Mohon tunggu...
albarian risto gunarto
albarian risto gunarto Mohon Tunggu... Freelancer - saya datang saya lihat saya lalui saya tulis

bapak-bapak yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

MenTek-Tok Gunung Penanggungan (Bagian 1), Keindahan di Separuh Gunung

15 September 2022   14:06 Diperbarui: 15 September 2022   20:19 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
duduk sejenak sebelum melahap tanjakan (dok.pri)

Kedua kalinya dalam dua tahun berturut-turut Aspala kembali mendaki gunung yang disucikan oleh Majapahit. Gunung ini seolah memanggil setiap kali kami melakukan pendakian gunung/ bukit di sekitarnya.

Kapok lombok sebuah ungkapan yang pantas untuk kami. Berat tapi "ngangeni" makanya kami mendaki  gunung yang namnya dibadikan dalam prasasti kuno ini kembali. Tetap dengan cara yang sama "tek-tok" sekali jalan.

Ba'da subuh, seperti biasa berkumpul, kali ini kami menyewa elf yang harga sewanya naik  mengikuti harga solar. Ber 15 yang ikut naik elf ini, Dua orang lainnya naik mobil pribadi dan akan bergabung di basecamp.

agar tetap semangat (dok. Aspala)
agar tetap semangat (dok. Aspala)

Dengan jumlah rombongan yang lebih banyak, 17 orang. Lebih rame lebih seru. Anggota rombongan dari berbagi usia dan pengalaman serta kondisi fisik yang berbeda pula. Menghadirkan cerita tersendiri.

Sayangnya si anak SD yang beberapa kali pendakian mengatakan gunungnya kurang tinggi tidak bisa turut. Karena seminggu sebelumnya jatuh di got ketika naik sepeda, ditambah dengan terserang Flu Singapura yang membuat kakinya bentol dan penuh bercak plus bengkak.

Cahaya matahari sudah terik kala kami masuk ke kawasan Pendakian Via Tamiajeng. Setelah prepare peralatan -yang perempuan sibuk mengoleskan sunscreen- serta urusan perijinan sudah beres kami melangkahkan kaki melewati Gapura.

memulai jalan kaki di gunung (dok. pri)
memulai jalan kaki di gunung (dok. pri)

Base Camp -- Pos 2 || Jalan Kaki di Jalan Kampung

Jalan yang dilewati merupakan jalan desa yang berupa makadam yang di berbagai tempat batunya sudah lepas dari ikatan. Kiri kanan merupakan perkebunan penduduk jadi tidak heran kadang kita akan disalip maupun bersimpangan dengan motor-motor mereka.

Bonus turunan di awal walaupun anda tahu, mendaki itu pasti selalu naik. Dan benar saja perlahan menjadi menanjak secara konstan ditambah jalan yang lurus membuat seolah tak berujung.

bonus turunan di awal (dok.pri)
bonus turunan di awal (dok.pri)

Ternyata itu semua hanya fatamorgana, dari kejauhan ketika kita sudah bisa melihat pepohonan disitu pula Pos 2 berada. Bangunan Pos 2 sendiri mirip sebuah Pos Kamling yang berada disebelah kiri jalan sedangkan dikanan berdiri beberapa warung yang menyediakan makanan, minuman serta tempat istirahat.

Disini pula warung terakhir, jika perbekalan anda kurang lengkapi disini, karena setelah ini akan masuk hutan. Tentunya sudah tidak ada warung lagi, sumber air pun juga tidak ada.

persiapan masuk hutan(dok.pri)
persiapan masuk hutan(dok.pri)

Pos 2 -- Pos 3 || Jaraknya Pendek Ceritanya Ikut Pendek

Selepas pos 2 ini kita akan masuk hutan tropis dengan kerapatan tinggi otomatis lebih teduh. Jalurnya relatif landai. Dengan jalur yang memanjakan ini untuk sampai di Pos 3 tidak membutuhkan waktu lama.

masih belum seberapa (dok.pri)
masih belum seberapa (dok.pri)

Pos 3 -- Pos 4 || Meniti Anak Tangga di Hutan Yang Teduh

Disinilah baru terasa tenaga menjadi terkuras. Seperti tahun sebelumnya, ini merupakan jalur terpanjang dalam pendakian ini. Hutan disini semakin rapat, sinar matahari tidak sampai menembus kanopi dedaunan. Kondisi ini yang membuat tubuh bingung, berkeringat namun udara dingin menghujam dari luar. Sempatkan istirahat jika memang tubuh terasa lelah, atau agak aneh. Menyingkap baju bisa jadi solusi.

Berbeda dengan tahun lalu, sekarang banyak jalur baru yang dibuat. Jika dulu lebih landai dan memutar, kali ini banyak jalur by pass. Untungnya, tentu lebih cepat menambah ketinggian, namun kerugiannya semakin cepat pula nafas keluar masuk alias ngos-ngosan.

duduk sejenak sebelum melahap tanjakan (dok.pri)
duduk sejenak sebelum melahap tanjakan (dok.pri)

Pos 4 -- Puncak Bayangan  ||Berjalan Untuk Menggapai (Puncak) Bayangan

Tanjakannya semakin "ndeder" kalau orang jawa bilang, atau semakin curam, hutan juga mulai terbuka, ilalang sudah tumbuh diantara pepohonan. Sinar matahari sudah ikut campur menyinari, keringat akan keluar lebih deras.

tugu memori (dok.pri0
tugu memori (dok.pri0

Jika kita menoleh kebelakang, maka samar-samar pemandangan dari perumahan dan permukiman sudah kelihatan. Tidak jauh dari Pos 4 anda akan menemukan sebuah tugu memoriam seorang anggota mapala yang meninggal dunia di gunung ini. -jika ingin cerita lengkap, mampirlah ke "bapak", pemilik warung di depan Pos 2 Pas.

batu-batu candi yang belum tersentuh (dok.pri)
batu-batu candi yang belum tersentuh (dok.pri)

Diatasnya lagi setelah melewati segumbulan pohon pisang kita bisa menyaksikan, batu-batu andesit berbentuk persegi, diantaranya ada yang memiliki relief. Kemungkinan itu merupakan reruntuhan candi. Sayangnya tidak ada yang "nguri-nguri". - Mungkin saking banyaknya situs di gunung yang  katanya merupakan potongan dari puncak Semeru ini. Penelitian terakhir menyebutkan ada sekitar 131 candi maupun punden berundak.

Papan petunjuk yang mulai usang (dok.pri)
Papan petunjuk yang mulai usang (dok.pri)

Ujung dari jalur ini sebuah lapangan luas yang mampu menampung banyak tenda. Biasanya para pendaki akan ngecamp disini, baru summit pada malam menjelang pagi untuk mencegat sunrise.

Puncak bayangan ini memiliki pemandangan yang sangat indah, dengan latar Puncak Pawitra dengan jalur yang akan kita lalui. Disini juga batas vegetasi, pepohonan terakhir ada disini, karena setelah ini kita akan memasuki vegetasi ilalang.

Disini sebenarnya pemandangan sudah sangat indah, namun karena bukan puncak sejati, bagi sebagian orang tetap belum menaklukkan gunung yang yang memiliki delapan gunung/bukit perwara ini. 

Bayangan saja indah, apalagi sejatinya (dok.Aspala)
Bayangan saja indah, apalagi sejatinya (dok.Aspala)

Begitu juga dengan kami, yang akhirnya meneruskan perjalanan ke Puncak Pawitra. 

Selanjutnya klik disini untuk Bagian 2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun