Mohon tunggu...
albarian risto gunarto
albarian risto gunarto Mohon Tunggu... Freelancer - saya datang saya lihat saya lalui saya tulis

bapak-bapak yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mbak Supi, Sang Pendobrak Kemiskinan Absolut

12 Mei 2022   15:26 Diperbarui: 12 Mei 2022   16:01 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Mbak Supi setelah diperbaiki-dok pribadi-

Mudik kali ini mendapat sebuah cerita menarik dari orang tua saya. Kebetulan bapak saya adalah Ketua RT yang menjabat seumur hidup. Tidak cuma 3 periode tapi sejak jaman Pak harto berkuasa dapat separuh sampai sekarang. Jadi sudah sangat paham terhadap kondisi lingkungannya. 

Tentang Mbak Supi

Teman-teman seusia saya - yang saat ini sudah jadi bapak-bapak - memanggilnya Mbak Supi. Saya tidak tahu persis nama lengkapnya siapa. Bisa Supiyah, Supiyati, Nursupi atau yang lain. Beliau adalah anak ketiga Mbah Minah seorang janda , sedangkan anak pertamanya bernama Lik Ji menjadi tukang becak, yang kedua bernama Jumiran yang berprofesi sebagai tukang. 

Anak keempat bernama Sukat. Dia ini terkenal sangat bandel, pernah pada suatu hari dia dihakimi masa di perempatan kampung kami, karena terlibat pencurian radio dari tetangganya yang kebetulan masih family. Sejak saat itu Sukat terstigma sebagai pencuri di kampung kami. 

Beberapa tahun kemudian dia merantau ikut grup pasar malam. Namun nahas, entah karena apa, sepulangnya dia merantau, sikapnya berubah menjadi pendiam, Sebagian warga menganggap dia gila. Dan puncaknya suatu sore yang hujan deras, dia dikabarkan menceburkan diri ke suangai. 

Sampai sekarang tidak pernah ditemukan jasadnya. Ada rumor saat itu dia tidak menceburkan diri tapi kabur dari rumah dan menjadi seorang musafir. Cerita yang benar bagaimana, entahlah. Wallahualam. 

Keluarga Mbah Minah sendiri adalah warga RT kami yang keadaan ekonominya sangat miskin, jika sekarang mungkin termasuk kategori kemiskinan ekstrem.   Mbah Minah sendiri hanya berjualan apa saja yang bisa dijual, bukan pedagang besar. Omsetnya saat itu mungkin Rp 10 ribu rupiah perhari. Rumahnya hanya bilik bambu, beralaskan tanah. 

Pagar rumahnya hanya daun beluntas. Mirip sekali dengan yang digambarkan God Bless dalam lagu Rumah Kita.   Baru berubah agak lebih baik ketika mendapat bantuan bedah rumah dari pemerintah. 

Pada suatu hari, Mbak Supi pulang dari rantau -seingat saya di Jakarta- dengan membawa calon suami dan berniat menikah. Pernikahannya walaupun sederhana tapi sangat meriah, warga membantu dengan segenap tenaga. Termasuk saya, yang saat itu masih SMA ikut jadi peladen atau sinomannya. Sudah menjadi kebiasaan jika yang menikah dari warga tidak mampu, warga pasti sigap membantu. 

Setelah sepasar -tanggalan jawa- Mbak Supi diboyong suaminya ke Jakarta. Saat akan melahirkan baru dia kembali ke kampung kami dan melahirkan disini. Namun setelah kelahiran ternyata sang suami putus kontak sama sekali dan tidak pernah mengunjungi ke rumahnya. Anak yang dilahirkan seorang perempuan dan diberi nama khusnul.

Walaupun tidak mendapat perhatian dari suaminya. Mbak Supi tidak menyerah, tidak juga mencari suaminya namun dia membesarkan sendiri anaknya. Yang saya tahu dia menjadi Asisten Rumah Tangga. Menjadi ART di kota kecil bukan hal mudah. Standar hidup yang murah membuat gaji yang diterima juga murah. Hanya cukup untuk makan dan membiayai sekolah anaknya. Tetap dibawah UMR. Mbak Supi mendapat bantuan dari pemerintah jadi bisa menambah penghasilan.

Rencana Besar, Merantau ke Jogja

Mbak Supi diam-diam menyimpan impian besar. Dan Impian itu hanya bisa diwujudkan jika dia hijrah ke kota besar. Rencana itu benar-benar dibuktikannya. Ketika Khusnul lulus SMP. Mbak Supi datang kerumah saya menemui orang tua saya sebagai RT untuk pamitan. 

Sempat oleh ibu saya ditanya, kenapa kok pengen merantau. Jawaban mbak supi ternyata sangat menakjubkan " Kulo namung pengen Khusnul saged kuliah". 

Ternyata tidak mudah jalan yang dilalui oleh mereka berdua. Selama dua tahun mereka mendapat majikan yang salah. Sehingga mereka memutuskan kabur dari keluarga tersebut. Dan meminta perlindungan kepada yayasan perlindungan perempuan dan anak. 

Karena sehari- hari mereka kerap mendapat kekerasan dari majikannya. 

Untuk beberapa saat mereka berada di penampungan milik yayasan tersebut. Tidak berapa lama mereka mendapat majikan baru yang merubah kehidupannya. Majikannya yang laki-laki adalah Pegawai Pertamina dan yang perempuan seorang dosen. 

Sejak ikut dengan majikan barunya tersebut kehidupannya menjadi lebih baik. Impiannya untuk menguliahkan khusnul semakin terbuka dengan dukungan kedua majikannya.

Dan Akhirnya Khusnul benar kuliah di sebuah universitas di Jogja sampai jadi sarjana bahkan sudah mendapat panggilan untuk bekerja. Namun, Mbak supi kembali mendapat ujian, dia beberapa kali pingsan. Setelah diperiksakan ternyata mengidap Kanker Otak. 

Karena kasihan melihat kondisi Mbak Supi, sang majikan berinisiatif untuk mengantarkannya pulang ke Ngawi agar bisa beristirahat.

Ternyata kebaikan sang majikan tidak berhenti disitu. Sesampainya di Ngawi, melihat kondisi rumah anak buahnya yang tidak layak, mereka berinisiatif untuk merehabnya. Setelah rehab selesai, mbak supi baru bisa menempati kembali rumahnya. 

Setelah itu Mbak Supi kembali ke Jogja untuk melakukan operasi. Dalam persiapan menjalani operasi, ternyata dia menghembuskan nafas terakhirnya.  Dan dimakamkan di kampung halamannya di makam mundu ngawi.

Sementara itu khusnul putrinya, setelah 40 hari ibunya diminta kembali kerumah majikannya untuk tetap membantu di rumah tersebut. Karena mereka sekeluarga sudah cocok. 

Itulah yang diceritakan khusnul tentang ibunya, ada rasa bangga karena dia berhasil mewujudkan impian ibunya tapi ada juga rasa penyesalan karena belum sempat membalas jasa ibunya.

Namun itu semua adalah rahasia Illahi, yang jelas impian Mbak supi agar anaknya bisa kuliah dan menjadi sarjana telah terwujud. Kemauan kerasnya telah terbayar oleh seorang anak yang tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan. 

Dari sini kita melihat bahwa jalan untuk mengentaskan seseorang dari kemiskinan adalah melalui pendidikan. 

Dan itu dibuktikan sendiri oleh Mbak Supi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun