Mohon tunggu...
jonathan panjaitan
jonathan panjaitan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dibaca, dirasakan dan diputuskan. Hasilnya? Masih banyak yang memalukan & menyedihkan di Tanah Ibu Pertiwi, tapi masih dapat kita temukan yang membahagiakan & membanggakan...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Parpol VS Agen penyalur

4 November 2014   22:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:38 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa bulan yang lalu di kampungku telah ramai terjadi demam memiliki pembantu dan mereka pun memiliki kriteria masing-masing untuk memilih pembantu yang seperti apa mereka idamkan. Ada yang melihat dari kesamaan agama, ada yang lebih mementingkan latar belakang pendidikan, ada juga yang menilik pada latar belakang kehidupannya, dan ada juga yang mengatakan "ah yang penting punya pembantu". Tapi yang pasti keluargaku tidak pernah ada keinginan untuk memiliki pembantu, karena kami memiliki saudara yang tinggal di kota dan selalu mengeluh mengenai tiangkah laku pembantunya... :)

Entah mendapat informasi dari mana (atau mungkin di kampungku sarana informasi masih sangat konvensional dan terbelakang), secara kebetulan banyak agen atau biro penyalur pembantu banyak hadir di kampungku. 10 biro jasa penyalur pembantu datang dengan gaya marketing yang berbeda, dengan gerilya promosi yang begitu hebat. Seperti menjual bak mandi plastik (maklum mang Ujang sosok seorang pedagang perabotan rumah tangga terkenal yang sering datang ke kampungku dengan berteriak "anti pecah, tahan banting..." diiringi suara benturan bak yang dipukul-pukul), semua kandidat dipoles seperti sosok yang baik hampir seperti malaikat.
Pada dasarnya mereka membaca kriteria seperti apa yang diinginkan oleh masyarakat di kampungku, kurang lebih inilah kalimat yang sering mereka utarakan saat melakukan promosi:
1. Pembantu dari biro/agen kami adalah orang-orang yang taat beragama, sehingga tidak mungkin akan melakukan pencurian di rumah atau kampung anda.
2. Pembantu dari biro/agen kami adalah orang-orang yang memiliki pendidikan tinggi, maka nanti bisa anda gunakan untuk membangun kampung anda agar menjadi lebih maju.
3. Pembantu dari biro/agen kami adalah orang-orang yang sederhana, tidak neko-neko, tidak suka menuntut dan pekerja keras.
4. Jika anda memilih pembantu Pembantu dari biro/agen kami, maka dia akan secara otomatis bekerja terhadap anda, bukan bekerja terhadap kami lagi.
5. Bla..bla..bla.. sampai dengan ratusan kalimat promo lainnya.

Waktu berlalu hingga akhirnya warga kampungku memilih pembantu seperti apa yang mereka inginkan (bukan yang mereka perlukan), kemudian Semua pembantu itu dibawa ke balai desa untuk dilakukan ambil sumpah dan tanda tangan surat kerja. Aku yang tidak memiliki pembantu hanya bisa melihat eforia warga tersebut, warga kampungku tertawa, bahagia, optimis dengan pilihannya, namun ada juga loh yang pesimis dan was-was dengan pilihannya... kenapa ya dia was-was? ah sudahlah, itu kan pilihan mereka sendiri.

Setelah proses pemilihan, pengambilan sumpah dan tanta tangan surat kerja terhada semua pembantu telah selesai, kehidupan di kampungku pun kembali normal kembali seperti biasa. Udara pagi yang dingin namun dibaluti oleh suasana kehangatan silaturahmi dan tegur sapa antar sesama warga yang ingin beraktivitas. Bunyi roda sepeda, roda pedati berirama dengan suara sapi-sapi yang juga ikut bekerja sampil menarik gerobak. Damai... tenang... bahagia... kampungku jauh didalam sana...

Kembali lagi ke cerita mengenai pembantu, bagaimana kabar warga yang telah menjadi majikan? bagaimana kabar para pembantu itu?

