Saya larut dalam isi tulisan. Membayangkan seolah saya sedang di Masjid Nabawi, bertamu pada tuan rumah Madinah, Rasulullah.
"Tidak ada satu pun orang yang diizinkan datang ke Madinah, kecuali atas izin Rasulullah. Beliau sendiri yang mengeluarkan visa kunjungan itu, dengan batas waktu tertentu, akses tertentu. Orang yang diizinkan datang ke rumah Rasulullah karena beliau berkenan menerima. Karena kedekatan masing-masing dengan Rasulullah. Bisa karena rasa rindunya, bisa karena Tindakan, perilaku, atau perjuangannya yang disukai Rasulullah." Kata Syaikh  Haitsam.
Dada saya bergemuruh membacanya. Air mata yang sejak tadi saya tahan akhirnya berhasil mengalahkan tuannya.
Ya Rabb, izinkan hamba bertamu ke rumah nabiMu.
Sampai bagian ini saya berhenti sejenak. Ada sudut hangat di mata saya. Bagian ini juga membuat saya optimis dan merapal do'a serta menguatkan tekad, memohon agar ada jalur undangan langit untuk memenuhinya.
Tahun 2017 saya sudah mendaftar haji reguler dengan masa tunggu 20 tahun. Jika haji adalah undangan saya berharap mendapat undangan itu, menerobos antrean yang masih menyisakan tiga belas tahun lagi.
Saran saya bacalah buku ini di kamar atau tempat pribadi. Jangan dibaca di tempat umum. Karena begitu banyak bagian di buku ini yang mengandung bawang.
Kalau dibaca di tempat umum takutnya orang akan bingung melihat ada orang yang sedang menyendiri dengan buku malah meneteskan air mata.
Bacalah di tempat tenang dengan penuh penghayatan. Jangan lupa siapkan tisu karena begitu banyak bagian yang membuat air mata menjebol pertahanannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H