Banyak masyarakat kita, terutama saat masih atau sedang duduk di bangku sekolah, bahasa yang kita pelajari adalah bahasa Indonesia. Ya jelas dong, wong kita orang Indonesia.Â
Saat kecil atau sampai saat ini mungkin juga masih banyak yang mempertanyakan, "Ngapain sih belajar bahasa Indonesia? Kan kita tinggal di Indonesia. Bahasa Indonesia udah jadi alat komunikasi sehari-hari".Â
Padahal nyatanya, orang-orang yang berdalih dengan kalimat itu gak pernah mendapatkan nilai sepuluh, sembilan pada pelajaran bahasa Indonesia. Jadi, sepakat ya, kalau pelajaran bahasa Indonesia sejatinya gak mudah?Â
Tapi, apalah arti sebuah angka. Nyatanya bahasa yang digunakan sehari-hari gak sebaku saat kita belajar bahasa Indonesia di kelas. Padahal belajar bahasa Indonesia enggak hanya tentang kalimat puitis yang enggak semua orang bisa rangkai.Â
Belajar bahasa Indonesia lebih dari itu. Dewasa ini, masyarakat Indonesia lebih bangga untuk belajar bahasa asing. Bercakap menggunakan bahasa Inggris misalnya, katanya terlihat keren. Biar bisa ngobrol sama orang bule, katanya.Â
Bahasa Indonesia itu sendiri sifatnya dinamis, yang artinya berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman. Makanya KBBI hingga saat ini sudah memasuki versi kelima. Karena banyak kata-kata baru yang masuk di dalamnya.Â
Bahasa Indonesia yang dipelajari di Sekolah dengan bahasa Indonesia yang menjadi alat komunikasi masyarakat sehari-hari memang berbeda.Â
Tentu karena bahasa Indonesia yang dipelajari di Sekolah sifatnya adalah formal. Jadi, kalimat serta pembahasan di dalamnya juga berisi kata-kata yang terkadang kurang umum di dengar oleh telinga masyarakat Indonesia sehari-hari dalam berkomunikasi. Begitupun sebaliknya.
Baca juga : Mengukuhkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Internasional
Seperti penggunaan deiksis dalam bahasa Indonesia. Deiksis yang ingin saya bahas di sini adalah deiksis persona, yaitu kata ganti orang. Dalam deiksis persona kajian pragmatik dalam ilmu linguistik, contoh kata ganti deiksis persona adalah aku dan saya. Aku dan saya sama-sama mempunyai arti yang sama, yaitu kata ganti orang pertama (yang berbicara). Lalu, yang ingin saya bahas adalah perbedaannya.Â
Kalau secara sifat, fonem aku dan saya jelas berbeda. Kata Aku bersifat informal dan Saya sifatnya formal. Dari sini sudah dapat sedikit gambaran, bahwa Aku danÂ
Saya memiliki fungsi penggunaan yang berbeda. Misalnya, saat kita berbicara dengan teman sejawat pasti kata yang kita gunakan untuk menggantikan kata orang pertama (diri sendiri) adalah menggunakan kata aku.Â
Contoh: Aku mau belajar di Perpustakaan. Namun, saat hendak berujar pada orang yang lebih tua atau orang yang kita hormati, kata Aku menjadi bersifat kurang sopan dan kurang tepat. Maka, kata yang digunakan adalah Saya. Contoh: Saya ingin belajar di Perpustakaan.Â
Baca juga : Perkembangan Kosakata Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah
Nah, dari segi makna sudah paham dong ya. Penggunaan Aku dan Saya walau memiliki arti yang sama, tapi memiliki makna yang berbeda. Maka dari itu, ini hanya salah satu dari sekian banyaknya manfaat belajar bahasa Indonesia di Sekolah.Â
Tentunya banyak kalimat dan manfaat lain dari belajar bahasa Indonesia yang enggak saya sebutkan seluruhnya di sini. Mungkin di lain kesempatan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H