Beberapa pekan kemudian, saat saya sedang melakukan aktivitas membuka warung kopi dan jajanan ringan hasil gorengan mak Wati ibu saya, pak Wandi selaku kepada desa kami datang mampir untuk rehat sejenak sebelum memulai aktivitasnya menoreh/menderes getah karet di kebunnya. Secangkir kopi pahit hitam dan 2 potongan pisang goreng saya hidangkan di mejanya. Pembicaraan pagi itu dimulai langsung dengan kebingungan dia terhadap keluh kesah beberapa warga mengenai tingkah laku pembantunya, secara spontan saya teringat kembali dengan cerita saudara kami yang tinggal di kota. kira-kira berikut ini adalah keluhan warga terhadap pembantunya:
1. Ada pembantu yang belum bekerja, malah pergi bertamasya... hehehe belum kerja udah "izin"...
2. Ada pembantu yang dulu katanya sederhana, sekarang minta ruang kerja di kamarnya.... hehehe warga yang menggaji pembantu itu aja rumahnya sering bocor dan sudah banyak rapuh, ups ternyata pembantu yang dia ambil adalah pembantu berpendidikan loh :).
3. Ada pembantu yang hobby-nya molor terus... jiah yang ini mah sudah banyak, saya juga hobby-nya molor tapi saya kan ga utang janji sama orang lain :).
4. Ada pembantu yang cuek aja, padahal majikannya lagi sakit... luar biasa hatinya, tega amat. Padahal dulu pembantu ini dibilangnya beragama.
5. Ada biro/agen datang dengan tiba-tiba mengganti pembantu yang dulu telah mereka jual dan sudah tanda tangan surat kerja... lah dulu katanya pembantu itu jadi milik warga dan tidak bekerja untuk biro lagi.
6. Ada pembantu yang pendidikannya tinggi tapi kerjaannya membodohi majikannya dengan cara bicara teori-teori yang ga kami ketahui... hehehe ternyata pendidikan itu menciptakan 2 tipe orang, yaitu orang pinter dan "minteri" (ngapusi/membodohi).
7. Ada tend baru di kampungku yang dilakukan oleh pembantu-pembantu itu, mereka ternyata lebih suka membentuk gerombolan (bahasa kerennya itu koalisi) entah untuk apa.

Intinya banyak warga kampung yang kecewa dengan pembantu yang telah mereka pilih (tapi ada juga loh yang puas, walau pun jumlahnya minor). Terus apa yang akan dilakukan oleh pak Wandi dan warga lainnya?

Jujur warga di kampung kami memang berpendidikan rendah, tapi rendahnya pendidikan itu tidak membuat kami buta logika. Dengan rendah pendidikan itu kami belajar menjadi rendah hati dan saling menghargai terhadap sesama (mungkin karena kami saling membutuhkan). Akhirnya warga dan pak Wandi selaku kepala desa sepakat untuk melakukan pertemuan dan kemudian menghasilkan beberapa kesepakatan, yaitu:
1. Majikan adalah individu yang membayar pembantu (gaji dan semua operrasional) memiliki hak penuh terhadap pembantu itu selama jangka waktu kerja yang telah disepakati.
2. Jika ada pembantu yang memiliki dan atau melakukan kinerja yang tidak bagus dan tidak bekerja sesuai keinginan majikannya, maka pembantu itu bisa diberhentikan sepihak oleh majikan.
3. Jika pembantu terbukti melakukan pencurian, penipuan dan atau pembodohan maka biro/agen yang menyalurkannya harus dan wajib bertanggung jawab, jika tidak maka izin operasi penyaluran pembantu di kampung ini akan dicabut.
4. Pembantu yang telah dipilih, diangkat sumpah dan tanda tangan surat kerja, tidak bisa dilakukan pergantian secara sepihak oleh biro/agen penyalur. Hanya majikan yang boleh mengganti pilihan.

Kok saya bisa tahu isi detailnya, kan saya tidak memiliki pembantu, wah aturan ini ada interfensi ya? Hehehe... masih ingat warung kopi, ya saya diminta bantuannya untuk menjadi seksi konsumsi.

kesepakatan akhirnya dilakukan oleh mereka, beberapa biro/agen yang dianggap mempunyai masalah pun izin operasinya ditutup (ada juga agen/biro yang bertanggung jawab dengan kualitas pembantunya), beberapa pembantu yang memiliki kinerja rendah (pemalas, tidak memiliki perasaan, suka izin jalan-jalan) akhirnya diberhentikan, dan pembantu yang memiliki tabiat nakal (mencuri, membohongi) berurusan dengan perangkat keamanan desa kami.

Kini kampung kami benar-benar sudah kembali normal dan di tambah beberapa anggota baru (yang dulunya pembantu disalurkan oleh biro/agen dengan kinerja baik).
Hehehe... hebat kan kampungku, permasalahan seperti ini bisa diselesaikan dengan mudah. Bagaimana dengan kota sebelah sana?
Anda mau tahu apa pekerjaan warga di kampungku? mereka adalah petani, buruh pabrik, banyak juga yang menjadi buruh diluar negeri (TKI).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun