Benar kata orang, Jogja setiap sudutnya adalah kenangan. Perjalanan kali ini adalah yang kesekian kalinya bagi saya. Dan semuanya berwisata atau karena pekerjaan, selain itu pernah karena ikut bimbel.
Perjalanan tanpa menginap, tek tok kalau naik gunung. Bersama dengan orang-orang istimewa ke kota istimewa. Dinas Sosial, kantor yang sehari-hari menyelenggarakan urusan sosial. Bepergian bersama-bersama apalagi satu kantor memang selalu menyenangkan.
Trip kali ini diikuti oleh seluruh karyawan dan karyawati, memang dimaksudkan untuk melebur kekakuan.
Jogja, walaupun semuanya hampir pernah kesini namun tetap ada kehebohan-kehebohan tersendiri. Selalu menciptakan cerita baru.
Rencananya tempat yang akan dikunjungi adalah Lava Tour dengan start dan finish di Alabund Resto, kemudian ke Parangtritis setelah itu sebagai penutup pastinya Malioboro.
Kedatangan Yang Terlalu Cepat
Berangkat dari Kota Santri Jam 20.00 WIB dengan titik kumpul di depan alun alun yang jadi ikon baru kota ini.
Tidak lebih dari 30 menit saling menunggu rombongan  ini akhirnya berangkat. Awalnya masih saling jaim-jaim-an. Hanya ngobrol ngalor ngidul antar sesama penumpang. Belum banyak yang berniat untuk menyanyi, walaupun disediakan banyak mic dan saluran Youtube.
Bis berhenti di rest area Tol sekitar Ngawi. Ini pastinya dimanfaatkan oleh para penumpang yang Sebagian besar perokok dan kopi-ers termasuk saya. Tidak lama bis berhenti disini. Karena kebanyakan penumpang sudah selesai dengan hajat masing-masing. Setelah setengah jam bis berangkat.
Disinilah awal dari sebuah kehebohan, berhenti di rest area rupanya jadi semacam ice breaking yang mencairkan kekakuan. Ngopi bersama sambil lesehan di rest area ternyata efektif.
Dari awalnya para bapak-bapak generasi 70-an yang eksis, dengan lagu-lagu dangut kontemporer. Sedikit demi sedikit, mic mulai bergeser ke bagian belakang, tempat pemuda-pemudi duduk.
Seperti sebuah kaledioskop, lagu lagu pun mulai berubah menjadi lebih ke jaman milenial -walaupun tetap koplo juga-. Pemegang mik juga sudah berbeda, kali ini mulai dikuasai oleh generasi dua ribuan.
Suasana menjadi semakin ramai, riuh dan heboh. Semakin panas generasi 90-an juga turut menyumbangkan suara, menambah "keributan", dengan suara yang tidak bisa dibilang merdu. Alhasil seluruh penumpang bis tidak sempat memejamkan mata, yang sudah tidur terbangun karena serasa mendengar mimpi buruk secara nyata.
Tak terasa hari sudah berganti, dan bis sudah masuk ke kawasan kaliurang. Sabtu baru berumur 1 jam ketika kami keluar dari bis. Suasana masih sangat sepi. Tidak banyak yang bisa kami lakukan. Kami hanya duduk dikursi taman mengobrol.
Kedatangan kami terlau cepat 3,5 jam dari jadwal. Tol trans jawa dan jalanan sepi semakin mempercepat. Biasanya Jombang-Jogja non tol 6-7 jam. Kali ini jauh lebih cepat.
Hawa dingin di pegunungan, ditambah lagi musim kemarau membuat hawa dingin semakin menusuk. Sebagian kembali ke bis, melanjutkan tidur yang buyar karena nyanyian-nyanyian tak tentu nada diatonis atau pentatonis.
Setelah 3,5 jam menahan dingin dan tidak melakukan apa-apa. Adzan subuh berkumandang seiring kedatangan jip-jip yang akan mengantarkan kami ke berbagai tujuan dari lava tour.
Di lereng Merapi ini seperti biasa foto-foto menjadi agenda wajib. Pemandangan seperti ini tidak kami temukan di tempat kami.
Tiga tujuan ditambah satu tempat main air kami tuntaskan ketika waktu menunjukkan 09.00WIB. Setelah mandi dan bersih-bersih diri, kami segera mengisi perut. Karena keseruan-keseruan yang ada, tidak terasa jika asupan kami lebih banyak dari biasanya.
Selesai makan pagi setengah siang, kami segera menuju ke tujuan ke-2, Pantai Parangtritis. Di pantai yang segaris imajiner dengan gunung Merapi ini, membuat perjalanan seolah suatu perziarahan. Mengunjungi Ujung garis utara kemudian ke ujung satunya di selatan.
Sebagian dari kami-terutama tim ribut- terlelap tak lama setelah bis berjalan. Yang terlelap -termasuk saya- betul-betul tidak tahu apa yang kami lewati selama perjalanan ke selatan ini.
Matahari tepat diatas ubun-ubun ketika bis yang kami tumpangi parkir disebuah rumah makan di pinggir pantai Parangtritis. Kebalikan dari kedatangan kami di Lereng Merapi kali ini panas matahari sangat menyengat.
Tidak lama kami dipantai, hanya beli es degan dan siomay sambil menikmati suara deburan ombak pantai selatan dan semilir angin, kemudian balik lagi ke resto untuk makan siang.
Makan siang yang istimewa yang sangat nikmat, dengan ikan cakalang dan sambal. Kami kembali naik bis menuju Malioboro untuk menghabiskan malam disana.
Selama perjalanan ke Malioboro seluruh peserta dibebaskan untuk melakukan mandiri. Tapi kebanyakan hanya jalan ngalor ngidul di  sampai batas waktu yang ditetapkan.
Saya sendiri mencarikan pesanan dari keluarga dirumah. Setelah itu kembali ke bis. Karena badan rasanya sudah sangat penat.
Jam yang telah ditentukan semua sudah berkumpul dan siap kembali kekota asal. Berbeda dengan waktu berangkat, ketika perjalanan pulang ini hampir semua terlelap dengan senyum tersungging.
Perjalanan dan Semangat Baru Setelahnya
Sebuah perjalan singkat namun sangat menyenangkan. Sebuah perjalanan yang sangat berarti. Sebuah perjalanan yang memahamkan.
Setelah sehari-hari berhadapan permasalahan social yang beragam jenis. Acara  family gathering, tamasya, rekreasi, dharmawisata atau apalah namanya menjadi semacam refresh, penyegaran. Menjadi motivasi yang meningkatkan kinerja kedepannya.
Seperti sebuah kelahiran kembali untuk menemukan ide-ide maupun pemikiran baru dalam penyelesaian masalah sosial yang dihadapi.
Tidak terlalu penting sebuah tujuan, namun kebersamaan, keegaliteran, ketiadaan sekat lah yang semakin menyatukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H