Mohon tunggu...
Alba
Alba Mohon Tunggu... -

Pengabdi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belajar Menjadi Cerdas Emosional

4 Oktober 2013   22:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:59 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata tidak salah jika para ahli yang menyebut jika salah satu kunci kesuksesan adalah KECERDASAN EMOSIONAL. Kecerdasan emosionalatau yang biasa dikenal denganEQ(bahasa Inggris:emotional quotient) adalahkemampuanseseorang untukmenerima,menilai,mengelola, serta mengontrolemosidirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu padaperasaanterhadapinformasiakan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. MenurutHoward Gardner(1983) terdapat lima pokok utama darikecerdasanemosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasidengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagaialatuntuk memotivasidiri.(http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_emosional)

Selain pengertian di atas, yang pasti hakikat kecerdasan emosional adalah kecerdasan dalam menjalani kehidupan ini, mulai interaksi, bersosialisasi, etika, sopan santun, menghargai orang lain sampai toleransi menjadi bagian penting kecerdasan ini. Kecerdasan ini wajar jika dianggap sebagai modal utama dalam meraih kesuksesan, baik untuk karier maupun untuk sukse secara materi (Kaya).

Materi ini sesugguhnya klasik dan telah saya pelajari sejak di awal tahun 2000-an, bahkan sempat menuntaskannnya dengan berbagai jenis referensi yang membahas tentang kecerdasan ini. Tapi masalahnya adalah ketika harus mengaplikasikannya, begitu sulit, sukar dan butuh keseriusan dalam mengaplikasikannya. Apalagi sebagian dari orang tua kita, lingkungan pendidikan (guru), lingkungan sekitar (keluarga dan masyarakat), media TV (sinetron, film dll) terkadang mengajari kita kebalikan dari kecerdasan emosional tersebut (kebencian, kedengkian, iri hati, perkelahian, kelicikan, balas dendam dllnya), akhirnya pada fase pertumbuhan kejiwaan kita (anak-anak sampai remaja 0-17 tahun) sering mendapatkan didikan dan doktrinasi yang sifatnya anti kecerdasan emosional yang membetuk alam bawah sadar kita sehingga menjadi manusia tak bisa cerdas secara emosional. Mau tidak mau akhirnya membentuk watak dan karakter kita yang begitu sulit untuk dirubah untuk lebih cerdas secara emosional,Itulah yang saya maksud sebagai tantangan mengaplikasikan kecerdasan emosional tersebut.

Jika itu faktanya, apakah tetap kita harus berputus asa atau pesimis dalam mewujudkan kecerdasan emosional?, tentu saja tidak, karena salah satu karakter kecerdasan ini adalah selalu optimis dan mampu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Ini catatan harian saya dalam proses latihan dan belajar demi menggapai kecerdasan emosional ini :

1.Keluarga adalah tempat latihan.

Baik istri dan anakku menjadi tempat melatih kecerdasan emosional ini. Terutama untuk anakku, benar-benar menjadi media untuk latihan kecerdasan ini, bagaimana tidak…anak umur 2 tahun yang sangat aktif harus dihadapi dengan kesabaran luar biasa, ketika harus marah tapi tidak rasional karena sang anak belum tahu apa-apa, bukankah ini tempat latihan emosional,,,,terima kasih Ya Allah atas karuniamu, terima kasih juga untuk nona-nonaku yang melatih saya belajar kecerdasan emosional.

2.Tempat kerja juga tempat latihan.

Interaksi selanjutnya selain keluarga adalah kantor, dimana kita akan bertemu orang-orang yang memiliki berbagai jenis karakter dan kepribadian berbeda. Maka selayaknya kita harus pandai-pandainya memamfaatkan keadaan tersebut. Ketika menghadapi teman yang suka gossip atau menceritakan kejelekan orang lain maka sepatutnya kita jangan terhanyut oleh teman tersebut. Intinya, di kantor kita harus melatih kesabaran, menghargai teman kantor yang beda pendapat, atau jika perlu terkadang harus menahan marah jika disalahkan oleh teman kantor. Inilah yang sekarang masih saya praktikkan, walaupun ternyata begitu sulit melakukannya, tapi Alhamdulillah, dengan mencoba sedikit demi sedikit maka perlahan keberuntungan selalu berpihak di kita, walau terkadang sulit dibuktikan secara ilmiah, padahal itu adalah akibat dari pengelolaan emosional.

Intinya sekarang, saya masih terus belajar untuk menguasai kecerdasan emosional, karena begitu besarnya karakter yang telah terbentuk selama ini sejak kecil sampai dewasa.Optimis untuk menguasai kecerdasan emosional adalah hal wajib harus dimiliki. Kehadiran ISTRI, ANAK menjadi tempat belajar yang luar biasa,,,,KANTOR menjadi media kedua untuk terus mengasah kecerdasan emosi. Tidak ada kata berhenti untuk terus BELAJAR DAN LATIHAN Menguasai KECERDASAN EMOSIONAL, karena seluruh orang sukses di dunia butuh proses juga dalam menguasai kecerdasan emosional tersebut,,,,

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun