapa warung yang menyediakan makanan, minuman serta tempat istirahat.
Disini pula warung terakhir, jika perbekalan anda kurang lengkapi disini, karena setelah ini akan masuk hutan. Tentunya sudah tidak ada warung lagi, sumber air pun juga tidak ada.
Pos 2 -- Pos 3 || Jaraknya Pendek Ceritanya Ikut Pendek
Selepas pos 2 ini kita akan masuk hutan tropis dengan kerapatan tinggi otomatis lebih teduh. Jalurnya relatif landai. Dengan jalur yang memanjakan ini untuk sampai di Pos 3 tidak membutuhkan waktu lama.
Pos 3 -- Pos 4 || Meniti Anak Tangga di Hutan Yang Teduh
Disinilah baru terasa tenaga menjadi terkuras. Seperti tahun sebelumnya, ini merupakan jalur terpanjang dalam pendakian ini. Hutan disini semakin rapat, sinar matahari tidak sampai menembus kanopi dedaunan. Kondisi ini yang membuat tubuh bingung, berkeringat namun udara dingin menghujam dari luar. Sempatkan istirahat jika memang tubuh terasa lelah, atau agak aneh. Menyingkap baju bisa jadi solusi.
Berbeda dengan tahun lalu, sekarang banyak jalur baru yang dibuat. Jika dulu lebih landai dan memutar, kali ini banyak jalur by pass. Untungnya, tentu lebih cepat menambah ketinggian, namun kerugiannya semakin cepat pula nafas keluar masuk alias ngos-ngosan.
Pos 4 -- Puncak Bayangan ||Berjalan Untuk Menggapai (Puncak) Bayangan
Tanjakannya semakin "ndeder" kalau orang jawa bilang, atau semakin curam, hutan juga mulai terbuka, ilalang sudah tumbuh diantara pepohonan. Sinar matahari sudah ikut campur menyinari, keringat akan keluar lebih deras.
Jika kita menoleh kebelakang, maka samar-samar pemandangan dari perumahan dan permukiman sudah kelihatan. Tidak jauh dari Pos 4 anda akan menemukan sebuah tugu memoriam seorang anggota mapala yang meninggal dunia di gunung ini. -jika ingin cerita lengkap, mampirlah ke "bapak", pemilik warung di depan Pos 2 Pas.
Diatasnya lagi setelah melewati segumbulan pohon pisang kita bisa menyaksikan, batu-batu andesit berbentuk persegi, diantaranya ada yang memiliki relief. Kemungkinan itu merupakan reruntuhan candi. Sayangnya tidak ada yang "nguri-nguri". - Mungkin saking banyaknya situs di gunung yang  katanya merupakan potongan dari puncak Semeru ini. Penelitian terakhir menyebutkan ada sekitar 131 candi maupun punden berundak.
Ujung dari jalur ini sebuah lapangan luas yang mampu menampung banyak tenda. Biasanya para pendaki akan ngecamp disini, baru summit pada malam menjelang pagi untuk mencegat sunrise.
Puncak bayangan ini memiliki pemandangan yang sangat indah, dengan latar Puncak Pawitra dengan jalur yang akan kita lalui. Disini juga batas vegetasi, pepohonan terakhir ada disini, karena setelah ini kita akan memasuki vegetasi ilalang.
Disini sebenarnya pemandangan sudah sangat indah, namun karena bukan puncak sejati, bagi sebagian orang tetap belum menaklukkan gunung yang yang memiliki delapan gunung/bukit perwara ini.Â
Begitu juga dengan kami, yang akhirnya meneruskan perjalanan ke Puncak Pawitra.Â
Selanjutnya klik disini untuk Bagian 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H